Siskamling tak sekadar kegiatan berjaga malam. Saat hari gelap, warga menjadikan siskamling atau ronda malam untuk mengkompensasi pertemuan-pertemuan yang tertunda dan hilang karena kesibukan saat hari terang.
Komplek tempat tinggal yang terdiri dari beberapa blok ini tidak terlalu ramai, tapi juga tidak sepi. Saya katakan tidak sepi karena akses masuknya hanya berjarak 50 meter dari jalan raya. Lingkungan di sekitarnya pun tidak kosong, bahkan bertetangga dengan beberapa kluster perumahan lain.
Namun, komplek kami juga bukan hunian ramai dengan banyak penghuni yang mudah dijumpai bertemu dan bercakap di depan rumah atau di jalan-jalan yang menghubungkan antar blok.
Kenyataan yang  lain ialah warga di sini tidak terlalu banyak jumlahnya. Bahkan, beberapa rumah tidak dihuni secara tetap dan terus menerus. Selalu ada yang kosong untuk waktu tertentu karena penghuninya pindah. Seperti rumah kos di ujung blok yang sering dikontrak oleh mahasiswa.Â
Setahun kemarin, rumah tersebut dihuni oleh 4 mahasiswa. Namun, setelah itu kosong dan belum ada yang menempati hingga kini. Begitu pula rumah berlantai dua di dekatnya yang selama 5 tahun terakhir, sependek ingatan saya sudah dihuni bergantian oleh 3 keluarga yang berbeda.Â
Tingkat "turn-over" di komplek kami memang terbilang lumayan. Pergantian tetangga kerap terjadi sehingga di sini kurang akurat untuk menunjuk tempat dengan patokan semisal: "Laundry di Blok A5, sebelahnya rumah Pak Anwar yang mobilnya merah".
Petunjuk semacam itu mungkin tidak akan bertahan lama karena Pak Anwar yang mobilnya merah dan tinggal di sana hingga bulan lalu, sekarang sudah pindah. Boleh jadi pula rumah di Blok A5 sudah berbeda penghuninya dan penghuni baru tidak membuka jasa laundry.
Kenyataan itulah yang memunculkan adanya kebijaksanaan unik di sini. Secara berkala pengurus komplek mengirim surat pemberitahuan ke setiap rumah yang memuat update daftar nama warga atau keluarga di setiap blok. Selebaran itu pun sering hanya diselipkan di pagar, kursi teras, atau muka pintu untuk segera ditemukan saat penghuni rumah telah pulang.
Adanya selebaran tersebut hendaknya jangan disalahartikan bahwa kami sangat asing satu sama lain sehingga perlu dibuatkan daftar semacam itu. Sebagai gambaran, pertemuan warga rutin diadakan setiap bulan di rumah warga secara bergiliran. Grup WhatsApp warga tak pernah kosong obrolan. Selalu ada yang dibagi meski hal-hal remeh.
Walau demikian, warga di sini lumayan majemuk aktivitasnya. Beberapa tetangga sudah melangkah memulai rutinitasnya sejak pagi sekali. Garasi rumahnya telah kosong sejak pukul 06.00. Mereka berangkat saat beberapa rumah lainnya belum membuka pintu pagar dan gorden rumahnya. Sedangkan sebagian lainnya memulai aktivitas lebih normal saat pagi sudah hangat.
Saat sore hingga menjelang malam, satu per satu warga telah kembali ke rumah. Rasa lelah dan kebutuhan untuk berkumpul bersama keluarga membuat warga jarang ditemui sedang duduk-duduk sambil berbincang satu sama lain di depan rumah untuk waktu yang lama. Pertemuan dan obrolan antar tetangga justru kerap terjadi ketika penjual bakso, nasi goreng, atau sate muncul.Â
Penjual makanan keliling lumayan diminati di komplek kami saat malam. Saat itulah beberapa tetangga dipertemukan oleh kepentingan yang sama, yakni jajan bakso, nasi goreng, atau sate.
Jadi, bukan kami anti sosial. Namun, ritme dan pola aktivitas harian para warga pada akhirnya menghendaki setiap orang untuk menentukan cara menikmati waktu yang tersedia masing-masing.Â
Pilihan atau cara untuk bersosialisasi pun menyesuaikan keadaan. Seperti beberapa hari lalu ketika seorang tetangga sakit dan dirawat di rumah sakit. Beberapa warga sepakat untuk menjenguk pada sore hari. Namun, kami tidak berangkat bersama-sama. Meluncur dari tempat aktivitas masing-masing, kami bertemu dan berkumpul di rumah sakit. Usai menjenguk kami pulang dan segera larut dalam dekapan hunian masing-masing.
Baru kemudian mendekati pukul 21.00 beberapa rumah pintunya kembali terbuka untuk mengantar kaum pria menuju pos ronda. Di sanalah pertemuan dan interaksi yang lebih panjang terjalin.
Kegiatan ronda malam sudah berlangsung sejak lama di sini. Untuk beberapa waktu pelaksanaanya memang kurang konsisten. Tidak semua warga yang mendapat giliran bisa hadir menuruti jadwal. Kadang ada warga yang hanya sempat datang selama 1 atau 2 jam untuk kemudian berpamitan kembali pulang ke rumah.
Hal tersebut tidak menjadi permasalahan yang mengganggu hubungan antar warga. Ketidakhadiran beberapa warga menuruti jadwal ronda bisa dimaklumi karena biasanya mereka memberitahukan alasannya lewat grup whatsapp atau saat bertemu muka. Bahkan, andai tidak sempat izin biasanya tetangga segera maklum begitu melihat kondisi keluarga yang bersangkutan. Misalnya, istrinya baru melahirkan, ada anggota keluarga yang sedang sakit, dan sebagainya.
Walau demikian, ronda malam tidak pernah benar-benar ditiadakan di komplek kami. Setiap malam lampu di pos ronda menyala terang. Beberapa orang laki-laki menghidupkan suasana pos ronda dengan berbagai hal.Â
Pada malam-malam tertentu, selembar kain dibentangkan di depan pos ronda. Tayangan pertandingan sepakbola membuat suasana di sana semakin hidup. Kadang beberapa warga yang sedang tidak giliran jaga ikut bergabung menonton pertandingan bersama. Sementara pada malam-malam lainnya, pos ronda menampakkan aktivitas lazimnya kaum pria berkumpul dengan membawa obrolan tentang banyak hal ditemani segelas kopi atau teh panas serta cemilan.Â
Mulanya, kegiatan ronda malam di komplek kembali digiatkan sebagai tindak lanjut ketiadaan satpam yang memutuskan berhenti bekerja menjaga komplek kami. Pos jaga yang berada di samping gerbang masuk pun tak lagi berfungsi dan beralih menjadi semacam gudang.Â
Sejak saat itu, sebuah gazebo di tengah komplek menjadi pos ronda. Dengan bergotong royong warga mengecat ulang dan menambah beberapa isian serta kursi-kursi tambahan di sekitarnya.
Revitalisasi gazebo sebagai pos ronda terasa manfaatnya saat pandemi Covid-19 lalu. Tempat itu menjadi semacam posko untuk memantau hilir mudik orang yang keluar masuk komplek, termasuk saat malam hari.
Seterusnya hingga sekarang, pos ronda menjadi salah satu ruang pertemuan kecil di komplek kami yang tenang ini. Kadang perjumpaan atau perkenalan lebih dekat dengan tetangga yang baru pindah dimulai dari pos ronda.Â
Kesepakatan untuk menjenguk tetangga yang sakit juga kerap diinisiasi di pos ronda. Tak jarang informasi yang belum sempat dibagikan di grup whatsapp terlebih dahulu terlontar saat ronda malam. Sementara menjelang hari-hari penting seperti peringatan HUT RI, obrolan-obrolan ringan di pos ronda kerap menghasilkan usulan-usulan yang dibawa ke rapat warga.
Semakin hari dirasakan bahwa kemunculan warga di pos ronda pada malam hari tidak sekadar memenuhi tugas bergiliran yang telah disepakati. Lebih dari itu, ada semacam perjumpaan yang dihayati dan dirayakan di antara warga.
Seolah ingin mengkompensasi ketiadaan waktu berinteraksi saat hari terang, warga komplek, terutama kaum prianya menjadikan pos ronda sebagai ruang untuk saling bertemu saat hari telah gelap.
Beberapa jam di pos ronda sudah cukup untuk membangun ikatan rasa saling kenal dan peduli antar warga. Sekadar ikut duduk dan berbincang selama 1 atau 2 jam tak dipermasalahkan. Hadir sebentar untuk membawa titipan cemilan dari keluarga pun akan dirayakan penuh simpati.
Bagi warga, siskamling atau ronda malam merupakan salah satu cara warga merawat kodrat dan perannya sebagai makhluk sosial. Pos ronda pun menjadi saksi bahwa manusia pada dasarnya selalu membutuhkan dan menghendaki ruang untuk bersama.
Warga yang tak sempat saling menyapa pada pagi hari menjadikan pos ronda sebagai tempat untuk berinteraksi. Mereka yang pagar rumahnya nampak selalu tertutup bukan karena tak ingin menyapa dan bicara dengan tetangga. Jauh dalam hati mereka ada dorongan sebagai makhluk sosial yang merindukan pertemuan dan tatap muka dengan sesamanya. Hanya saja rutinitas dan waktu membuat warga tak bisa memiliki keluwesan yang sama. Maka ronda malam menjadi saat perjumpaan para makhluk sosial untuk menjalani kodrat mereka.Â
Di pos ronda warga saling bertemu menebus waktu pertemuan yang hilang pada pagi hingga sore hari. Di pos ronda pula warga memenuhi kebutuhan dan kerinduannya pada sesama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI