Realitas sering kali mengajarkan kita bahwa kegagalan adalah momok yang dihindari, bahkan ditakuti. Namun, di balik stigma negatifnya, tersembunyi potensi pembelajaran yang luar biasa.
Tak jarang, inovasi dan terobosan terbesar lahir dari serangkaian percobaan yang tak sempurna dan asumsi yang keliru. Alih-alih menjadi akhir dari segalanya, kegagalan seharusnya dipandang sebagai umpan balik berharga, layaknya data dalam sebuah eksperimen ilmiah.
Berupaya bangkit dan mencoba kembali upaya kita dalam sebuah bisnis atau apapun tidaklah mudah. Agar upaya ini berhasi dengan inovasi terbaik, ada beberapa prinsip penting yang harus dipegang untuk memberikan rambu-rambu agar upaya yang dilakukan kita mengalami perbaikan menuju keberhasilan.
1. Belajar Lebih Awal
Mulai bereksperimen dari awal upaya dan inovasi, belajar sedini mungkin dalam prosesnya. Pelajaran yang sama tentunya akan memicu kerugian finansial ataupun waktu. Namun ini bisa dianggap sebagai biaya untuk menekan kerugian yang lebih besar, esensinya nilai pembelajaran.
Dengan pembelajaran yang jauh lebih awal, tingkat kegagalan untuk ide tidak akan berkurang, Dalam upaya inovasi apa pun, menghadapi berbagai kemungkinan akan menghadapi tingkat kegagalan tetap muncul. Namun saat belajar dari upaya ini akan berpotensi besar mengubah proyek yang sulit menjadi proyek yang sukses.
2. Kecepatan dan Perulangan
Salah satu tujuan utama seorang pemimpin adalah membuat timnya belajar lebih cepat dalam siklus berulang. Pandangan seorang eksperimenter terkenal Thomas Edison menyatakan bahwa ukuran kesuksesan yang sebenarnya adalah jumlah eksperimen yang dapat dipadatkan menjadi 24 jam.
Meningkatkan kecepatan eksperimen mungkin memerlukan sumber daya pendukung. Perlu kecerdasan diri dalam mmenyediakan dan mengelolanya. Termasuk mengatur sumber daya tersebut agar lebih mudah diakses, sehingga waktu jadi efektif.
3. Jatuh Cinta pada Masalahnya, Bukan Solusinya
Frasa ini adalah mantra di banyak perusahaan inovatif, dikutip oleh salah satu pendiri Waze Uri Levine serta CEO Intuit Brad Smith. Mengapa inovator harus jatuh cinta dengan masalah dan bukan solusi?
Pertama, ini membuat kita tetap fokus pada keberhasilan sebagai tujuan. Memaksa diri mengurai masalah terlebih dahulu (daripada solusi praktis), adalah langkah penting memastikan proses inovasi terfokus pada nilai dan tidak mengulang kesalahan yang sama.
Kedua, berfokus pada masalah mendorong diri untuk mempertimbangkan lebih dari satu kemungkinan solusi. Jika tujuan adalah solusi itu sendiri, ada godaan untuk berhenti menghasilkan ide-ide baru ketika kita menemukan satu ide yang tampaknya menjanjikan.
Ketiga, kita pasti menjadi terikat secara emosional dengan solusi kreatif. Sulit untuk melepaskannya. Akan selalu melahirkan banyak ide alternatif disaat kita gigih dan memahami secara emosional terhadap masalah yang dihadapi.
4. Dapatkan Umpan Balik yang Dapat Dipercaya
Setelah memikirkan solusi, penting untuk mengumpulkan umpan balik yang kredibel tentang ide-ide kita. Kredibilitas dimulai dengan orang diajak bicara ataupun konsumen. Mereka harus menjadi pelanggan nyata potensial, memahami apa yang mereka inginkan.
Stimulus untuk umpan balik kredibel adalah apa yang kita tunjukkan pada konsumen. Perlu upaya konkrit untuk menghasilkan hasil konkrit. Dalam eksperimen konvergen, umpan balik didasarkan pada produk, layanan, atau pengalaman aktual yang pada akhirnya akan diberikan.
Kesalahan inovasi yang umum adalah terlalu berspekulasi tentang produk atau layanan yang belum pernah dilihat, tanpa mendengar apa yang pasar harapkan.
5. Ukur Apa yang Penting Sekarang
Penting melakukan pengukuran dalam percobaan apa pun. Tapi apa yang kita ukur? Saat interaksi menjadi lebih digital, jumlah hal yang dapat diukur bertambah, dan mudah teralihkan oleh semua angka yang dapat dilacak terutama dalam eksperimen dunia nyata dengan sampel skala yang besar.
Alih-alih terpaku pada kerugian atau kesalahan masa lalu, mengidentifikasi aspek-aspek kunci yang perlu diukur dan dievaluasi saat ini untuk memahami mengapa kegagalan terjadi dan bagaimana langkah selanjutnya harus diambil. Mengarahkan upaya bangkit berdasarkan informasi yang aktual dan relevan, bukan sekadar emosi atau asumsi.
6. Uji Asumsi
Meskipun ini penting untuk menghilangkan risiko dalam setiap usaha baru, ini sangat penting untuk inovasi yang membawa bisnis kita ke wilayah yang baru, tidak diketahui apakah akan berhasil atau tidak.
Dalam buku Discovery-Driven Growth, Rita McGrath dan Ian MacMillan menjelaskan bagaimana perusahaan yang sukses mengambil risiko yang tidak semestinya dengan tidak mengidentifikasi asumsi yang mendasari usaha baru mereka.
Alangkah baiknya mencoba mengidentifikasi sebuah asumsi dan mengujinya, mengikat proses ini dengan tonggak pengembangan pada proyek baru apa pun. Pola pikir ini penting untuk inovasi berbasis eksperimen yang baik.
7. Gagal yang  Cerdas
Kegagalan tidak bisa dihindari. Kita dapat mendefinisikan kegagalan sebagai mencoba sesuatu yang tidak berhasil. Jelas, itu bukanlah tujuan akhir dari inovasi, tetapi merupakan bagian yang tak terelakkan dari proses inovasi.
Jika kita takut akan kegagalan, kita akan mundur ke apa pun yang tampaknya paling aman dan tidak pernah berinovasi. Tantangan kegagalan adalah gagal cerdas. Kita dapat menganggap kegagalan cerdas sebagai kegagalan yang melewati empat tes ini:
- Apakah anda belajar dari ujian yang gagal?
- Apakah anda menerapkan pembelajaran itu untuk mengubah strategi anda?
- Apakah anda gagal sedini dan semurah mungkin?
- Apakah Anda membagikan pembelajaran Anda (agar orang lain di organisasi Anda tidak melakukan kesalahan yang sama)?
Kegagalan yang cerdas sebenarnya merupakan bagian penting dari ksperimen. Diperlukan untuk menghilangkan opsi buruk dengan cepat dan untuk membangun pembelajaran yang dihasilkan oleh pengujian.
Kegagalan yang cerdas hanyalah serangkaian tes yang murah dan efektif yang menunjukkan kepada kita kesenjangan antara di mana kita berada dan di mana harus mencapainya.
Seperti yang dikatakan legenda bisbol Babe Ruth, "Setiap pukulan membawa saya lebih dekat ke home run berikutnya." Stefan Thomke membuat perbedaan antara apa yang dia sebut "kegagalan" dan "kesalahan."
Baginya, kesalahan berarti tidak belajar dari tes yang gagal, mengulangi kesalahan, dan menghabiskan lebih banyak sumber daya tanpa menghasilkan pembelajaran baru. Kita juga bisa menyebut kegagalan itu bodoh.
Mengubah paradigma tentang kegagalan dari sesuatu yang ditakuti menjadi pijakan untuk belajar dan bangkit adalah kunci kemajuan.
Dengan merangkul kegagalan sebagai bagian tak terhindarkan dari proses, dan menerapkannya sebagai sumber pembelajaran yang aktif, kita tidak hanya meminimalkan dampak negatifnya, tetapi juga membuka jalan menuju ketahanan, inovasi, dan akhirnya, keberhasilan yang lebih bermakna.
Ref: Transformasi Ekonomi Digital, Agus Wibowo, 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI