Keteguhan hati adalah kemampuan untuk bertahan dalam memperjuangkan apa yang benar, meskipun menghadapi tantangan besar. Gandhi menyebutnya sebagai "Satyagraha" (teguh pada kebenaran).
Internalisasi Batin Gandhi melalui Ahimsa
Ahimsa, yang berarti tidak menyakiti atau tanpa kekerasan, adalah salah satu nilai inti dari filosofi hidup Mahatma Gandhi. Konsep ini tidak hanya mencakup tindakan fisik tetapi juga pikiran dan kata-kata, menuntut pengendalian diri yang mendalam terhadap semua bentuk kekerasan.
1. Ahimsa
Kata "Ahimsa" berasal dari bahasa Sanskerta "A" yang berarti "tidak" dan "Himsa" yang berarti "menyakiti" atau "membunuh". Jika diartikan secara harfiah, maka ahimsa berarti tidak menyakiti atau menghindari tindakan yang menyakiti makhluk lain. Ahimsa melibatkan komitmen untuk menghormati kehidupan dalam segala bentuknya, baik manusia, hewan, maupun alam. Gandhi menganggap Ahimsa sebagai prinsip universal yang tidak hanya diterapkan dalam hubungan antarmanusia tetapi juga dalam sikap terhadap lingkungan dan makhluk hidup lainnya.
2. Ahimsa dalam Panca Yama Bratha
Ahimsa adalah bagian dari Panca Yama Bratha, yang merupakan lima pengendalian diri dalam ajaran etika Hindu. Kelima prinsip ini adalah pedoman moral untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan bermakna:
- Ahimsa: Tidak menyakiti makhluk hidup dalam pikiran, perkataan, atau perbuatan.
- Brahmacari: Hidup dengan kesucian, mengendalikan hasrat seksual, dan berfokus pada tujuan spiritual.
- Satya: Berbicara dan bertindak berdasarkan kebenaran.
- Awyawaharika: Tidak melakukan tindakan yang menyakiti atau mencelakakan orang lain melalui tindakan sosial atau hubungan.
- Astenya: Tidak mencuri atau mengambil sesuatu yang bukan haknya.
3. Konflik Kekerasan dan Sad Ripu
Sad Ripu adalah enam musuh dalam diri manusia yang sering menjadi penyebab konflik kekerasan, baik internal maupun eksternal:
- Kama (keinginan/nafsu): Nafsu atau keinginan yang tidak terkendali dapat mendorong seseorang untuk mengambil tindakan tidak bermoral.
- Krodha (kemarahan): Kemarahan yang tidak terkontrol sering menjadi pemicu kekerasan verbal maupun fisik.
- Lobha (keserakahan): Keserakahan mendorong individu untuk menyakiti orang lain demi mendapatkan keuntungan pribadi.
- Moha (kebingungan/kemelekatan): Kebingungan atau keterikatan berlebihan terhadap hal-hal duniawi dapat membuat seseorang lupa akan nilai-nilai moral.
- Mada (kemabukan/keangkuhan): Kesombongan dan keangkuhan sering menjadi akar dari perilaku yang menyakiti orang lain.
- Matsarya (iri hati): Iri hati terhadap kesuksesan atau kebahagiaan orang lain dapat memicu kebencian dan tindakan destruktif.