Mohon tunggu...
Waroeng Semawis
Waroeng Semawis Mohon Tunggu... -

www.WaroengSemawis.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Tentang Kawasan Pecinan Semarang

9 Agustus 2014   22:03 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:57 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1407571337206951496

Semarang merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi tempat bertemunya beragam budaya di masa lalu yang jejaknya masih tergurat jelas hingga kini. Peninggalan budaya Eropa dapat disaksikan di Kota Lama melalui bentuk bangunannya yang khas. Di kawasan Pekojan hingga Kauman terdapat warisan budaya Timur Tengah dan Gujarat. Sedangkan warisan budaya Tionghoa sangat kental terasa di kawasan Pecinan yang terletak di Kelurahan Kranggan. Keberadaan berbagai kelenteng baik kelenteng marga maupun klenteng umum yang tersebar di berbagai jalan (yang disebut sebagai 'gang') yang ada di Kranggan semakin mempertegas atmosfer budaya Tionghoa.

Pada awal kedatangan masyarakat Tionghoa ke Semarang, mereka belum berkempat tinggal di kawasan Pecinan, namun justru bermukim di daerah Gedung Batu, Simongan. Tempat yang terletak di tepi Sungai Semarang itu merupakan lokasi strategis karena berada di teluk yang menjadi bandar besar dengan nama Pragota. Pemberontakan orang Tionghoa terhadap pendudukan Belanda yang terjadi di Batavia pada tahun 1740 rupanya merembet hingga Semarang. Tahun 1743, pemberontakan tersebut berhasil dipadamkan oleh pemerintah Belanda. Orang Tionghoa yang selamat melarikan diri ke arah timur, hingga tiba di Semarang dan kembali melakukan perlawanan namun berhasil ditumpas Belanda. Ketakutan Belanda terhadap kaum Tionghoa inilah yang kemudian membuat Belanda memindahkan orang Tionghoa di Semarang yang dulunya tinggal di daerah Gedong Batu ke kawasan sekarang ini. Tujuannya agar Belanda mudah mengawasi pergerakan dari orang-orang Tionghoa karena berdekatan dengan Tangsi Militer milik Belanda yang terletak di Jl. KH. Agus Salim atau Jurnatan (sekarang menjadi Miramar Restaurant).

Kepindahan warga Tionghoa dari Gedung Batu ke Pecinan ternyata berpengaruh terhadap kegiatan peribadatan mereka. Untuk pergi ke Kelenteng Agung Sam Poo Kong mereka harus berjalan kaki sejauh 4 kilometer dan membayar pajak yang besar kepada Johanes, tuan tanah Yahudi yang menguasai Gedung Batu. Berawal dari hal tersebut maka warga Tionghoa mulai mendirikan kelenteng di kawasan Pecinan sebagai tempat beribadah. Salah satu kelenteng yang bersejarah adalah Klenteng Tay Kak Sie yang terletak di Gang Lombok. Klenteng yang dibangun pada tahun 1746 ini tidak hanya menjadi tempat beribadah melainkan juga tempat bersosialisasi etnis Tionghoa.

Sebagai sebuah kawasan yang pernah menjadi pusat perdagangan dan jasa kaum Tionghoa pada jaman dahulu, Pecinan Semarang memiliki potensi ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat kuat. Kawasan ini sudah dipertegas oleh Pemerintah Kota Semarang masuk dalam daftar kawasan revitalisasi melalui Surat Keputusan (SK) Wali Kota No 650/157 tanggal 28 Juni 2005 mengatur tentang Revitalisasi Kawasan Pecinan, dan sekaligus sebagai pusat wisata budaya Tionghoa di kota Semarang. Pada tanggal 3 Januari 2005 diresmikan Gapura Pecinan Semarang (San Bao Long Tang Ren Jie) yang terletak perempatan Jalan Beteng, Jalan Gang Warung, Jalan Pedamaran dan Jalan Wahid Hasyim (Kranggan).

Batas Wilayah Kawasan Pecinan:

Batas Utara : Jl. Gang Lombok (Klenteng Tay Kak Sie)
Batas Timur : Kali Semarang
Batas Selatan : Kali Semarang, Jl. Sebandaran I
Batas Barat : Jl. Beteng

Untuk dapat mencapai kawasan Pecinan ini setidaknya ada 4 jalan utama yang langsung membawa Anda berada di kawasan Pecinan Semarang, yaitu :

dari Jalan KH. Agus Salim (Jurnatan) masuk ke Jalan Pekojan akan tembus ke Jalan Gang Pinggir
dari Jalan Jagalan ke jalan Ki Mangunsarkoro tembus ke Jalan Gang Pinggir
dari Jalan Gajahmada ke Jalan Wahid Hasyim (Kranggan) lalu masuk lewat Jalan Beteng
dari Jalan Gajahmada ke jalan Wotgandul lalu lewat Jalan Wotgandul Timur

Kawasan Pecinan Semarang terkenal sebagai Kawasan Pecinan dengan bermacam-macam kelenteng yang masing-masing memiliki keunikannya sendiri:

Kelenteng Siu Hok Bio (1753) - Jl. Wotgandul Timur No.38
Kelenteng Tek Hay Bio/Kwee Lak Kwa (1756) - Jl. Gang Pinggir No.105-107  (menghadap Jl. Sebandaran)
Kelenteng Tay Kak Sie (1771) - Jl. Gang Lombok No.62
Kelenteng Kong Tik Soe, bagian dari Kelenteng Tay Kak Sie (1771)-  Jl. Gang Lombok No. 62
Kelenteng Hoo Hok Bio (1779) | Jl. Gang Cilik No. 7
Kelenteng Tong Pek Bio (1782) - Jl. Gang Pinggir No.70
Kelenteng Wie Hwie Kiong (1814) - Jl. Sebandaran I No.26
Kelenteng Ling Hok Bio (1866) - Jl. Gang Pinggir No.110 (menghadap Jl. Gang Besen)
Kelenteng See Hoo Kiong/Ma Tjouw Kiong (1881) - Jl. Sebandaran I No.32
Kelenteng Hian Thian Siang Tee, berada di daerah Grajen yang terletak dekat kawasan Pecinan Semarang - J. Grajen Karanglo No. 203

Kawasan Pecinan Semarang memiliki beberapa aktifitas masyarakat yang dapat dikatakan semua masyarakat kota Semarang mengetahuinya, seperti:


  • Pasar tradisional Gang Baru, dinamakan sesuai nama jalan itu sendiri dan terletak diantara jalan Wotgandul dan jalan Gang Warung, pasar Gang Baru dapat dikunjungi setiap hari di pagi hari mulai pukul 05.00 sampai selesai.
  • Waroeng Semawis, aktivitas wisata kuliner di semarang, dimana aneka jajanan makanan dan minuman dijajakan sepanjang jalan Gang Warung yang berlangsung setiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu mulai sore hari pukul 18.00 - 23.00 WIB.
  • Pasar Imlek Semawis, kegiatan event ini masuk dalam agenda tahunan wisata kota Semarang dan diadakan selama 3 hari dalam rangka menyambut tahun baru Imlek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun