Jiwa yang Lelah Karena Tidak Pernah Terlatih
Generasi stroberi dibesarkan dalam dunia yang terlalu cepat memanjakan. Segala sesuatu tersedia instan: makanan, hiburan, bahkan solusi. Jiwa mereka tidak ditempa oleh kesabaran dan proses. Akibatnya, ketika hidup menuntut ketahanan---mereka kehilangan pegangan.
Kelelahan emosional ini bukan karena beban berat, melainkan karena tidak terbiasa memikul beban. Mereka tidak siap untuk gagal, tidak terbiasa kecewa, tidak mampu menerima kenyataan pahit. Padahal, justru di sanalah kekuatan manusia tumbuh.
Bunuh Diri Karakter
Ada bentuk lain dari bunuh diri yang tak kalah berbahaya: bunuh diri karakter. Ketika seseorang memilih jalan pintas untuk terlihat berhasil---menyontek, memanipulasi, berpura-pura---ia sejatinya telah mematikan integritasnya. Di era serba citra ini, kejujuran sering dianggap lambat, dan keaslian tampak kuno.
Padahal, karakter adalah akar yang menopang pohon kehidupan. Tanpa akar, batang rapuh, daun kering, dan bunga tak pernah mekar. Generasi stroberi perlu disadarkan bahwa karakter kuat tak lahir dari kemudahan, melainkan dari perjuangan dan kesetiaan pada nilai.
Bunuh Diri Hati Nurani
Lebih sunyi lagi adalah bunuh diri hati nurani. Ketika seseorang berhenti peduli, berhenti merasa bersalah, berhenti mendengar suara kecil yang menegur di dalam hati---itulah kematian batin yang sesungguhnya.
Hidup di tengah arus pragmatisme membuat generasi muda mudah kehilangan arah moral. Demi diterima lingkungan, mereka rela menutup telinga terhadap nurani. Padahal, di sanalah kompas kehidupan bekerja. Bila nurani mati, maka manusia berjalan tanpa arah di gurun modernitas yang kering makna.
Over Protective: Kasih yang Menyandera
Tak sedikit orang tua yang, dengan niat melindungi, justru membuat anak kehilangan daya juang. Semua kesulitan disingkirkan, semua masalah diselesaikan oleh orang tua. Akibatnya, anak tumbuh tanpa otot jiwa.