Mohon tunggu...
Widodo Antonius
Widodo Antonius Mohon Tunggu... Guru SD Tarsisius Vireta Tangerang

Hobi membaca menulis dan bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mbok Ginah Menguji Karisma Pejabat Negeri

24 September 2025   11:20 Diperbarui: 24 September 2025   11:20 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi  Suasana Desa Mbok Ginah ( Sumber: pixabay.com ) 

"Banyak pemimpin negeri ini yang memanggil kami," bisik roh itu, suaranya berat bagai bergema dari dasar sumur. "Ada yang ingin kami beri karisma kepemimpinan. Ada yang ingin kami jadikan penguasa. Tetapi tak semua berjalan lurus. Ada yang bijak menggunakan kami untuk menuntun rakyatnya. Namun tak sedikit pula yang salah arah---rakus, menguras harta negeri, dan lupa akan janji."

Mbok Ginah mendengar dengan hati bergetar. Ia tahu, dunia roh dan dunia manusia tak pernah benar-benar terpisah. Mereka saling menembus, saling meminjam.

Namun yang paling mengerikan adalah pengakuan roh itu: jika seorang pemimpin lupa memberi aji kawibawan---sesaji kecil yang dijanjikan---maka roh prajurit akan murka. Lidah sang pemimpin bisa tergelincir, salah bicara di hadapan rakyat, bahkan kehilangan wibawa seketika.

Orang-orang desa hanya tahu Pak Wiro sering kerasukan. Mereka tak pernah paham apa yang sesungguhnya bersemayam di balik tubuhnya. Dan Mbok Ginah tak pernah menceritakan semuanya.

Ia hanya tersenyum samar ketika ditanya, seakan menyimpan rahasia besar.
Sebab bagi Mbok Ginah, ada hal-hal yang hanya layak diketahui segelintir orang.

Sepucuk Surat untuk Mbok Ginah

Suatu malam ketika angin bertiup dingin dari arah utara, Mbok Ginah terjaga dari tidurnya. Suara ketukan halus terdengar dari pintu kayu rumahnya. Tak ada seorang pun di luar ketika ia membuka, hanya selembar kertas lusuh yang tergeletak di atas dipan bambu di teras.

Tangan Mbok Ginah bergetar ketika mengambil kertas itu. Tulisan di atasnya bukan tinta biasa, melainkan goresan hitam pekat seperti jelaga kemenyan. Huruf-hurufnya tegak, kokoh, seperti ditulis dengan tangan seorang prajurit.

"Wahai Mbok Ginah, penjaga doa dan penenang jiwa. Aku prajurit Haryo Penangsang, yang terlempar dari medan perang berabad-abad silam. Tubuhku binasa, tetapi pasukan kami masih mengembara, kehilangan komando. Kami menumpang pada tubuh manusia agar bisa merasakan kembali detak kehidupan. Namun kami haus arah, haus kepemimpinan.

Kau telah memanggilku dengan doa dan lelaku. Maka kutitipkan rahasia ini: jangan biarkan sembarang pemimpin memanfaatkan kami untuk keserakahan. Jika salah langkah, bukan wibawa yang mereka dapat, melainkan kutuk kehancuran.

Ingatlah, roh prajurit tak mengenal waktu. Kami bisa mengangkat, bisa pula menjatuhkan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun