Prof. Dr. H. Fasli Jalal, Ph.D, mantan Wakil Menteri Pendidikan dan tokoh pendidikan nasional, turut memberikan apresiasi:
> "Saya mengikuti kiprah Prof. Unifah sejak lama. Ia adalah tokoh perempuan yang berhasil menyatukan aspek akademik, kebijakan, dan sosial dalam kepemimpinannya. PGRI beruntung dipimpin oleh figur seperti beliau yang konsisten memperjuangkan guru tanpa kompromi."
> "Dalam dunia pendidikan kita yang kadang penuh tarik-menarik kepentingan, sosok seperti Prof. Unifah adalah penyejuk. Ia tidak terjebak pada konflik personal, tapi fokus membangun organisasi yang kuat dan inklusif."
Komentar dari Prof. Fasli menunjukkan bahwa kepemimpinan Unifah bukan hanya dihargai secara internal oleh PGRI, tetapi juga diakui oleh para pengambil kebijakan dan pakar pendidikan nasional.
Perempuan yang Memimpin Tanpa Menindas
Menjadi perempuan di dunia organisasi yang kerap keras, penuh rivalitas, dan cenderung patriarkis bukanlah perkara mudah. Tapi Unifah memilih jalan yang tidak menyingkirkan, melainkan merangkul. Ia hadir sebagai pemimpin sekaligus pengasuh, tempat guru-guru merasa didengar, bukan diperintah.
Ia juga memperjuangkan hak-hak perempuan dalam dunia pendidikan---dari guru honorer perempuan yang sering termarjinalkan, hingga upaya pemberdayaan guru perempuan di daerah-daerah terluar. Ia membuktikan bahwa kelembutan bukan kelemahan, tapi kekuatan dalam berorganisasi.
Penutup: Pemimpin yang Dipilih oleh Hati, Diteguhkan oleh Hukum
Kini, Mahkamah Agung telah berbicara. Kemenangan hukum sudah resmi dikantongi. Namun yang paling penting: para guru telah sejak awal memilih dengan hati mereka. Dan hati itu telah lama berpihak kepada Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd.
Kemenangan ini bukan akhir, melainkan awal dari fase baru perjuangan PGRI. Organisasi ini bukan milik segelintir elite, tetapi milik jutaan guru dari berbagai latar belakang yang ingin pendidikan Indonesia maju dan bermartabat.
Di tengah era yang serba cepat dan penuh disrupsi, kita membutuhkan pemimpin yang tak hanya cerdas, tapi juga bijak. Pemimpin yang tak hanya mampu menggerakkan massa, tapi juga menyentuh nurani. Dan dalam diri Unifah Rosyidi, kita menemukan sosok itu.