Tak hanya menjadi hiburan dan ujian, tingkah anak balita kadang membuat geleng-geleng kepala.
Sebagian kita yang memiliki anak balita, gen A, barang kali pernah dibuat jengkel, darah tinggi, hingga asam lambungnya naik gegara tingkah mereka. Piring dan gelas kaca pecah. Tepung disebar ke lantai. Lipstik dibuat melukis ke tembok. Pomade ditumplekkan di rambut. Anda bisa melanjutkan daftarnya.
Masa-masa lucunya anak paling mentok di usia dua tahun. Selebihnya menjengkelkan. Kalau "bersumbu pendek", kita dengan mudah melabeli mereka "nakal". Padahal, itu pun menjadi fase belajar untuk orang tua dan anak.
Bagi anak, mereka ingin melakukan seperti orang dewasa. Mereka suka meniru. Dan nampak bangga jika bisa melakukan seperti orang dewasa. Bagi orang tua, sabar dan mendampingi. Boleh kok anak mencuci piring, memotong dengan pisau, mengaduk adonan, mencolokkan sesuatu ke steker. Tapi... harus diawasi, diberitahu fungsi dan akibatnya, dan didampingi.
Kalau dilarang, mereka akan mencuri-curi untuk melakukannya sendiri. Itu lebih berbahaya, bukan?
Suatu siang di akhir pekan, kami hendak tidur siang. Pintu depan masih terbuka. Istriku memberi tugas kepada anak, "Nak, tolong tutup pintu." Kami sudah biasa mengajari anak melakukan tugas-tugas kecil di rumah. Misalnya membuang bungkus kemasan ke tempat sampah, membuka-menutup gerbang serta pintu.
Terdengar suara pintu telah ditutup. Aku segera menyusul untuk mengunci pintu. Ini SOP di rumah kami. Meski hanya tidur siang, diusahakan tetap mengunci pintu.
Aku dibuat kaget dengan penampakan di balik pintu. Ada apa gerangan...? Penasaran...?
Sepasang sepatu kets-ku, dan dua pasang sepatu anakku dimasukkan ke dalam, ditaruh tepat di belakang pintu. Waktu kami interogasi anak, kenapa sepatunya dimasukkan ke rumah?
Ringan, anak kami menjawab, "Biar tidak digondol (dibawa kabur) tikus!" Ahay! Dari mana anak punya pemikiran demikian? Inilah salah satu momen yang membuat kami tersenyum geli, senang, juga takjub.