Mohon tunggu...
Widodo Antonius
Widodo Antonius Mohon Tunggu... Guru SD Tarsisius Vireta Tangerang

Hobi membaca menulis dan bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Suara Nitizen untuk Satwa: Jeritan Digital Menolak Kepunahan

27 September 2025   11:12 Diperbarui: 27 September 2025   07:48 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Suara Nitizen ( Sumber: pixabay.com ) 

Secara umum, penyebab utama kepunahan satwa karismatik di Indonesia adalah deforestasi, perburuan ilegal, perdagangan satwa, konflik dengan manusia, serta fragmentasi habitat.

 

Kisah Pilu

Suatu ketika, seekor induk orang utan ditemukan mati di Kalimantan. Tubuhnya penuh luka bekas senjata tajam. Bayinya yang masih kecil digendong dalam kondisi lemah. Bayi itu kemudian diselamatkan oleh tim konservasi. Namun, berapa banyak bayi orang utan lain yang tidak terselamatkan?

Di Lampung, sekelompok gajah liar memasuki kebun singkong warga. Balasan manusia begitu kejam: gajah itu diracun hingga mati. Padahal, mereka hanya mencari makan di jalur jelajahnya yang dulu adalah hutan lebat.

Di Sumatera, harimau yang kelaparan kerap turun ke desa. Warga ketakutan, lalu menjerat atau menembaknya. Satwa yang seharusnya menjadi simbol kebanggaan bangsa, kini justru dianggap musuh.

Fakta Mencengangkan di Balik Kepunahan

  1. Populasi Harimau Sumatera kini diperkirakan hanya tersisa sekitar 400--600 ekor di alam liar.
  2. Gajah Sumatera kehilangan lebih dari 70% habitatnya dalam 25 tahun terakhir, dengan populasi hanya sekitar 2.400 ekor.
  3. Orang Utan Kalimantan menyusut hingga lebih dari 50% dalam 60 tahun terakhir, akibat deforestasi dan perburuan.
  4. Indonesia menempati peringkat tinggi dalam perdagangan satwa liar ilegal di Asia Tenggara.
  5. Jika tidak ada upaya serius, dalam beberapa dekade mendatang satwa-satwa ini hanya akan tinggal nama di buku pelajaran.

Perhatian bagi Para Penulis terhadap Kisah Pilu dan Fakta Kepunahan

Para penulis memiliki peran yang tidak kecil dalam menyuarakan krisis lingkungan dan kepunahan satwa karismatik. Kisah pilu tentang harimau yang diburu, gajah yang diracun, atau orang utan yang kehilangan hutan bukan sekadar data ilmiah---tetapi kisah kemanusiaan yang menyentuh hati.

  1. Mengubah Fakta Menjadi Narasi yang Menyentuh
    Data statistik sering kali terasa dingin. Di tangan penulis, angka-angka populasi satwa bisa dihidupkan menjadi cerita penuh emosi. Misalnya, alih-alih hanya menyebutkan "400 harimau tersisa", penulis bisa menggambarkan bagaimana seekor induk harimau berjuang menjaga anaknya di tengah hutan yang semakin sempit.
  2. Membangun Empati dan Kesadaran
    Dengan bahasa yang sederhana, indah, dan mengalir, penulis bisa membuat pembaca merasa dekat dengan nasib satwa liar. Empati ini penting agar masyarakat tidak hanya tahu, tetapi juga peduli dan bertindak.
  3. Menjadi Jembatan antara Sains dan Publik
    Penelitian ilmiah sering menggunakan istilah rumit. Tugas penulis adalah menyederhanakan dan membungkusnya menjadi bacaan yang mudah dipahami masyarakat umum, baik dalam bentuk artikel, cerpen, esai, atau bahkan puisi.
  4. Mengabadikan Kisah Sebelum Terlambat
    Jika kepunahan benar-benar terjadi, tulisan penulis akan menjadi jejak sejarah, pengingat bagi generasi mendatang bahwa manusia pernah lalai menjaga alam. Dengan demikian, tulisan bukan hanya karya, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap lupa.
  5. Menggugah Aksi Nyata
    Tulisan yang kuat dapat menggerakkan pembaca untuk mendukung kampanye pelestarian, ikut serta dalam kegiatan konservasi, atau sekadar lebih bijak dalam penggunaan produk yang berkaitan dengan deforestasi.

Singkatnya, perhatian penulis terhadap kisah pilu dan fakta kepunahan bukan hanya soal estetika bahasa, melainkan tanggung jawab moral. Dengan pena, penulis bisa menjadi suara bagi yang bisu, juru bicara bagi satwa yang tak mampu membela diri, sekaligus pengingat keras bagi manusia agar tidak terus mengulangi kesalahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun