Relevansi dalam Kehidupan Kita
Kutipan ini semakin terasa relevan di tengah dunia yang serba digital dan kompetitif. Akal yang cerdas, terbebas dari kebodohan, serta pendidikan yang memadai adalah syarat mutlak agar bangsa ini bisa bertahan dan maju.
Namun, realitasnya kita masih dihadapkan pada berbagai persoalan. Masih banyak anak-anak bangsa yang tidak mendapat akses pendidikan layak. Masih ada orang tua yang berpikir bahwa harta jauh lebih penting daripada pendidikan.Â
Masih banyak generasi muda yang kehilangan semangat belajar, terlena oleh kemudahan teknologi tanpa memanfaatkannya secara bijak. Omjay banyak belajar dari 4 kepala sekolah SMA Labschool Jakarta.Â
Mulai dari pak Arief Rachman, Ibu Ulya Latifah, Pak M Fakhrudin, dan pak Suparno. Mereka adalah para tokoh idola Omjay dalam bidang pendedekan. Berkat kepemimpinan mereka, banyak siswa berprestasi lahir dan mendunia.
Kita sering mendengar kasus putus sekolah karena keterbatasan ekonomi. Padahal jika pendidikan ditempatkan sebagai warisan utama, orang tua akan berjuang mati-matian agar anak-anaknya tetap bisa sekolah.
Di era globalisasi, perang bukan lagi soal senjata, tetapi soal ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa yang berilmu akan memimpin, sementara bangsa yang bodoh akan tertinggal. Maka tidak salah jika Ali Bin Abi Thalib menekankan pentingnya pendidikan sebagai warisan terbaik.
Peran Guru, Orang Tua, dan Masyarakat
Untuk menjadikan pendidikan sebagai warisan terbaik, semua pihak harus mengambil peran. Guru adalah garda terdepan yang menyalakan api pengetahuan. Orang tua adalah madrasah pertama yang menanamkan nilai-nilai.Â
Masyarakat dan pemerintah adalah penopang yang harus memastikan akses pendidikan terbuka untuk semua. Pemerintah harus serius menyiapkan anggaran pendidikan untuk generasi emas Indonesia di tahun 2045.