Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

#SheCreatesChange dan Cerita Cinta 21 Perempuan Muda untuk Indonesia

11 Desember 2019   15:43 Diperbarui: 12 Desember 2019   18:07 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Kegiatan green camp ini berlangsung dari 24-28 Oktober 2019, dari pagi sampai malam hari. Kegiatannya padat dengan jadwal ketat sampai-sampai nggak ada waktu buat melipir main ke Taman Bunga Nusantara.

Kegiatan dimulai dengan sarapan pada pukul 7 pagi dan berakhir pukul 10 malam dengan ngemil makanan dan bersenda gurau gila-gilaan. Biasanya, setelah selesai sarapan aku keluyuran sendirian di halaman wisma yang luas.

Aku mencoba berkenalan dengan segala jenis tumbuhan yang menghuni wilayah ini. Aku bertemu pinus, karet kebo, cemara, jambu, kemuning, cempaka, kecombrang, kacapiring, dan yahhhhh sebagian besar pohon dan tanaman tak kuketahui namanya. 

Dalam momen inilah aku bertemu Pak Abidin, salah seorang pekerja di Saung Nini yang sudah bekerja sejak tahun 1980an. Pak Abidin bercerita banyak hal tentang Wisma Saung Nini dan bagaimana para pekerja membangun kesetiaan pada tempat ini.

Sangat terlihat jelas bahwa semua pekerja merawat dan menyayangi tempat ini sedemikian rupa sehingga tampak asri, sehat, bersih dan menyenangkan. Oh ya, Pak Abidin juga sejenak menjadi photographer pribadiku dong wkwkwkwk.


Melingkar, sebuah metode pembelajaran yang diadaptasi dari masyarakat adat di seluruh dunia. Photo: change.org Indonesia
Melingkar, sebuah metode pembelajaran yang diadaptasi dari masyarakat adat di seluruh dunia. Photo: change.org Indonesia

Setiap pagi, kami memulai kegiatan dengan sesi mindfulness dan sesi inilah yang membuat kami semua menangis. Tadinya kami semua terkesan kuat, berani, jagoan dan tahan banting tapi kok malah jadi cengeng dan lemah.

Sebenarnya sih, sesi mindfulness ini tidak dimaksudkan untuk mengorek luka lama, luka terpendam, luka masih basah atau luka yang aneh-aneh lainnya dalam diri kami para peserta. Melainkan salah satu cara agar kami, si manusia mampu melihat diri kami apa adanya sebagai manusia yang bisa lemah, sedih, putus asa, tapi sekaligus kuat, baik hati, pejuang dan jagoan. 

Di sesi ini aku melihat sosok-sosok yang sebelumnya kokoh mempertahankan benteng masing-masing agar terlihat kuat dan tak punya masalah justru hancur. Seakan-akan kita semua diharuskan meleburkan segala rasa agar tidak menyimpannya sebagai penyakit yang melukai jiwa dan pikiran. Kita boleh menunjukkan kelemahan diri, agar tahu cara menjadi kuat.

Pagi kami dimulai dengan keheningan, isak tangis, mata bengkak dan pipi yang basah oleh airmata. Kukira, kami semua sedang belajar mengenal diri kami yang paling dalam dan masalah-masalah yang coba kami selesaikan. Karena bagaimana mungkin seorang changemaker mampu menyelesaikan masalah sosial yang rumit jika belum mampu menolong dan mengadvokasi dirinya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun