Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Eksperimen Menulis Saya dengan ChatGPT

22 Januari 2023   13:55 Diperbarui: 22 Januari 2023   14:08 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis dengan ChatGPT: Yes or no? (Foto: Pexel.com)

PENGGUNAAN Kecerdasan Buatan (AI) di ranah profesi sudah bukan rahasia lagi. Mereka yang bekerja di dunia tulis menulis dan jurnalistik tahu bahwa akhir-akhir ini tren penggunaan ChatGPT sudah gila-gilaan. Bahkan sudah ada wacana musnahnya pekerjaan penulis, copywriter, dan reporter saking canggihnya AI ini.

Tapi yang lebih mengejutkan lagi ialah munculnya tren penyalahgunaan ChatGPT ini sebagai alat membuat esai akademik yang seharusnya dikerjakan siswa dengan menggunakan kemampuannya sendiri.

Di luar negeri, para dosen sudah menemukan sebagian mahasiswa menggunakan ChatGPT untuk mengakali mereka dalam mengerjakan tugas esai, demikian ungkap nypost.com. 

Memang mengerikan tapi mari kita tidak membenci dan antipati terhadap teknologi AI ini tapi seharusnya mencari strategi agar manusia-manusia penggunanya bisa memiliki standar etika saat menggunakannya. Karena jika tidak ada fondasi etika ini, semua bisa semena-mena. 

Nah, sedikit kiat bagi Anda para guru dan dosen agar tidak diakali murid dan mahasiwa Anda, saya telah meminta ChatGPT untuk menjawab pertanyaan: "Bagaimana saya bisa mendeteksi sebuah artikel atau esai yang ditulis oleh Kecerdasan Buatan?".

Berikut ini adalah jawaban 'mentah' dari ChatGPT:

"Untuk mendeteksi sebuah artikel yang ditulis oleh Kecerdasan Buatan (AI), ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Beberapa cara yang dapat digunakan antara lain:

  • Melihat tingkat kesalahan tata bahasa dan ejaan. Meskipun AI saat ini cukup baik dalam mengenali kesalahan tata bahasa dan ejaan, masih ada kemungkinan bahwa artikel yang ditulis oleh mesin akan memiliki lebih banyak kesalahan dibandingkan dengan artikel yang ditulis oleh manusia.
  • Mencari kesamaan dengan konten lain. Jika sebuah artikel tampak mirip dengan konten lain yang telah dipublikasikan sebelumnya, itu mungkin ditulis oleh mesin.
  • Memperhatikan gaya bahasa. AI saat ini masih memiliki kesulitan dalam menciptakan gaya bahasa yang sama dengan manusia, jadi jika sebuah artikel memiliki gaya bahasa yang tidak alami, itu mungkin ditulis oleh mesin.
  • Melakukan analisis teknis. Ada beberapa alat yang dapat digunakan untuk menganalisis konten dan mengetahui tingkat kemiripan dengan konten yang ditulis oleh manusia atau mesin.

Itu hanya beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi sebuah artikel yang ditulis oleh AI. Namun perlu diingat bahwa dengan perkembangan teknologi AI yang semakin maju, mungkin menjadi lebih sulit untuk membedakan antara konten yang ditulis oleh manusia dan mesin. Oleh karena itu, penting untuk terus mengikuti perkembangan teknologi dan metode deteksi yang baru."

Di sini jawaban ChatGPT ini masih terkesan 'textbook banget' alias teoretis. ChatGPT tidak bisa memberikan elaborasi atas tiap poin yang ia berikan.

Nah, di sinilah saya sebagai manusia penulis bisa mencairkan kebekuan tulisan. Saya bisa memberikan contoh dan konteks dalam kehidupan nyata.

Saya kemudian menyunting tulisan ChatGPT menjadi seperti berikut:

Kalau Anda seorang editor, guru atau dosen yang bergelut dengan tulisan, sangat penting untuk mengetahui cara mendeteksi sebuah tulisan yang dihasilkan oleh Kecerdasan Buatan (AI). Alasannya ialah karena kita harus memberikan ganjaran yang sesuai dengan upaya yang dikeluarkan oleh masing-masing penulis, siswa, atau mahasiswa yang harus Anda nilai karyanya.

Untuk mengetahui sebuah tulisan dihasilkan Kecerdasan Buatan atau manusia, Anda bisa melakukan saran-saran berikut ini.

Pertama, cermati tata bahasa dan ejaan. Meskipun ChatGPT berargumen bahwa AI saat ini cenderung lebih banyak membuat kesalahan tata bahasa dan ejaan, saya tidak sepakat karena justru kesalahan tata bahasa dan ejaan itu lebih banyak dibuat oleh penulis manusia, bukan AI. Jadi jika sebuah esai atau artikel yang Anda baca ada salah ketik (typo) atau tata bahasa yang kurang pas, bisa jadi malah itu karya yang otentik, bukan hasil produksi mesin. Ini berdasarkan pengalaman saya juga sebagai dosen bahasa Inggris dan penyunting sejak 2010.

Kedua, carilah kesamaan dengan artikel atau tulisan yang sudah dipublikasikan sebelumnya. Anda bisa memakai alat detektor plagiarisme yang tersedia di internet. Ada yang gratis, ada yang berbayar pula. Biasanya yang gratis ada batasan jumlah kata sehingga kurang leluasa. Anda cukup salin tempel (copy paste) tulisan yang Anda sedang cari tahu keasliannya ini ke detektor tersebut dan tunggu beberapa saat. Di akhir proses ini, alat detektor akan menunjukkan level kesamaan dengan artikel atau tulisan yang sudah ada atau sudah tayang di internet. Makin tinggi level plagiarismenya, tentu harus makin dicurigai.

Ketiga, perhatikan gaya bahasa yang dipakai. Gaya bahasa di sini artinya adalah gaya si penulis ini menyampaikan idenya kepada pembaca. Pilihan-pilihan katanya, idiom, analogi, lelucon atau contoh-contoh yang khas dan berbeda dari satu individu ke individu lainnya ini akan menunjukkan apakah sebuah tulisan hasil produksi AI atau manusia. AI tidak bisa memberikan anekdot-anekdot lucu atau menggelitik yang cuma bisa dibuat manusia karena AI tidak punya pengalaman sebagai manusia. Secerdas apapun, ia cuma mesin tanpa emosi. Maka dari itu, tulisan buatan manusia seharusnya membangkitkan emosi tertentu dalam diri pembacanya. 

Keempat, laksanakan telaah teknis dengan memakai alat bantu. Sebagaimana yang sudah saya kemukakan di poin kedua, para editor dan pengajar sudah harus mengakrabkan diri mereka dengan teknologi baru bernama AI ini agar bisa mengetahui modus operandi yang dipilih oleh penulis atau mahasiswa mereka. Ibaratnya, polisi mesti selangkah lebih maju dari masyarakat yang diayominya agar potensi kriminalitas bisa ditekan bahkan dicegah sedini mungkin. Tunjukkan bahwa Anda juga akrab dengan AI sehingga mahasiswa juga segan untuk menyalahgunakan AI di kelas Anda. Jangan malah Anda menutup diri dan memusuhi AI, karena dengan begitu Anda seakan menutup mata dan makin terseok-seok dalam pengembangan diri Anda sendiri. Padahal supaya terus relevan di dunia profesi kita saat ini, kita mesti terus belajar dan beradaptasi.

Nah, di sini saya mencoba untuk memodifikasi draft mentah tadi menjadi lebih 'manusia'. Dan saya juga bisa menyanggah jawaban si ChatGPT ini yang saya anggap tidak sesuai kenyataan dan pengalaman saya di lapangan. 

Jadi di sini saya tidak mentah-mentah menelan jawaban ChatGPT. Saya mencurahkan pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki selama ini agar tulisan ini lebih 'Akhlis'. Bukan mesin.

Secara etika, saya juga tidak menyembunyikan fakta bahwa saya menulis dengan bantuan AI. Transparansi inilah yang tidak akan membuat orang dicurangi.

Dan jika memang ada aturan larangan memakai AI harus ditegakkan pula sanksi untuk pelakunya. Jangan dibiarkan saja.

Nah sekarang bagaimana menurut Anda? Akankah Anda memakai ChatGPT dalam menulis? (*/)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun