Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kenaikan Harga Elpiji Non Subsidi, Gejala Indonesia Krisis Energi?

9 Januari 2022   16:14 Diperbarui: 10 Januari 2022   02:50 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kenaikan Harga Elpiji. Sumber: Kompas.com/Rony Ariyanto Nugroho

Bahan baku energi dari bahan bakar adalah sumber daya alam tak terbaharui, termasuk minyak bumi dan gas. Suatu saat bahan baku energi itu akan habis dan kita harus mulai mencari bahan bakar pengganti. 

Indonesia dulu termasuk 10 (sepuluh) negara penghasil terbesar minyak bumi dan gas di dunia. Indonesia pernah masuk organisasi OPEC, sebagai organisasi yang menaungi negara-negara penghasil minyak bumi dan gas.  

Sekarang sebaliknya Indonesia adalah salah satu negara pengimpor bahan baku minyak dan gas. Semua itu karena cadangan sumber daya alam penghasil minyak bumi dan gas di Indonesia sudah menipis (lihat di sini). 

Kalaupun beberapa wilayah masih memproduksi minyak dan gas, di beberapa blok sumur pengeboran minyak, itu tampaknya hanya untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan dalam negeri. Dan kondisi sekarang dan di waktu-waktu mendatang, akan semakin menipis. 

Kondisi kenakan gas elpiji non subsidi dengan kenaikan harga, tentu berkelindan dengan kondisi produksi minyak dan gas yang semakin menurun. Jika semakin menurun dengan kebutuhan yang semakin besar, pasti Indonesia akan mengimpor minyak dan gas sesuai tuntutan kebutuhan. 

Kenaikan harga elpiji non subsidi, bisa jadi karena tuntutan kebutuhan yang semakin besar, yang tak bisa dipenuhi oleh pasokan produksi dalam negeri, sehingga statistik impor minyak dan gas semakin tinggi. 

Kondisi inilah yang akan menciptakan kenaikan harga. Soal ini sebenarnya berhubungan dengan soal suply and demand. Perbandingan antara pasokan dan kebutuhan. 

Kebutuhan yang semakin besar yang tidak bisa dipenuhi oleh pasokan dalam negeri, mengakibatkan impor lebih besar. Inilah yang akan menciptakan kondisi kenaikan harga. Ini hal yang jamak atau umum terjadi. 

Atau katakanlah sebaliknya saat ini Indonesia masih dipandang sebagai negara penghasil energi minyak dan gas yang besar. Hal ini mengakibatkan kebutuhan sumber energi dunia meningkat dan sangat bergantung pada Indonesia. Disisi lain meningkatnya kebutuhan energi dunia karena adanya krisis global sumber energi di dunia. 

Menurut data IDX Chanel, dunia kini tengah dilanda krisis energi. Hal tersebut ditandai dengan sulitnya negara-negara lain, seperti India, Inggris, China, dan Singapura dalam mendapatkan sumber energi. 

Harga gas, minyak dan batu bara juga melambung. Negara yang mengalami krisis ini berpeluang besar akan berpotensi mengalami stagflasi. Kondisi ini terjadi saat inflasi sedang tinggi, sementara kondisi ekonomi negara cenderung stagnan.

Bagi Indonesia, krisis energi tentunya akan berdampak. Melansir Sindonews, Senin (25/10), peningkatan inflasi Indonesia terancam meningkat. Kenaikan harga komoditas energi di pasar internasional, akan mengerek naik biaya produksi di dalam negeri (lihat IDX Chanel).

Apa dampaknya? Negara-negara berkebutuhan energi yang besar akan berbondong-bondong mengandalkan Indonesia. Kemudian direspon Indonesia dengan memenuhi banyaknya permintaan sumber energi bagi negara-negara di dunia. 

Apa akibatnya? Pasokan kebutuhan dalam negeri sendiri yang berkurang. Hal ini karena kadung ada perjanjian kontrak dengan negara luar untuk pasokan energi yang tak bisa dicabut kembali. Indonesia harus memenuhi kebutuhan sumber energi bagi negara-negara yang membutuhkan. 

Menurut hemat saya, meskipun awam soal hal ihwal sumber energi, namun kita bisa melihat kondisi ini dapat mengurangi pasokan sumber energi dalam negeri sendiri. 

Kondisi ini pula yang secara otomatis membatasi produksi untuk kebutuhan dalam negeri. Lambat laun kondisi ini menciptakan krisis energi dalam negeri.

Kenaikan harga gas elpiji non subsidi hanyalah salah satu dampak yang ditimbulkannya dari fenomena itu. Harga elpiji naik menjadi kondisi otomatis yang tercipta karena fenomena itu. 

Krisis energi dalam negeri muncul sebagai akibat banyaknya produksi untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Pasokan ekspor yang meningkat, menyebabkan pembatasan pasokan kebutuhan sumberdaya energi di dalam negeri. 

Namun, pada akhirnya kita akan dihadapkan pada kondisi untuk membatasi kebutuhan ekspor. Jika hal ini tidak dicermati, pasokan kebutuhan dalam negeri semakin berkurang. 

Otomatis pula, kondisi ini menyebabkan elpiji bisa langka di dalam negeri, sehingga pasokan yang tersedia di pasar domestik sangat terbatas dan menyebabkan kenaikan harga atau tingginya kenaikan harga elpiji. 

Pada kondisi yang mendesak ini, lambat laun pemerintah pasti akan menerapkan kebijakan pembatasan ekspor sumber energi sebagaimana yang saat ini aktual diberlakukan, yakni pelarangan ekspor batu bara. 

Bisa jadi, krisis energi sumber bahan elpiji dan pelarangan ekspor bahan gas juga hanya menunggu waktu. 

Demikian, hasil pengamatan dan penilaian seorang awam. Namun kondisi ini memang bisa diperhitungkan dan diperkirakan secara umum, oleh seorang awam sekalipun. 

***

Terima kasih. Salam hangat 

Mas Han. Manado, 9 Januari 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun