"Agaknya, tujuan hidup itu tergantung pada pribadi masing-masing. Karena setiap manusia adalah alam kecil (Mikro Kosmos) tentu punya tata pikir dan tata kelola yang berbeda-beda. Karena keberagaman itu anugerah yang harus disyukuri."
Purnomo diam, begitu juga saya, entah mengapa saya juga mempertanyakan tujuan hidup itu apa? Karena Tuhan pasti memiliki maksud dan tujuan atas penciptaan-Nya.
Purnomo menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu berdiri dan berkata, "Berarti saya dan kamu berbeda, tujuan hidupnya pun berbeda." Sepertinya ia akan melangkah keluar dan pergi, namun sebelum ia pergi.
"Sebentar, habiskan dulu kopinya, Eman harga gula semakin tak menentu, mubazir kalau nggak dihabiskan. Perkara tujuan hidup ndak usah dipusingkan, yang terpenting sekarang, apapun profesi sampean, semoga sampean selalu menjadi orang yang bijak dengan begitu hidup akan mengalir seperti air, dan akan memberi kesuburan pada sekitar alirannya."
"Kalau pengangguran?"
"Ya jadi pengangguran yang bijak, minimal kenal dan gandeng diri sendiri dengan baik. Karena mengenal diri sendiri lebih penting dari pada menilai dan menelisik orang lain. Intinya, tujuan hidup itu kembali kepada pribadi masing-masing."
"Sudahlah, saya bingung, terima kasih kopinya. Semoga yang mendengar percakapan ini bisa memberi masukan ya..."
"Insya Allah nanti kalau ada email masuk sampean tak panggil."
Purnomo nylonong begitu saja, tanpa ucap, sambil mengapit sebatang rokok yang mengepul asapnya, dan meninggalkan beberapa batang di meja saya. "Semoga amalnya diterima, terima kasih atas tiga batang sam sunya."[]