Mohon tunggu...
Wild flower
Wild flower Mohon Tunggu... -

Tukang baca yang sedang berusaha merangkai kata.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Macet

8 Agustus 2016   12:30 Diperbarui: 8 Agustus 2016   12:38 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Siapa yang tak tahu, kalau lampu merah mengharuskan kita  berhenti
Tapi sering  ku terabas dia dengan paksa  meski “kadang” sedikit  terpaksa.
"Kadang" kataku, ini bila ada yang memepetku hingga ku terdesak dan berbohong,
Tapi sering juga  ku langgar dia, karena ketidaksabaranku menunggu, ada malas, dan tak perduli bermain disana.

Lalu jalan hidupku macet
Saat disiplin dan semangat, terjebak tak bisa jalan,
akibat ulahku membiarkan malas menyelong bebas,
lalu abai ikut-ikutan, tak perduli, mau menang sendiri, tak pikir panjang semua  berkonvoi  
meminta jalur prioritas, seperti  pejabat elite atau ambulan saja lagaknya.

Lalu rejekiku seret,
dengan segala keruwetan dari sikap mengemudiku yang ugal-ugalan. 

Juga keragu-raguan, kerisauan, ketidaktegasanku dalam mengambil sikap dan keputusan di perempatan jalan.
Lampu kuning sudah menghijau dan aku masih terdiam tak tahu hendak berbelok ke kiri atau ke kanan.

Macet, semerawut, kusut
Bukan karena rambu jalan tak berfungsi
Namun karena aku tak mematuhi hukumku sendiri

Kini aku menepi, mengatur lagi semua laju hati dan emosiku
Semoga kemacetan tak lagi menghambat, bila ku patuhi dia dengan penuh kesadaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun