Di Indonesia, kaum yang paling kuat tidak tahu malu adalah anggota DPR. Berbeda dengan rakyat yang diwakilinya, jika melakukan suatu kelalaian atau kesalahan, rasa malu menjadi alarm darurat dalam diri.
***
Demo yang terjadi beberapa hari ini bukan tanpa penyebab. Tak ada asap jika tak ada api. Kebijakan yang diambil DPR tentang tambahan tunjangan, maupun perkataan para anggota DPR--bukannya menghormati dan menjunjung kehormatan rakyat--yang justru melukai dan menghina rakyat. Padahal, pajak yang dibayarkan rakyat dipakai untuk menggaji mereka.
Mereka digaji oleh rakyat, tapi mereka berkata kasar kepada rakyat. Itu namanya kurang ajar dan tak tahu tata krama?
Padahal, mayoritas rakyat harus berjuang mati-matian dengan gaji pas-pasan untuk menghidupi keluarga, memutar roda perekonomian, menggaji banyak karyawan, dan masih banyak masalah lainnya. Di sana-sini pajak dinaikkan. Diminta iuran ini-itu. Tapi pejabat yang gajinya sudah tinggi banyak tunjangan masih mau dinaikkan juga. Rusak isi kepala mereka!
Bagi rakyat kecil, boro-boro tunjangan beras, dan rumah; mau beli beras dan mengisi bensin motor pun berat. Seperti pengalamanku ini.
Sejak beberapa hari sebelumnya, indikator bensin di motorku sudah di ujung garis putih menuju garis merah. Biasanya, meski sudah di garis merah, motor bebekku masih bisa dipakai untuk beberapa kali mobilitas.
Senin malam, aku sudah siap meluncur untuk datang ke ibadah penghiburan di tempat kerabat. Aku sudah membawa sedikit buah tangan untuk kakak yang domisili di luar kota. Aku sudah memakai baju batik rapi, bersepatu pula. Pulangnya nanti baru isi bensin, tekadku.
Di tengah perjalanan...
Aku melaju dengan rata-rata 60 km/jam. Saat melintasi kawasan pasar, tetiba motorku tersendat-sendat. "Mungkin karena belum diservis," pikirku. Tapi ngadatnya bertambah parah. Dengan insting laki-laki, aku langsung tahu penyebabnya: bensin habis.Â