"You'll own nothing and be happy" - WEFÂ
Pernah mendengar frasa ini? Ya, muncul di video World Economic Forum (WEF) 2016, banyak yang menjadikan ini sebagai tujuan jangka panjang dari organisasi non profit yang setiap tahunnya mengadakan pertemuan di Davos, Swiss.
WEF menjadi tempat berdiskusi para pemimpin bisnis maupun politik, cendekiawan, wartawan terpilih untuk mendiskusikan kondisi dunia dan masalah yang dihadapi, seperti kesehatan dan lingkungan.
Frasa "You'll own nothing and be happy" atau "Anda tidak akan memiliki apa pun dan akan bahagia", sering dikaitkan dengan Klaus Schwab, pendiri World Economic Forum (WEF).
Schwab tidak pernah secara resmi menyatakan hal itu, namun muncul dari video promosi yang merangkum tren ekonomi masa depan berdasarkan esai politisi Denmark, Ida Auken.
Ide di balik pernyataan ini adalah bahwa masyarakat akan beralih dari kepemilikan ke ekonomi berbasis "akses" dimana layanan dan barang disewakan, dibagikan, atau berbasis langganan daripada dimiliki secara individu.
Para pendukung ide WEF mengklaim bahwa transisi ini adalah langkah menuju efisiensi dan keberlanjutan, mengurangi limbah, dan meningkatkan akses ke sumber daya sehinggaÂ
Namun, para kritikus berpendapat bahwa model seperti ini dapat meningkatkan ketergantungan pada korporasi dan pemerintah, sehingga menghilangkan kendali individu atas kehidupan mereka sendiri.
Jika kepemilikan terkonsentrasi di tangan segelintir orang, ini bisa menyebabkan sistem ekonomi dimana aset pribadi, seperti rumah, mobil, dan bahkan barang digital, hanya disewakan daripada benar-benar dimiliki.
Banyak orang berpikir bahwa ide dari World Economic Forum ini merupakan bagian dari "The Great Reset" di tahun 2030. Salah satu konspirasi yang banyak dibicarakan mulai dari pembatasan kepemilikan, perubahan gaya hidup dengan memakan serangga, Amerika Serikat bukan lagi negara super power, dan lainnya. Apakah ini mungkin?
Baca juga:Â Dari Timothy Ronald, Ini 9 Channel Youtube yang Merubah Mindset Miskin jadi Kaya
'The Great Reset': Sebuah Kontrol atau Kemajuan Dunia yang Lebih Baik?
Dalam beberapa tahun terakhir, konsep The Great Reset telah memicu diskusi hangat, dengan banyak orang percaya bahwa ini adalah agenda global yang bertujuan untuk membentuk kembali masyarakat di bawah kendali terpusat.
Sementara para pendukung berargumen bahwa ini adalah langkah yang diperlukan menuju keberlanjutan dan kesetaraan ekonomi, para kritikus khawatir bahwa ini merupakan upaya untuk mengurangi kepemilikan individu dan kebebasan, you have nothing but happy!
Melihat video dari WEF (bisa diakses di bagian referensi), ada delapan poin yang ingin dicapai di tahun 2030, yaitu:
1. Apapun yang kita inginkan, sewa adalah solusinya dan drone akan mengirim apa yang kita inginkan.
2. Amerika Serikat akan tidak akan menjadi negara adidaya di dunia.
3. 'Printing organ', seseorang tidak akan meninggal karena menunggu donor organ.
4. Kita akan makan sedikit daging.
5. Perubahan iklim akan membentuk 1 miliar pengungsi baru.
6. Semua akan membayar karbon kredit.
7. Perjalanan ke Mars dipersiapkan.
8. 'Western values' akan diuji sampai ke titik maksimal.
Dari delapan poin ini, apakah ini sebuah peringatan terkait sebuah agenda besar di tahun 2030? Tentunya, kita berhak untuk tidak mempercayai ini merupakan bagian dari 'The Great Reset', namun penting untuk kita menguji semua informasi dan memikirkan dengan baik berdasarkan common sense atau akal sehat kita.
Jika kita mengulik lebih dalam lagi melalui website resmi WEF, tentu, informasi tentang 'The Great Reset' post Covid-19 bisa kita peroleh dengan mudah. Pertanyaan selanjutnya, apakah agenda ini sudah berjalan?
Baca juga: Hidup Mapan, Bukan Sekedar Penghasilan tapi Perencanaan
Serangga Sebagai Pengganti Daging: Perubahan dalam Sistem Pangan?
Apakah agenda ini sudah berjalan? Sudah. Jika kamu melihat kemajuan negara China hari ini, dimana drone bukan hanya diperuntukkan untuk mengambil video atau gambar, malahan membantu konstruksi.
Bahkan tidak hanya membantu konstruksi, namun drone juga digunakan sebagai alat perang, dimana nyata terjadi di perang Ukraina dan Rusia. Maka suatu keniscayaan untuk poin pertama kian nyata.
Lantas, bagaimana dengan poin lainnya seperti pengurangan konsumsi daging? Melalui campaign "Eat insects, save the world", sudah banyak digaungkan di western countries. Memang ini merupakan aspek kontroversi dari narasi The Great Reset adalah dorongan untuk mengadopsi pola makan berbasis serangga.
Organisasi seperti PBB dan WEF telah mempromosikan serangga yang dapat dimakan, seperti jangkrik, ulat tepung, dan belalang, sebagai alternatif pangan berkelanjutan terhadap daging.
Para pendukung berpendapat bahwa serangga menyediakan protein berkualitas tinggi, membutuhkan sumber daya yang jauh lebih sedikit untuk dibudidayakan, dan memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan ternak tradisional.
Beberapa negara, terutama di Asia dan Afrika, sudah memasukkan serangga dalam pola makan mereka. Namun, di negara-negara Barat, ide ini disambut dengan skeptisisme dan penolakan.
Para kritikus melihat dorongan ini sebagai upaya disengaja untuk menghilangkan konsumsi daging tradisional, yang berpotensi membuat masyarakat bergantung pada makanan alternatif yang sangat diproses dan dipatenkan oleh perusahaan besar.
Beberapa orang khawatir bahwa kebijakan mungkin diperkenalkan untuk mencegah atau bahkan membatasi konsumsi daging, yang semakin selaras dengan agenda kontrol terpusat atas sumber daya yang penting, yaitu sumber makanan.
Namun, jika kita melihat alasan 'mulia' untuk menyelamatkan bumi menjadi masuk akal, dimana peternakan serangga membutuhkan jauh lebih sedikit lahan, air, dan pakan dibandingkan dengan sapi, unggas, atau babi.
Produksi satu kilogram protein serangga menghasilkan hanya sebagian kecil gas rumah kaca dibandingkan dengan peternakan hewan tradisional. Selain itu, serangga juga sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi protein, yang membutuhkan sekitar sepuluh kali lebih sedikit pakan daripada sapi.
Alasan ini menjadi latar belakang dimana diperlukan sebuah alternatif bahan makanan yang menjadi solusi ideal untuk mengurangi emisi karbon dan jejak lingkungan pertanian seiring dengan terus bertambahnya populasi global. Apakah kamu menilai ini sebagai niat mulia untuk menyelamatkan bumi?
Baca juga: Membangun Kemandirian Finansial dengan Value Investing
Sudut Pandang Penulis, Hanya Sebuah Opini Personal tentang Agenda yang Terang Benderang.
"If you don't like something, change it. If you can't, change your attitude." - Maya Angelou
Apakah saya mempercayai bahwa ini bagian dari konspirasi? Mari kita samakan terlebih dahulu arti dari konspirasi. Berdasarkan KBBI, konspirasi adalah persekongkolan, dengan kata dasar "sekongkol" yang berarti "orang yang turut serta berkomplot melakukan kejahatan".
Konspirasi bisa dilakukan oleh semua orang, misalnya seorang staff selaku PIC suatu pendanaan bersekongkol dengan vendor untuk melakukan markup harga sehingga perusahaan mengalami kerugian, itu adalah konspirasi.
Namun, yang membedakan adalah skala kejahatan dan dampak kerugian yang ditimbulkan. Konspirasi global akan menghasilkan kerugian secara global, saya dan kamu akan merasakan dampak itu karena kita bagian dari dunia ini.
Dengan mendapatkan informasi ini, sebagai manusia tentu normal jika saya resah bahkan takut, namun alih-alih menolak informasi yang sudah saya uji kebenarannya, menjadi waspada dan mempersiapkan diri adalah langkah yang saya pilih.
Apakah saya bisa melawan? Tentu tidak, saya tidak bisa melawan sistem. Quotes dari Maya Angelou mengingatkan saya, bahwa "If you don't like something, change it. If you can't, change your attitude." Dan, saya belajar mengubah attitude.
2030 bukan waktu yang lama, kurang dari 5 tahun. Namun, saya percaya itu waktu yang cukup untuk mengubah attitude saya untuk hidup hari ini, seperti saya bekerja dan belajar lebih keras, lebih pintar, lebih terbuka untuk melihat sebuah peluang setiap hari menjadi lebih baik dari kemarin. Dan, saya harap kamu juga.
Dari sebuah buku Ray Dalio, Principles for Dealing with the Changing World Order: Why Nations Succeed and Fail, pikiran saya terbuka bahwa semua yang terjadi di kolong langit hanyalah kejadian yang berulang, dan Ray Dalio bertahan karena bisa membaca pattern sejarah.
Harapan dari tulisan ini adalah saya, kamu bisa bertahan dan memiliki hidup yang lebih baik apapun periodenya, sekaligus terus meyakini bahwa Tuhan tidak lepas kendali. Mari bersiap untuk masa depan!
Referensi:
- https://ontologyofvalue.com/welcome-to-2030-the-great-reset-should-you-worry-and-which-career-development-strategies-will-work-best/
- https://www.weforum.org/about/world-economic-forum/
- https://www.weforum.org/stories/2021/07/why-we-need-to-give-insects-the-role-they-deserve-in-our-food-systems/
- https://www.weforum.org/stories/2021/07/why-we-need-to-give-insects-the-role-they-deserve-in-our-food-systems/
- https://www.facebook.com/worldeconomicforum/videos/8-predictions-for-the-world-in-2030/10153920524981479/
- https://www.nhm.ac.uk/discover/eat-insects-save-the-world.html
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI