Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Phasmophobia Jangan Kuatir, Ada Film Horor Untuk Solusinya

9 Agustus 2022   21:58 Diperbarui: 21 Agustus 2022   10:50 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar:ivonnezone.

Perkembangan kognitif manusia didasarkan pada caranya memahami dunia. Semakin tumbuh dan mempelajari banyak hal, pola berpikirnya pun akan berkembang dan berubah.

ilustrasi gambar: lenterakeluarga.com
ilustrasi gambar: lenterakeluarga.com

Kedua, Gangguan Tidur

Ketika pertama kali menonton film horor, bunyi tetabuhan yang berasal dari surau di dekat rumah menjadi terasa sangat menakutkan. 

Bayangan makhluk hitam, bersayap dan bisa terbang dengan cepat, terus  muncul sekalipun sudah diyakini dalam hati hanyalah khayalan.

Banyak adegan dalam film horor yang sulit dipahami oleh nalar anak-anak. Apalagi dengan visual yang sangat realistik, suara yang mendukung, membuat semuanya menjadi semakin menakutkan. Kecemasan yang timbul bisa ditandai dengan keluarnya keringat dingin dan jantung yang berdetak lebih kencang.

Dan kekawatiran kita, kecemasan dan ketakutan itu bisa berlangsung lama, terakumulasi  hingga menjadi trauma berkepanjangan.

ilustrasi gambar:ivonnezone.
ilustrasi gambar:ivonnezone.

Ketiga, Agresi dan Kekerasan

Barangkali yang juga mengawatirkan dan sangat dilematis bagi orang tua, meskipun anak-anak ada yang kuat hati menonton film horor, namun adegan kekerasan, penyiksaan dapat mengganggu rasa sensitifitas mereka terhadap kekerasan yang dialaminya dalam kehidupan nyata.

Bukan tidak mungkin bibit-bibit temperamental anak berasal dari akumulasi imajinasi tontonan horornya. Maka peran keluarga, komunikasi dan bimbingan harus menjadi perhatian yang intens.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun