Empat tahun yang lalu, teman saya mendapat keajaiban. Yang tidak disangka-sangka. Entah bagaimana caranya, dia tidak jadi dijodohkan. Dengan sepupunya. Yang sudah direncanakan sejak umurnya baru 9 tahun.
Saya cuma geleng-geleng kepala. Tidak percaya. Akan keberuntungannya. Juga keberaniannya.
Karena persoalannya cukup rumit. Menyangkut adat. Dan gengsi. Yang hampir tidak mungkin dibatalkan.
Karena janji terlanjur dibuat. Kata tunangan sudah disepakati kedua keluarga.
Melanggar janji sama saja memutus hubungan keluarga. Dengan bibinya. Pamannya. Sepupunya. Bahkan keluarga besarnya.
Yang setiap lebaran, dia dan keluarganya selalu menginap di rumah bibinya. Yang juga rumah tunangannya itu. Karena di rumah itulah keluarga besarnya kumpul.
Teman saya itu bernama: Adi. Dan dia melawan. Tidak ingin dijodohkan. Semua cara coba Adi lakukan.
"Aku sampai sayang-sayangan sama pacarku. Di telepon. Di depan bibiku. Calon mertuaku itu.", kenang Adi.
Saya tanya: terus tanggapan bibimu?
"Cuma senyum-senyum. Sambil guyon sama Ibukku, bilang: Itu lho anakmu. Lagi seneng-senengnya pacaran. Hahaha", jawab Adi sambil meniru tawa bibinya.