Mohon tunggu...
Weny Rachma
Weny Rachma Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Yogyakarta

Sebuah pengetahuan akan pudar jika tak kau tuangkan dalam tulisan. Maka, menulislah sampai kau tiada tulisan tetap merdeka

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kenali Aku

8 September 2019   07:00 Diperbarui: 8 September 2019   07:08 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matanya terus menunduk ke bawah, hatinya merasa sesak, padahal berpisah sementara dengan keluarga bukan pertama kalinya untuk Syifa. Nuansa pesantren tercium kental, melihat para santrinya yang keluar masuk gerbang. Pintu masuk tertulis besar "ahlanwasahlan".

Sarah dan Herman dibangunkan sesampai depan pesantren. Mengurus pendaftaran dilakukan bapak di ruang kantor. Syifa, ibu beserta adiknya menunggu di sebuah aula yang memang dipersiapkan untuk para tamu yang datang. Syifa masih saja diam, lidahnya menjadi kelu. 

Pandangan ibu terhadap Syifa tak seperti biasanya. Syifa tau kedua mata ibu berbinar, ia tetap saja merunduk. Ia tak ingin sesekali menoleh air matanya akan mengalir.

Dari arah Selatan terlihat bapak jalan mendekat. Bapak memanggil Syifa untuk melakukan test penjajagan guna sebagai persyaratan pendaftaran. Butuh waktu setegah jam untuk menyelasaikannya. Hati Syifa kembali sesak, dalam hitungan menit kedua orangtuanya akan meninggalkannya. 

Dengan spontan ibu memeluk Syifa erat, usai melihat Syifa keluar dari ruang test. Kali ini air matanya benar-benar tak bisa ditahan. Bukan hanya Syifa saja, ibu dan juga Sarah melakukan hal yang sama. Suasananya menjadi haru, bapak hanya melihat dengan raut wajah datar.

"Syifa.. bapak sama ibu, bangga sama Syifa" ucap ibu seraya menghapus air mata Syifa.

"Kak Syifa jangan nangis ya. Kapan-kapan Herman sama kak Sarah dan juga bapak, ibu bakal sering-sering jenguk kakak" sahut Herman dengan polosnya. 

Air mata Syifa terus menangis meski sudah berulang-ulang diusap. Ibu mencium Syifa berulang-ulang. Sarah memeluknya erat terlihat ia tak ingin jauh dari kakaknya.

Perlahan mobil tak terlihat dari arah berdiri Syifa. Air matanya diusap berkali-kali hingga menghilangkan bekas meski hati masih terasa sesak. 

Syifa disambut ramah dengan teman barunya, ia pun mulai memperkenalkan diri dan beradaptasi dengan lainnya. Sebisa mungkin ia tersenyum, mungkin dengan bercanda akan sedikit meredahkan kenyataan yang ia terima saat ini.

"Namanya siapa? Dari mana asalnya?" tanya seorang wanita sebayanya, seraya mengelurkan tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun