Mohon tunggu...
Bambang Wibiono
Bambang Wibiono Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sarjana | Penulis Bebas | Pemerhati Sosial Politik

Alumnus Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pesimisme Pemberantasan Korupsi

28 Juni 2020   15:30 Diperbarui: 28 Juni 2020   20:46 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Instagram @official.kpk

Pentingnya Penegakan Hukum

Melihat kenyataan tersebut, kiranya aspek penegakan hukum menjadi solusi untuk mengembalikan kepercayaan publik pada upaya pemberantasan korupsi. Namun ada sedikit pertentangan antara aspek penegakan hukum dan nilai filosofi hukum yang dianut Indonesia.

Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi hukum. Hal ini tertulis dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen ke-3 yang menyebutkan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. 

Dengan demikian, Indonesia adalah negara yang menghendaki hukum sebagai alat untuk mengendalikan tingkah laku manusia untuk terselenggaranya suatu keteraturan dan keseimbangan hubungan di antara masyarakat serta kepentingan-kepentingan yang akan timbul agar tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat.

Di lain pihak, filosofi hukum nasional lebih mengedepankan prinsip equality before the law yang mengakomodir penegakan hukum dan juga hak asasi manusia. Hukuman pidana yang dijatuhkan berpedoman pada semangat prinsip pembinaan sehingga beranggapan dan ada harapan akan ada perbaikan perilaku bagi terpidana. Atas alasan ini, maka hakim cenderung memvonis dengan hukuman lebih ringan dari dakwaan yang dituntutkan. 

Karena itulah, hukuman seumur hidup, apalagi hukuman mati sangat dihindari. Begitupun dengan terpidana korupsi. Padahal sudah banyak keinginan masyarakat yang menghendaki hukuman mati bagi pelaku korupsi. Sudahlah hukumannya cenderung dianggap ringan, masih berkesempatan mendapatkan remisi, grasi, amnesti, dan abolisi pula. 

Ini berimplikasi juga pada sistem pemasyarakatan sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Oleh karena itu pula tempat penahanan tidak dinamakan penjara, tetapi lebih memilih istilah Lembaga Pemasyarakatan.

Mengingat korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), yang menggurita, terstruktur dan terorganisir, sepatutnya putusan-putusan hukum bagi tindak pidana korupsi lebih mengedepankan efek jera. Langkah ini sekaligus untuk memutus rantai korupsi. 

Bayangkan saja, seandainya hukuman mati diterapkan untuk pelaku korupsi besar tentu akan membuat ciut nyali pelaku lain. Atau mungkin setidaknya hukuman seumur hidup. Bisa juga tanpa hukuman mati, tetapi diganti hukuman penjara sekian tahun dan juga dengan potong tangan. Tentu akan ada efek jera.

Dengan pemberian hukuman yang berat, harapannya pelaku lain atau setidaknya orang yang memiliki niatan untuk berlaku korupsi menjadi gentar dan mengurungkan niatnya. Dengan demikian, asas keadilan, efek jera dan pencegahan tindak pidana bisa terpenuhi sekaligus.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun