Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dari Kulit Manggis hingga Indigofera, Keajaiban Warna Alam pada Batik Indonesia

27 Oktober 2015   12:02 Diperbarui: 27 Oktober 2015   12:18 1974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pewarnaan batik dengan mencelupkan ke pewarna alami Indigofera."][/caption]

Eksplorasi batik kini semakin gencar dilakukan. Apalagi semenjak ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak benda dari Indonesia, minat untuk mengembangkan batik terus meningkat seiring bertambahnya kecintaan masyarakat terhadap batik.

Usaha pengembangan batik tak hanya sebatas menciptakan motif-motif baru atau aplikasi batik pada produk selain pakaian. Namun, juga mengembangkan teknologi pewarnaan dan pewarna alami atau zat warna alam untuk menghasilkan batik yang cantik.

Pewarnaan adalah salah proses penting dalam pembuatan batik. Saat ini pewarnaan batik banyak menggunakan pewarna sintetis karena praktis dan cepat. Akan tetapi, pewarna sintetis memiliki kelemahan yang mencolok. Selain mencemari lingkungan, pewarna sintetis juga beresiko terhadap kesehatan manusia. Oleh karena itu sejak beberapa tahun terakhir pewarna alami kembali diangkat dan disosialisasikan lebih luas untuk pewarnaan batik.

Pewarna alami sebenarnya telah dikenal sejak lama. Para pembuat batik di masa lalu menggunakan ekstrak tumbuhan tertentu untuk mewarnai batik. Namun karena terbatasnya pengetahuan dan teknologi di masa itu, penggunaan pewarna alami pun ditinggalkan dan digantikan pewarna sintetis.

[caption caption="Kulit manggis yang telah dikeringkan adalah salah satu sumber pewarna alami untuk batik."]

[/caption]

[caption caption="Kulit Jalawe dan Jambal yang dikeringkan dan siap direbus untuk menghasilkan larutan pewarna alami batik."]

[/caption]

Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan pada dasarnya adalah metabolit sekunder yang diambil dari akar, batang, daun, kulit, bunga dan bagian-bagian lain pada tumbuhan. Beberapa sumber pewarna alam yang saat ini banyak digunakan untuk mewarnai batik antara lain daun Indigofera, kulit Manggis, kulit kayu Jati, kulit Jambal dan Jalawe.

Melalui proses ektraksi, mulai dari yang sederhana hingga kompleks, zat-zat pewarna dikeluarkan dari jaringan dan sel tumbuhan. Salah satu cara yang umum dilakukan adalah mencacah dan mengeringkan bagian tumbuhan, kemudian merebusnya untuk mendapatkan larutan warna. Setelah disaring dan dibersihkan, larutan warna siap digunakan sebagai pewarna alami batik.

Karena pewarna alami berasal dari metabolisme tumbuhan, maka dalam komposisinya terdapat sejumlah senyawa seperti tanin, flavonoid dan fenol. Bagi tumbuhan senyawa-senyawa tersebut umumnya berperan sebagai pigmen dan antioksidan.

[caption caption="Perubahan warna kain batik yang semula putih gading menjadi kehijauan setelah dicelup pertama kali ke dalam larutan Indigofera."]

[/caption]

[caption caption="Gradasi warna dari hijau menuju biru terlihat selama pengeringan batik yang telah diwarnai dengan Indigofera."]

[/caption]

Sifat-sifat natural dan reaksi dari berbagai senyawa di dalam pewarna alami mampu menghasilkan warna-warna unik pada selembar batik. Apalagi jika menggunakan lebih dari satu pewarna alami, warna akhir batik yang ditampilkan seringkali tak terduga.

Kombinasi pewarna alami dan rotasi pewarnaan dapat menghasilkan keajaiban warna batik. Misalnya, kain batik yang diwarnai pertama kali dengan Indigofera mula-mula akan berwarna kuning kehijauan. Setelah pencelupan berikutnya akan tercipta warna biru yang terang jika dikeringkan secara sempurna. Warna biru hasil pewarnaan batik dengan Indigofera sering disebut “Biru Jawa”. Jika setelah kering, kain kembali dicelupkan ke dalam pewarna Jalawe. Maka gradasi warna hijau akan tercipta. Kombinasi Indigofera-Jalawe-Jalawe akan menghasilkan warna hijau hingga hijau kebiruaan.

[caption caption="Batik yang pertama kali diwarnai dengan pewarna alami Jalawe berwarna kecoklatan."]

[/caption]

Jika menghendaki warna biru tua, teknik pewarnaan dimodifikasi dengan merotasi pencelupan. Pertama kain diwarnai dengan Indigofera. Setelah kering kain diwarnai kembali dengan Jalawe. Selanjutnya kain dicelupkan ke dalam larutan Indigofera.

Di sisi lain batik yang diwarnai pertama kali dengan Jalawe akan menghasilkan warna coklat. Jika warna ini yang diinginkan maka pewarnaan dihentikan. Namun, jika warna akhir yang diinginkan adalah coklat kehitaman, maka pewarnaan dilanjutkan dengan mencelupkan kain beberapa kali ke dalam pewarna Indigofera.

[caption caption="Batik yang pertama kali diwarnai dengan Indigofera memunculkan warna biru. Setelah pewarnaan kedua dengan Jalawe dan dikunci dengan tawas, akan tercipta batik berwarna hijau yang kalem."]

[/caption]

[caption caption="Batik berwana hijau hasil kombinasi pewarnaan Indigofera-Jalawe. Sementara itu batik yang berwarna biru tua diciptakan dari rotasi pewarnaan Indigofera-Jalawe-Indigofera. "]

[/caption]

Keajaiban warna alami juga tercipta melalui kombinasi pewarna, rotasi pewarnaan dan jenis fiksator. Sebagai contoh batik yang diwarnai dengan urutan pewarna alami Indigofera-Jalawe-Indigofera-fiksator Tunjung, akan menghasilkan kain batik dengan warna hitam manis. Urutan Indigofera-Jalawe-Jalawe-fiksator Tawas, akan menghasilkan warna batik hijau yang kalem.

[caption caption="Batik berwarna hitam (kiri) hasil dari rotasi pewarnaan Indigofera-Jalawe-Indigofera-Tunjung. Sementara batik berwarna hijau (kanan) hasil dari rotasi Indigofera-Jalawe-Jalawe-Tawas."]

[/caption]

Meski mampu melahirkan keajaiban-keajaiban warna batik yang menarik, penggunaan pewarna alami bukan tanpa tantangan. Penelitian dan pengembangan lanjutan dituntut dapat memecahkan hambatan-hambatan dalam penggunaan pewarna alami. Beberapa zat warna alam mudah teroksidasi dan mudah luntur. Hasil pewarnaan dengan zat warna alam juga dipengaruhi oleh panas matahari. Batik yang dijemur dengan jeda waktu karena berganti cuaca seperti hujan, memiliki warna yang berbeda dengan batik yang dijemur sekali kering sempurna.

Tantangan lain adalah sifat pewarna alami yang mudah rusak oleh suhu tinggi sehingga banyak batik warna alam tidak disarankan untuk diseterika secara langsung. Pewarnaan dengan zat warna alam juga membutuhkan waktu lebih lama karena untuk optimalisasi penyerapan warna kain perlu dicelupkan beberapa kali.

[caption caption="Batik-batik berwarna coklat hasil zat warna alam sedang dijemur."]

[/caption]

Meskipun demikian, pewarna alami untuk batik adalah bukti bahwa alam Indonesia telah memberikan segalanya. Saat ini lebih dari 150 jenis tumbuhan yang diketahui menghasilkan pewarna alami. Warna yang dihasilkan merah, biru, kuning, coklat, jingga, hingga nila.

Jumlah pewarna alami dapat terus bertambah karena masih banyak jenis tumbuhan yang belum digali potensinya. Dengan kata lain negeri ini tak hanya kaya akan budaya, tetapi juga berlimpah sumber daya alam yang mendukung lahir dan berkembangnya keunikan-keunikan produk budaya, salah satunya batik.

Semua foto adalah dokumentasi pribadi.

Cerita sebelumnya: Membuat Batik di Peringatan Yogyakarta Kota Batik Dunia (HBN 2015)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun