Mohon tunggu...
Wawan Hermawan
Wawan Hermawan Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, Blogger

Hobi jalan-jalan, membaca, menulis dan membahagiakan orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hatiku Ditawan Senyuman

14 April 2024   15:28 Diperbarui: 14 April 2024   15:40 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Abang tahu gak nama korban ini siapa?", lanjut dokter Husni bertanya padaku, "enggak dok" jawabku. Coba cek identitasnya, bu mohon izin ya dokter Husni bicara pada pasien, saya akan periksa dulu identitas ibu, bibirnya tergerak dan bisa diterka jawabnya "ia dok", pelan.  

Lalu dokter Husni memerintahkan ke perawat yang lain dan mereka sigap membuka dompet kecil yang berada didalam tasnya, lalu dibuka perlahan untuk mencari identitas korban, di loket terdapat beberapa kartu, namun pencarian waktu itu hanya Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja, berada dalam deret kartu-kartu yang lain ketemulah Kartu Tanda Penduduk KTP pasien ini, dan tertulis dengan jelas nama dikartu itu.

  • Nama                                          : Ni Wayan Novia
  • Tempat tanggal lahir          : Bali, 30 Maret 1997
  • Jenis kelamin                          : Wanita
  • Alamat                                      : Jln. Erlangga  Rt. 01/08
  •                                                       Kecamatan Gianyar Kab. Gianyar
  • Agama                                       : -
  • Status perkawinan              : Belum Kawin
  • Pekerjaan                               : PNS
  • Kewarganegaraan              : WNI
  • Berlaku Hingga                     : Seumur Hidup

@@@

Saya ingin sekali memberi kabar soal Novia kekeluarganya, namun harus ke siapa karena tak punya kontak yang bisa di hubungi, ternyata pihak RSUD Sentosa sudah menghubungi keluarga Novia lebih awal dan menyampaikan berita bahwa Novia sekarang sedang dirawat dan dokter telah memberikan perawatan yang intensif dan maksimal.   

Tak lama berselang keluarga Novia datang menjenguk ke RSUD Sentosa, tentu mereka bertanya ke dokter dan perawat perihal kejadian yang menimpa anaknya. Melihat didalam ruang Perawatan ada saya yang sedang duduk dikursi di pinggir tempat berbaring Novia, ibunya terlihat panik dengan mata memerah dan langsung bicara dengan nada tinggi, tanpa bertanya sebelumnya atau konfirmasi "kamu apakan anak saya?" belum sempat saya jawab, "kamu harus tanggung jawab, kalau ada apa-apa dengan Novia saya tak segan akan menunutut bahkan memenjarakan kamu", tidak hanya itu caci maki pun begitu deras mengalir dari bibirnya. saya tak  mampu menjawab semua cacian itu, di diamkan saja, "sudah capek nolongin anaknya dapat damprat lagi", bukanya terimakasih, gumam hatiku, ya sudahlah.

"Kamu kan pelakunya?" desak ibunya Novia padaku seolah belum puas, tak terima anaknya menderita, dan menyangka bahwa saya penyebab dari semua kecelakaan itu, memang ibu mana sih yang tega melihat anak kesayangnya berbaring kaku dirumah sakit dan kejadian itu bagai petir di siang bolong bagi orangtuanya.

Saya yang mereka anggap sebagai pelaku dari kecelakan yang menimpa Novia, menarik nafas lalu membuangnya secara perlahan menenangkan hati dan pikiran mencoba tetap tenang menguasai keadaan agar tak terbawa suasana panas penuh luapan lahar emosi, dalam diam kususun kata dengan teliti agar menjadi kalimat yang enak dikonsumsi dan tak terjadi salah paham, semuanya saya sampaikan perihal kejadian itu dari A sampai Z.

"ahh, kamu jangan berkelit", timpalnya, dengan mata mendelik, saya tetap tak percaya, ibunya tak terima bahkan semakin memuncak amarahnya, belum bisa menerima keadaan ini, "harus apa lagi yang saya sampaikan bu, sudah bicara apa adanya dan memang itu nyatanya tak dilebihkan dan kurangi", tandas saya meyakinkan.

"Ah, pokoknya saya tak terima dengan kejadian ini", kamu harus tanggung jawab, tetap saja orangtua Novia bersikukuh menyalahkan diri saya dan ingin melaporkan saya ke polisi. "Ya silahkan, kalau ibu masih tak percaya dan belum puas", jawab saya sedikit menantang.

@@@ 

Dikantor dihadapan polisi saya tak bisa bicara banyak apalagi punya kesempatan membela diri, hanya terdiam mengikuti alur yang seakan ikut menghakimi pula, "bicara pun saya pikir tak akan ada gunanya", nafas ini semakin sesak. Membisu saja dalam situasi terpojokan itu sesekali saya menarik napas panjang, waktu di BAP terus saja berjalan, bagi saya waktu terasa lamban, ingin cepat-cepat kelar dari segala masalah yang sedang menimpa.  Saya sudah pasrah dengan keadaan sekalipun argument telah di sampaikan tetap dibantahkan oleh keluarga Novia, dan saya seakan bersalah di mata mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun