Seorang kawan lama bertanya kepada Omjay ketika wisuda S3 TP UNJ. Apakah warisan terbaik kamu? Omjay mikir sejenak, dan ketemulah jawabannya setelah diskusi dengan kecerdasan buatan atau AI. Inilah kisah Omjay kali ini di kompasiana tercinta.
Warisan Terbaik Adalah Pendidikan
"Tidak ada kekayaan yang lebih utama daripada akal, tidak ada keadaan yang paling menyedihkan daripada kebodohan, dan tidak ada warisan yang lebih baik daripada pendidikan."
(Ali Bin Abi Thalib)
Kata-kata bijak dari Ali Bin Abi Thalib ini melampaui zamannya. Meski diucapkan lebih dari seribu tahun yang lalu, pesan ini tetap relevan bahkan semakin mendesak di era modern sekarang.Â
Kalimat tersebut bukan hanya sebuah untaian indah, tetapi sebuah panduan hidup, pengingat tentang hakikat manusia, dan penegasan mengenai pentingnya pendidikan sebagai fondasi utama dalam membangun peradaban.
Akal adalah Kekayaan Paling Utama
Setiap manusia tentu mendambakan kekayaan. Namun, sering kali kekayaan dipersempit maknanya hanya pada harta benda misalnya: uang, rumah mewah, kendaraan, dan segala bentuk kepemilikan duniawi.Â
Sahabat Rasul Muhammad SAW, Ali Bin Abi Thalib dengan tegas menegaskan bahwa kekayaan yang paling utama bukanlah materi, melainkan akal. Manusia memiliki akal.
Mengapa akal disebut kekayaan? Karena dengan akal, manusia dapat mengelola, mencipta, dan melahirkan peradaban. Kekayaan materi bisa habis dalam sekejap, tetapi kekayaan akal akan terus hidup, bahkan setelah pemiliknya tiada.
Kita bisa melihat bagaimana para ilmuwan, ulama, dan pemikir besar meninggalkan warisan berupa gagasan, penemuan, dan ilmu pengetahuan. Akal mereka menjadi sumber kekayaan yang diwariskan kepada generasi setelahnya.
Bayangkan jika Thomas Alva Edison tidak menggunakan akalnya untuk mencari cahaya dari kegelapan, mungkin kita masih bergantung pada lampu minyak hingga hari ini.Â
Bayangkan jika Ibnu Sina tidak mengabadikan ilmu kedokterannya, mungkin dunia kesehatan tidak akan secepat ini berkembang. Kekayaan akal telah membuat manusia bisa bertahan, berkembang, dan menaklukkan tantangan zaman.
Kebodohan adalah Keadaan yang Paling Menyedihkan
Di sisi lain, kebodohan adalah musibah yang paling menyedihkan. Ia tidak hanya menjerumuskan individu, tetapi juga menghancurkan suatu bangsa.Â
Kebodohan membuat manusia mudah ditipu, diperdaya, dan diperbudak oleh hawa nafsu maupun orang lain. Kebodohan akhirnya melahirkan kemiskinan yang biasanya miskin ilmu, dan miskin harta.
Kebodohan bagaikan kegelapan. Orang yang hidup dalam kebodohan berjalan tanpa arah, mudah tersandung, bahkan bisa tersesat. Lebih dari itu, kebodohan melahirkan ketidakadilan, kemiskinan, dan keterbelakangan.
Sejarah telah mencatat bahwa bangsa yang terpuruk dalam kebodohan akan mudah dijajah. Bangsa Indonesia pernah merasakannya. Kita pernah dijajah oleh Belanda dan Jepang.
Selama lebih dari tiga abad, kita berada di bawah bayang-bayang penjajah. Salah satu penyebab utamanya adalah kebodohan yang ditanamkan oleh penjajah, dengan cara membatasi akses pendidikan bagi rakyat.Â
Hanya kalangan tertentu yang boleh mengenyam bangku sekolah, sementara rakyat jelata dibiarkan buta huruf. Saat iu banyak anak bangsa tidak sekolah, dan jumlah sarjana di Indonesia masih sangat sedikit.
Kebodohan juga bisa membuat seseorang meremehkan akhlak, menolak kebenaran, bahkan tega melakukan hal-hal yang merusak kemanusiaan. Maka, pantaslah jika Ali Bin Abi Thalib menyebut kebodohan sebagai keadaan yang paling menyedihkan.Â
Karena kebodohan bukan hanya soal tidak tahu, tetapi juga tentang tidak mau belajar dan enggan memperbaiki diri. Itulah yang dialami bangsa Indoensia sehingga kita berjuang merebut kemerdekaan.
Pendidikan adalah Warisan yang Paling Berharga
Bagian terakhir dari kutipan kisah Omjay kali ini sangat menyentuh hati: "Tidak ada warisan yang lebih baik daripada pendidikan."
Setiap orang tua tentu ingin meninggalkan warisan bagi anak-anaknya. Ada yang meninggalkan rumah, tanah, tabungan, atau bisnis keluarga. Semua itu memang bermanfaat, tetapi sifatnya sementara.Â
Harta bisa habis, tanah bisa dijual, bisnis bisa bangkrut. Namun pendidikan adalah warisan yang tidak pernah lekang oleh waktu. Oleh karena itu, mendiang orangtua Omjay menyekolahkan semua anaknya hingga sarjana.
Orang tua yang meninggalkan pendidikan sejatinya memberikan bekal yang akan membuat anak-anaknya mandiri, tangguh, dan mampu menghadapi berbagai tantangan.Â
Pendidikan bukan hanya membuka jalan menuju kehidupan yang lebih baik secara ekonomi, tetapi juga membentuk karakter, akhlak, dan cara pandang seseorang.
Kita bisa belajar dari kisah para tokoh besar. Nabi Muhammad SAW tidak meninggalkan harta melimpah bagi umatnya, tetapi meninggalkan ajaran, ilmu, dan teladan.Â
Para ulama besar, pahlawan nasional, hingga pendiri bangsa kita tidak meninggalkan istana megah atau harta berlimpah, melainkan warisan berupa gagasan, nilai perjuangan, dan semangat belajar.
Inilah warisan yang sejatinya lebih bernilai dari segalanya. Karena pendidikan akan mengangkat derajat manusia. Bahkan dalam Al-Qur'an ditegaskan, "Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11).
Relevansi dalam Kehidupan Kita
Kutipan ini semakin terasa relevan di tengah dunia yang serba digital dan kompetitif. Akal yang cerdas, terbebas dari kebodohan, serta pendidikan yang memadai adalah syarat mutlak agar bangsa ini bisa bertahan dan maju.
Namun, realitasnya kita masih dihadapkan pada berbagai persoalan. Masih banyak anak-anak bangsa yang tidak mendapat akses pendidikan layak. Masih ada orang tua yang berpikir bahwa harta jauh lebih penting daripada pendidikan.Â
Masih banyak generasi muda yang kehilangan semangat belajar, terlena oleh kemudahan teknologi tanpa memanfaatkannya secara bijak. Omjay banyak belajar dari 4 kepala sekolah SMA Labschool Jakarta.Â
Mulai dari pak Arief Rachman, Ibu Ulya Latifah, Pak M Fakhrudin, dan pak Suparno. Mereka adalah para tokoh idola Omjay dalam bidang pendedekan. Berkat kepemimpinan mereka, banyak siswa berprestasi lahir dan mendunia.
Kita sering mendengar kasus putus sekolah karena keterbatasan ekonomi. Padahal jika pendidikan ditempatkan sebagai warisan utama, orang tua akan berjuang mati-matian agar anak-anaknya tetap bisa sekolah.
Di era globalisasi, perang bukan lagi soal senjata, tetapi soal ilmu pengetahuan dan teknologi. Bangsa yang berilmu akan memimpin, sementara bangsa yang bodoh akan tertinggal. Maka tidak salah jika Ali Bin Abi Thalib menekankan pentingnya pendidikan sebagai warisan terbaik.
Peran Guru, Orang Tua, dan Masyarakat
Untuk menjadikan pendidikan sebagai warisan terbaik, semua pihak harus mengambil peran. Guru adalah garda terdepan yang menyalakan api pengetahuan. Orang tua adalah madrasah pertama yang menanamkan nilai-nilai.Â
Masyarakat dan pemerintah adalah penopang yang harus memastikan akses pendidikan terbuka untuk semua. Pemerintah harus serius menyiapkan anggaran pendidikan untuk generasi emas Indonesia di tahun 2045.
Seorang guru mungkin tidak bisa memberikan harta berlimpah kepada murid-muridnya, tetapi ia memberikan warisan yang tak ternilai: ilmu dan pengetahuan.Â
Begitu juga orang tua, meski tidak kaya raya, tetapi jika mampu memastikan anak-anaknya belajar dan bersekolah, maka ia telah memberikan warisan terbaik. Omjay bersyukur memiliki orangtua yang sangat memperhatikan pendidikan anaknya.
Masyarakat pun demikian, tidak boleh abai terhadap pentingnya pendidikan. Setiap anak yang terabaikan pendidikannya adalah kerugian bersama. Karena masa depan bangsa bukan hanya ditentukan oleh segelintir orang pintar, melainkan oleh kualitas pendidikan seluruh rakyatnya.
Penutup dan kesimpulan:
Pesan Ali Bin Abi Thalib adalah pengingat yang seharusnya terus kita pegang:
- Jangan mengukur kekayaan hanya dari materi, karena akal adalah harta paling utama.
- Jangan biarkan diri dan generasi kita jatuh dalam kebodohan, karena itu adalah keadaan paling menyedihkan.
- Jangan hanya sibuk mengumpulkan harta untuk diwariskan, tetapi pastikan pendidikanlah yang kita tinggalkan.
Jika kita mampu memaknai dan mengamalkan pesan bijak ini, maka bukan hanya kehidupan pribadi kita yang akan lebih baik, tetapi juga peradaban bangsa akan terangkat derajatnya.
Warisan terbaik bukanlah emas atau perhiasan, melainkan ilmu pengetahuan yang mengalir dari hati ke hati, dari generasi ke generasi. Karena dengan pendidikanlah, manusia bisa benar-benar merdeka.
Salam blogger persahabatan
Wijaya Kusumah - omjay
Guru blogger Indonesia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI