Bisnis keluarga seringkali dipandang sebagai perwujudan ideal harmonisasi sebuah keluarga besar, di mana nilai-nilai kekeluargaan dan ambisi profesional bersatu membentuk sebuah warisan yang kuat.Â
Namun, di balik gambaran harmonis tersebut, tersimpan sebuah realitas yang tak jarang menjadi ujian terberat: pusaran konflik internal dalam bisnis.
Perbedaan visi misi, isu kepemimpinan, pembagian keuntungan, hingga masalah suksesi generasi dapat memicu ketegangan yang jika tak ditangani, akan berpotensi menghancurkan tidak hanya kelangsungan usaha, tetapi juga keutuhan hubungan antar anggota keluarga besar ini.
Bisnis Keluarga dan Potensi Konflik
Bisnis keluarga merupakan fenomena menarik perhatian dalam dunia bisnis karena memiliki karakteristik adanya campur tangan anggota keluarga, adanya kekuatan emosi, dan kepemimpinan yang sering ambigu.
Adanya keterlibatan anggota keluarga, lingkungan, tingkat keandalan anggota keluarga, adanya ikatan emosi, kurang jelasnya jabatan didalamnya menjadi karakteristik pada sebuah bisnis keluarga (Gunawan).
Ada penelitian menunjukkan hanya 3% bisnis keluarga yang berhasil bertahan hingga lebih dari tiga generasi. Hal ini terutama disebabkan karena generasi berikutnya hanya mengambil alih bisnis tanpa memperkenalkan ide-ide inovatif.Â
Menurut Wardhana bisnis keluarga memiliki karakteristik hubungan yang erat antara bisnis, kepemilikan bisnis dan aset keluarga. Situasi ini menunjukkan bahwa aset keluarga dalam bisnis berada di bawah kendali keluarga.
Bisnis keluarga juga menghadapi tantangan yang lebih sulit dalam hal mempertahankan bisnis, transisi dan konsistensi antar generasi juga memicu potensi konflik yang cukup besar.
Menjalankan bisnis keluarga bukanlah hal yang mudah. Perbedaan motivasi di antara para anggota keluarga dalam mengelola bisnis dapat mempersulit proses tersebut.
Konflik dalam Bisnis Keluarga
Selayaknya perusahaan umum, bisnis dalam keluarga juga tidak terlepas dari potensi konflik. Meskipun terikat keluarga yang memiliki ikatan emosional lebih kuat, perbedaan ide, pandangan, argumentasi, persepsi, dan pendapat yang berlawanan tidak bisa terelakkan.
a. Konflik antara kepentingan bisnis dan keluarga
Perbedaan nilai-nilai keluarga dan bisnis seringkali menjadi sumber konflik. Nilai dalam keluarga memiliki karakter inward looking (melihat ke dalam), keputusan yang didasrkan pada emosi, serta penerimaan tanpa syarat dari anggota keluarga yang lain.
Sementara nilai bisnis bersifat outward looking (melihat ke luar). Ikatan kerja bersifat komitmen dan kinerja. Sistem dan model bisnis harus mengikuti perkembangan jaman dan perusahan keinginan pasar sehingga sifatnya adaptif dan reaktif.
b. Konflik antar anggota keluarga
Konflik dalam bisnis keluarga dapat berupa konflik tujuan, gaya hidup dan kerja, kendali perusahaan, dan leaving the nest (meninggalkan rumah).
Gaya hidup dan kerja berubah sepanjang waktu dan berbeda antara satu orang dengan orang lainnya, sehingga berpotensi menimbulkan konflik dalam keluarga. Konflik juga dapat dipicu oleh keengganan mengalihkan kendali perusahaan ke generasi penerus dari pendiri atau pemilik
c. Konflik antar keluarga dan karyawan
Karyawan yang merupakan bagian keluarga menjadi potensi konflik biasanya terletak pada profesionalitas dan kepercayaan, miskomunikasi, gaya kepemimpinan, struktur organisasi dan sistem bisnis sering menjadi sumber masalah.
Karyawan dituntut bekerja dengan komitmen tinggi dan profesionalitas agar menumbuhkan trust (kepercayaan) kepada pemilik atau pendiri perusahaan.
Dampak Konflik Bisnis Keluarga
Jika dilihat secara positif bahwa konflik yang terjadi akan memunculkan permasalahan nyata. Aspek mana yang terlihat masalahnya. Semua individu juga akan terlihat adaptasi pada kenyataan yang ada, terlihat apakah mereka akan memajukan bisnis atau menghancurkannya.
Sudah tentu dampak negatifnya akan lebih besar, produktivitas menurun, kepercayaan berkurang bahkan hilang, terbentuk kubu, kelelahan mental dan fisik, terbaginya perhatian, timbul masalah moral, dan hilangnya sinergi dalam perusahaan.
Kedua belah pihak cenderung menghadapi konflik dengan strategi penghindaran (avoidance), namun cara ini sangat tidak efektif dan tidak menyelesaikan akar dari konflik tersebut yang mengakibatkan konflik semakin berlarut-larut.
Suksesi Bisnis keluarga
Dalam perusahaan keluarga, yang diutamakan adalah perusahaan dapat berkembang dan hubungan yang baik antar anggota keluarga dapat beriring sejajar memperoleh sukses bersama.Â
Dalam merencanakan suksesi diperlukan pendekatan terstruktur dalam merencanakan kepemimpinan bisnis keluarga kedepannya. Suksesi dilakukan untuk menghindari terjadinya konflik disaat bisnis keluarga ditinggalkan oleh pendiri atau pemilik.
Prayogo menyebutkan perencanaan suksesi meliputi inisiatif pendahulu dalam memulai suksesi, kemampuan generasi penerus akan melanjutkan bisnis keluarga, dan kepercayaan seluruh anggota keluarga untuk menjaga keberlanjutan bisnis.
Kemampuan tanpa latihan dan pengalaman akan berpengaruh dalam mempertahankan bisnis keluarga. Penerus berkewajiban mempertahankan bisnis dengan lebih meningkat lagi dari sebelumnya. Mempertahankan kadang lebih sulit dibanding memulai. Disini lah perlunya persiapan suksesi yang baik dalam bisnis keluarga.
Banyak perusahaan keluarga yang gagal bertahan saat dikelola oleh generasi penerus terutama generasi ketiga (Julitaet). Dibeberapa contoh kasus, saat penerus tidak mencapai kata sepakat dalam pengelolaan.Â
Pemilik sebelumya mengatakan bahwa keputusan pengelolaan sudah dilakukan saat generasi kedua, namun seiring berjalannya waktu perpecahan muncul.
Perpecahan ini memicu persaingan yang mungkin dalam segmen pasar yang sama, dengan pola manajemen yang sama dan dengan supplier yang sama.
Seni Bertahan Bisnis Keluarga
1. Manajemen Konflik
Manajemen konflik diperlukan untuk melacak berbagai faktor penyebab konflik. Manajemen konflik harus dilakukan sejak konflik pertama kali muncul dalam perusahan. Sebagai tindakan konstruktif yang direncanakan, diorganisasikan, digerakkan, dan dievaluasi secara teratur atas semua usaha demi mengakhiri konflik.
2. Strategi Mengelola Konflik
Susanto mengemukakan dalam mengelola konflik perusahaan dapat memilahnya menjadi 5 strategi utama yaitu persaingan, penghindaran (avoidance), kolaborasi, kompromi, dan akomodasi.
Strategi yang paling ideal adalah strategi kompromi dimana merupakan strategi penanganan konflik yang efektif dari sisi penyelesaian tugas (task oriented), maupun dalam menjaga dan meningkatkan hubungan interpersonal maupun sosial (relationorinted).
Strategi kolaborasi dan kompromi merupakan strategi terbaik karena merupakan win-win solution bagi kedua belah pihak yang sedang konflik.
3. Penyelesaian Konflik
Astrachan mengklasifikasikan mekanisme penyelesaian konflik menjadi dua kategori: sukarela dan tidak sukarela.
Secara sukarela, konflik dapat diselesaikan melalui arbitrase (penyerahan perselisihan kepada konsultan), kesepakatan tertulis formal (settlement agreement), pemisahan bisnis (business spin-offs), pembelian saham dari pemegang saham yang tidak sepakat (buy-out of dissenting shareholder), atau penjualan bisnis kepada pihak ketiga.
Sementara itu, penyelesaian konflik secara tidak sukarela dapat ditempuh melalui jalur pengadilan (court-ordered solution) atau pemaksaan pembelian saham dari pemilik lain (buy-out)Â (Laurence).
4. Strategi Bertahan
Untuk mempertahankan dan bersaing dalam bisnis maka diperlukan strategi. Strategi ini terdiri menjadi strategi pada Faktor Internal dan Faktor Eksternal Usaha.
Strategi internal
- Manajemen keuangan, prioritas keuangan adalah untuk jalannya operasional bisnis.
- Manajemen pemasaran. memanfaatkan media internet agar lebih dekat dengan konsumen. Untuk keberlangsungan usaha, promosi dalam mendukung penjualan terus ditingkatkan, guna mempertahankan pelanggan lama dan menarik pelanggan baru.
- Manajemen produksi dan operasional
- Manajemen sumber daya manusia. Karyawan memiliki tugas yang kurang lebih sama dan hampir semua pekerja memiliki hubungan keluarga, sehingga tidak memiliki deskripsi pekerjaan secara spesifik.
Strategi Eksternal
- Mengatasi ncaman dari pesaing baru (Threat of New Entrants)
- Kekuatan Tawar Menawar Pemasok
Apabila konflik dalam perusahaan keluarga semakin memburuk maka diperlukan peran konsultan untuk menengahi dan bersama-sama mencari jalan dan solusi terbaik secara profesional.
Dibutuhkan pula room for improvement bagi komunikasi dan pembaharuan kompetensi secara terbuka anggota keluarga dalam memimpin perusahaan. Menurut Astrachan, konflik muncul dari cinta dan kepedulian antara anggota keluarga satu dengan yang lainnya.
Konflik dapat diredam dengan cara memperbanyak waktu keluarga atau pertemuan keluarga (family meetings) dengan mindset ini adalah keluarga, yang khusus membahas kondisi dan masa depan perusahaan maka diharapkan bisa menyelerasaskan visi misi keluarga daalm bisnis.
Elit keluarga narasumber  diharapkan dapat mempelopori hubungan baik dan pemikiran yang sepaham tentang menjalankan usaha bersama keluarga besar tersebut.
Dalam mengelola bisnis juga diperlukan kejujuran semua komponen, termasuk mengenai masalah yang timbul, harapan dan rencana untuk masa depan bisnis keluarga yang lebih berkembang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI