Mohon tunggu...
Wiatmo Nugroho
Wiatmo Nugroho Mohon Tunggu... -

hamemayu hayuning Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kronik Padang Rumput

3 Agustus 2018   09:11 Diperbarui: 6 Agustus 2018   19:10 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Siapa?" tanyanya sendiri.

Sunyi. Halilintar pergi, bahkan mati. Ketakutannya mengatakan hanya kematian yang bisa merebut tawa itu menjadi sunyi ini. Lemah, takut, kalah menyergapnya lagi seperti di sumur perguruan itu.

"Diam-diamlah di sini. Sampai fajar tiba." Ia ingat kata-kata Kakang Aji, kakaknya. Ia diamkan diri, menunggu fajar mengalahkan bulan purnama.

"Sumur ini aman. Diamlah di sini. Kebakaran hanya di rumah-rumah. Ingat, diam saja sampai fajar. Aku akan membantu Ki Ageng."

Sunyi di sumur itu, ramai di kampung terdengar jelas. Bengis api bergemeretak merubuhkan gubuk dan perguruan. Jeritan saling memburu, anak-anak, wanita, gadis-gadis, pemuda-pemuda murid perguruan mengaduh, mengampun tak bisa melawan, menangis dan memohon tanpa daya, sebelum tangis itu pun berhenti. 

Teriak kepahlawanan murid-murid perguruan menjadi lolongan kematian. Yang diketahuinya Gagak Hitam dari Selatan menyerbu dan mereka mencari musuhnya sampai semua mati. Ditariknya kemben menutup pinggangnya yang merasakan dingin malam. Hingga derap kuda-kuda saling memburu membawa teriakan kemenangan, meninggalkan kesunyian, kesendirian.

"Ki Ageng, Kakang Aji, di mana?"  ia hanya menggumam saja.

Fajar begitu lambat tak juga segera menjemput. Diliriknya purnama seperti emas menggantung di langit. Setetes air jatuh di tangannya, meleleh dari matanya.

Kejadian sumur seperti berulang, padang rumput yang menggelorakan sunyi, emas purnama yang meneriakkan sepi.

Hingga fajar datang. Ditariknya kemben menutupi pinggang yang ditimpa hangat fajar. Padang rumput telah hilang, juga kegelapan dan kengerian semalam. Dan yang dilihatnya kini hanya berupa padang yang lapang dikelilingi pohon hutan yang jauh di sisi-sisinya, begitu segar, luas pandang. 

Di mana hangat tadi malam? Apakah hanya mimpi? Ia merasakannya, dari mana? Purnama? Fajar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun