Kenapa tidak banyak orang mau naik transportasi umum? Sesak, harus berdiri, tidak nyaman, durasinya lama lagi. Betul, bukan?
***
Para anggota DPR kita pernah ditantang netizen untuk naik transportasi umum. Di balik kenyamanan mereka dengan gaji besar, kendaraan pribadi, dan barang-barang merah; mereka harus merasakan naik transportasi umum seperti masyarakat pada umumnya.
Apakah mereka berani? Jelas TIDAK.
Terbiasa duduk di kursi empuk dan ruangan sejuk, cocok buat tidur; masa harus susah-susah naik transportasi umum? Mereka kan mewakili rakyat, masa berangkat kerja pun harus bersusah-susah?
Sudah ya, ngomongin DPR-nya udahan dulu. Aku mau membagikan kisahku--sebagai sebutir rakyat jelata--naik transportasi umum.
***
Ditraktir Ongkos Naik Angkot
Semasih aku sekolah, angkutan perkotaan (angkota) adalah alat transportasi andalan. Waktu itu, jumlah armada terbatas, sedang penumpangnya banyak--dari anak sekolah sampai emak-emak. Jadi, daripada terlambat ke sekolah, nggandul (berdiri di pintu) tak apa. Kalau rame, lebar pintu angkot yang cuma sekitar 60 cm itu bisa dijejali hingga tiga anak. Ngeri kan?
Nggandul juga mesti dilakukan atas nama keadilan bagi kaum yang lebih lemah, seperti wanita atau lansia, bisa mendapat prioritas tempat duduk.
Namun saat masih tersedia cukup kursi, aku bisa dengan anteng duduk di dalam. Badanku minimalis, jadi tak makan tempat. Kalau sudah di pojokan, sedang penumpang lain membawa barang belanja bejibun, dijamin aman!