Yayi nyaris tersedak. "Apa?!"
"Tenang, profesional kok. Tapi untuk itu... aku butuh kamu jadi milikku. Sehari aja. Kontrak nikah. Nggak lebih, nggak kurang."
"Gila," gumam Yayi.
"Tapi menantang," lanjutnya sambil tersenyum kecil.
Dan begitulah, di bawah saksi kopi, pena, dan kertas tisu, terjadilah kontrak ganjil itu.
Malam yang Gagal
Mereka resmi "menikah" dengan selembar kertas bercap jempol. Bona menyiapkan kanvas dan lampu sorot di kamarnya. Yayi datang dengan gaun satin, ragu tapi juga penasaran. Tapi malam itu, Bona tak muncul.
"Katanya pelukis, katanya profesional," gerutu Yayi sambil memandangi kanvas kosong.
Jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Ia tertidur di sofa, kesal, kecewa, dan diam-diam... kehilangan rasa penasaran itu.
Pagi yang Tertunda
Sinar matahari menembus tirai jendela. Yayi menggeliat pelan. Tiba-tiba, sepasang tangan melingkar dari belakang. Suara lirih merayap lewat sela rambutnya.