Jika realitas mengajarkan bahwa keberhasilan datang dari manuver yang tidak etis, maka itu menjadi pelajaran moral yang dianut, meskipun hati nurani menolaknya.
Apakah Buku Teks Gagal di Mata Generasi Muda?
Dilema ini semakin akut karena realitas masalah global yang tidak terhindarkan. Isu-isu seperti korupsi sistemik, krisis iklim yang diabaikan, atau konflik politik, genosida, yang dipicu oleh kepentingan, semua diekspos secara masif dan instan melalui berbagai media.
Kegagalan Buku Teks adalah karena seringkali tidak menawarkan solusi etis untuk menghadapi realitas politik yang penuh abu-abu. Generasi muda tidak hanya mengamati, tetapi juga menjadi korban langsung dari pilihan buruk para pemimpin.
Dampak lingkungan, para pemimpin membaca dan menandatangani fakta lingkungan, tetapi realitas menunjukkan deindustrialisasi yang merusak, membuat Gen Z mempertanyakan validitas setiap komitmen yang diberikan.
Integritas institusional, saat lembaga penegak hukum yang seharusnya menjunjung tinggi jalan moral terlibat dalam skandal, ini mengajarkan generasi muda bahwa etika adalah komoditas yang bisa diperdagangkan.
Inkonsistensi ini menciptakan rasa lelah dan sinisme politik. Bagi mereka, kepemimpinan bukan lagi panggilan mulia, melainkan serangkaian pilihan yang harus diamati dengan penuh curiga.
Pilihan Jalan Moral Otentik
Pernyataan Presiden Prabowo adalah seruan hakikat kepemimpinan. Agar generasi muda dapat belajar dengan benar, jalan moral harus ditunjukkan seorang pemimpin melalui pilihan yang kongruen dengan nilai-nilai yang diklaim.
Kepemimpinan otentik seperti yang dikembangkan oleh Robert J. Luthans menekankan perlunya kongruensi antara nilai-nilai internal seorang pemimpin dengan tindakan yang mereka lakukan.
Tindakan nyata adalah konfirmasi etika, hanya ketika pilihan pemimpin (misalnya, menolak suap) konsisten dengan nilai yang mereka ucapkan (kejujuran) barulah generasi muda dapat belajar bahwa integritas itu tidak hanya ideal, tetapi juga mungkin.