Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Penacinta

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Investasi Personal Branding: Diakui, Bukan Mengakui

25 Juni 2025   20:40 Diperbarui: 25 Juni 2025   20:40 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Investasi Personal Branding: Diakui, Bukan Mengakui (Ilustrasi: Freepic)

Narasi tentang personal branding jadi salah satu narasi seksi didalam persaingan saat ini. Menciptakan ketenaran diri dengan berbagai upaya yang terkadang tidak linear dengan fakta sesungguhnya darikita sendiri.

Di era digital, media sosial jadi salah satu media penting bagaimana seseorang membangun citra dirinya, ingin populer, banyak pengikuti, like seolah menunjukkan kepopulerannya. Berapa banyak teman asli yang mengenal kita secara langsung dibanding ribuan teman maya yang mungkin hanya melihat foto profil dan statusnya tanpa mengenal sesungguhnya diri kita.

Kondisi tersebut belum tentu memberi dampak langsung pada kemajuan dirinya. Sementara orang-orang disekitar terkesan diabaikan, dianggap tidak penting dan seterusnya. Menciptakan personal branding memang bagus dan mutlak dibutuhkan untuk memberikan citra positif diri kita dimata orang lain. Namun personal branding seperti apa yang dibutuhkan agar citra ini benar-benar memberi nilai tinggi pada diri dan lingungan.

Tulisan ini bercerita tentang bagian dari diri saya sendiri, bagaiman berjuang mengangkat diri dari keterpurukan karier yang pernah dialami. Proses panjang yang saat ini masih berjuang. Personal branding ini tentu sesuai kapasitas yang dimiliki, bukan standar tinggi, tokoh populer atau sejenisnya. 

Esensinya adalah bagaimana agar orang mau mengakui diri kita, membutuhkan kontribusi kita, yang secara tidak langsung mengakui keberadaan kita, tentu saja bisa jadi memberikan jalan baru, sebagai bagian pembentukan dan investasi personal barnding kita.

Berpetualang di berbagai lingkungan karier baik di swasta maupun institusi pendidikan, berbagai suka duka, karakter, suasana kerja dan lainnya pernah dialami. Pengalaman-pengalaman ini cukup memberikan pelajaran berharga, bagaiman menempatkan diri pada suatu lingkungan dan dengan cara apa agar diri kita "survive" pada lingkungan tersebut.

Popularitas dan Kualitas

Membangun popularitas sebuah hal baik, namun harus diiringi kualitas sepadan. Popularitas semata tanpa kualitas sama saja bunuh diri. Sekali orang terjebak sulit mengembalikan kepercayaan. Agar orang tidak kecewa untuk kedua kalinya pada kita, sebaiknya kita lebih memahami apa yang mereka butuhkan dari kita, daripada sekedar memaksakan keinginan kita. Memahami kebutuhan mereka jadi bagian upaya kita menempatkan posisi tawar diri yang lebih baik.

Saat seseorang berada dalam posisi karier dibawah seperti honorer atau magang dibidang apapun, apa jadinya jika diminta solusi namun jawaban kita tidak bisa, tidak mampu, bukan bidang saya, tidak mengerti dan seterusnya. Dibandingkan dengan seseorang yang menjawab baik, saya cukup mengerti dan seterusnya.

Tentu kita tidak akan mampu menyelesaikan semuanya, namun banyak hal yang bisa kita lakukan untuk atasan, limgkungan dan lainnya. Situasi ini tentu saja lebih positif mengenai diri kita dimata orang lain. Untuk menuju kearah ini tentu tidak mudah, mengandalkan legalitas pendidikan semata tidak akan cukup. Perlu disertai bukti nyata yang terlihat, bisa dirasakan.

Peningkatan literasi, ujicoba, jemput bola atas kondisi yang dibutuhkan, mampu memahami kebutuhan lingkungan menjadi bagian penting dari upaya mencapai kemajuan diri. Joh Deweypun menyiratkan bahwa penndidikan adalah kehidupan itu sendiri.

Diakui, Bukan Mengakui

Saat ini saya berada lingkungan pendidikan, separuh waktu dari petualangan. Mulai dari magang, honorer hingga kondisi lebih baik saat ini. Tentu banyak yang sudah memahami bagaimana nasib saat seseorang menjadi honorer yang tentu saja sangat terbatas secara finansial, akan menjadi tekanan tersendiri secara psikologis. 

Poin utamanya bukan merenungi nasib, namun upaya diri keluar dari tekanan ini. Bukan bergantung pada orang lain, namun menciptakan ketergantungan orang lain pada kita.

Sebagai ilustrasi di lingkungan sekolah, kebanggaan kita tidak hanya saat kita sendiri yang naik podium, menyaksikan senyum bangga anak-anak didik meraih juara dan kita ikut mengantarnya.

Saat atasan ataupun sekolah kita meraih penghargaan, memberikan solusi masalah pada rekan guru, pengembangan praktis aplikasi keadministrasian yang bisa dimanfaatkan banyak orang, ikut memajukan lingkungan, apapun itu yang ikut menopang keberhasilan kolektif akan menjadi sebuah pengakuan tersendiri untuk kita meskipun tak mendapat piagam.

Dimanapun prinsip yang sama juga berlaku. Berkiprah di masyarakat, RW, KPU, BUMDes dan lainnya mengajarkan satu esensi mendasar: kualitas dan dedikasi diri akan menajadi paralelisme, kepercayaan akan tumbuh dengan sendirinya.

Pengalaman-pengalaman ini menunjukkan bahwa saat seseorang mampu memberikan dampak, maka secara alami direferensikan dan dicari oleh pihak lain, bukan karena ia sibuk membangun citra, melainkan karena ia telah menciptakan dampak. Dari sanalah, sebuah popularitas yang otentik akan lahir dan mengalir dengan sendirinya, tanpa perlu repot diciptakan.

Popularitas sebagai Buah Dampak Nyata

Mengejar popularitas seringkali menggoda sehingga menggunakan cara-cara yang malah bisa menjatuhkan diri, popularitas semu. Bahwa pengakuan sesungguhnya tumbuh dari fondasi yang berbeda.

Jangan jadikan popularitas jadi tujuan akhir, konsekuensi alami dari sebuah kontribusi akan jadi hakikat dari popularitas itu sendiri.
Saat kita mampu menciptakan dampak nyata, membuat solusi, atau menginspirasi perubahan positif pada lingkungan, pada titik itulah orang lain akan secara spontan mencari, mengapresiasi, dan bahkan memberi jalan untuk kita..

Ini jauh lebih besar sebagai personal branding yang paling esensial, kualitas dan nilai yang kita bangun secara konsisten dengan sendirinya menarik pengakuan, menjadikan popularitas tak ubahnya sebuah hasil panen investasi upaya kita melalui nilai kontributif.

Belajar Personal Branding dari Erick Thohir

Erick Thohir, salah satu tokoh populer saat ini, cukup memberi inspirasi bagi kita semua. Saya mengenal kiprahnya sejak di DC United, Inter Milan, Asian Games, hingga saat ini menjadi Meneg BUMN dan Ketua PSSI.

Dalam beberapa cuplikan wawancara diberbagai media, Erick Thohir sering berbicara tentang pentingnya personal branding dan etalase diri melalui prinsip AHLAK, Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif.

Kiprah Erick Thohir dapat menjadi cermin bagi kita bagaimana personal branding lahir dari dampak, bukan klaim diri. Sebagai Presiden klub Inter Milan pada 2013 silam misalnya, meski tak berujung trofi, namun menunjukkan kapasitasnya dalam memimpin dan merestrukturisasi organisasi besar. Begitu pula sukses besar Asian Games 2018, menjadi wahana besar Indonesia dan Erick Thohir sendiri mengangkat branding internasional.

Begitu pula dengan program naturalisasi Timnas, Erick Thohir menciptakan personal branding Timnas Indonesia agar dunia internasional mengakui sebagai sebuah kekuatan, dan saat ini kita bisa merasakannya. Termasuk popularitas Erick Thohir itu sendiri yang makin mendunia.

Popularitas dan pengakuan yang ia terima, adalah konsekuensi logis dari serangkaian tindakan cerdas efektifnya sesuai prinsip AHLAK-nya. Menegaskan bahwa personal branding tidak dibangun dari sekadar klaim pribadi atau self-promotion di media, melainkan dari keberanian, inisiatif dan implementatif.

Investasi personal branding bukan seberapa keras kita berusaha mengakui dan memproklamasikan diri, apalag popularitas semu dunia digital. Ada yang lebih esensi dari itu semua.

Membentuk personal branding dengan menciptakan nilai, memberikan manfaat substansial bagi lingkungan. Biarkanlah kualitas dan dampak yang berbicara. Bukan mengakui, namun diakui.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun