Suharto Adalah Seorang Guru :
Seperti apa yang diungkapkan oleh Prof. DR.H. Baharuddin Jusuf Habibie, Mantan Presiden RI ke III dalam bukunya " Detik Detik Yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi " bahwa Soeharto adalah gurunya, selama 24 tahun dia bersama Soeharto, banyak pelajaran yang berguna yang didapatnya dari Soeharto. Tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh Soeharto selama 32 tahun memimpin bangsa Indonesia dengan cara otoriter, adalah merupakan suatu hal yang harus dilakukan demi untuk menekan ekstrim kiri dan ekstrim kanan demi untuk mempersatukan Bangsa Indonesia dalam kebinekaan di NKRI, yang bertujuan suksesnya pembangunan disegala bidang.
Apa yang diungkapkan oleh BJ Habibie itu, adalah merupakan suatu kenyataan, bahwa belum saatnya Bangsa ini untuk mendapatkan Demokrasi yang seluas luasnya, seperti yang dialami oleh Bangsa ini pada saat sekarang. Demokrasi yang seluas luasnya yang diberikan kepada bangsa ini, ternyata, membuahkan hasil yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan. Korupsi semakin meraja lela, mulai dari Pemimpin dipusat sampai kepada pemimpin yang terendah di daerah dan desa, ramai ramai melakukan korupsi secara berjemaah.
Tentu kejadian yang dialami oleh bangsa ini pada saat sekarang menjadi sebuah pertanyaan? Kenapa hal ini bisa terjadi?, jawabnya adalah lemahnya kepemimpinan nasional, terhadap tindakan yang dilakukan oleh para pejabat dan politisi negeri ini. Kepemimpinan nasional kita lemah, lesu darah, tak punya ketegasan, yang akhirnya menumbuh subuhkan piodal piodal leberisme baru dikalangan bangsa Indonesia.
Namun secara jujur pula harus kita akui, sebagai bangsa Indonesia diera kekuasaan Soeharto prekonomian rakyat Indonesia, tumbuh dengan pesatnya. Walaupun sistim prekonomian yang dibangun oleh Soeharto kadang lebih cendrung untuk memperkaya segelintir oknum. Namun nasib rakyat tidak terabaikan. Rakyat masih mudah untuk mendapatkan sandang dan pangan.
Sementara dalam hal stablitas keamanan, Soeharto sering bertindak tegas. Sehingga pada zaman kepemimpinannya, nyaris tidak terdapat tindakan sparatis yang dilakukan oleh yang namanya terorisme maupun kelompok bersenjata yang dapat mengganggu ketenangan rakyat. Suasana kondusip tercipta mulai dari Pedesaan sampai kepada Ibu Kota.
Kalaupun Soeharto menerapkan sistim meliterisme dalam kepemimpinannya, itu wajar wajar saja dalam suatu negara demi untuk mempertahankan kedudukannya. Sistim meliterisme yang dibangun oleh Soeharto berbeda dengan yang ada di negara luar. Walaupun Soeharto membangun sebuah rezim, akan tetapi rakyatnya tetap diberi kebebasan untuk menyampaikan pendapat, dan diberi kebebasan untuk menjalankan usaha. Sesuai dengan Pancasila dan UDD 1945.
Dalam menjalankan bidang usaha untuk meningkatkan prekonomian rakyat, pemerintahan dibawah kendali Soeharto malah menyalurkan bantuan modal. Berbagai bantuan untuk penambahan modal usaha dan bantuan untuk bidang sosial, banyak yang disalurkan oleh pemerintahan Soeharto Terutama terhadap rakyat kecil, yang hidupnya dibawah garis kemiskinan kala itu menjadi perhatian khusus oleh Soeharto. Sikap welas asih yang diperlihatkan oleh Soeharto kepada rakyat kecil, layaknya seperti perhatian Bapak kepada anak nya.
Lantas timbul pertanyaan, kenapa dizaman kepemimpinan Soeharto, banyak korban pelanggaran HAM yang berjatuhan?. Untuk menjawab pertanyaan yang muncul ini, kita perlu untuk melakukan kajian yang mendalam. Logikanya kita melihat korban korban yang berjatuhan itu adalah kelompok kelompok yang menetang kekuasaan Soeharto. Dan ini merupakan konsekwensi dari manivestasi politik. Bak kata pepatah, jangan bermain api jikalau takut terbakar.
Rindu kepemimpinan Soeharto :
Membanding kepemimpinan Soeharto dengan kepemimpinan presiden berikutnya setelah pasca kejatuhan Soeharto, Mulai dari BJ Habibi, Gusdur sampai kepada Mega Wati Sukarno Putri, Â Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan terakhir Joko Widodo sangatlah jauh berbeda.