Jika diberi pilihan: main di sungai atau main HP, anak Anda akan memilih mana? Anda akan memberi yang mana?
Kebiasaan orang tua, sadar atau tidak, bakal ditiru anak. Jika orang tua suka berkata kasar dan marah-marah, anak berkata kasar. Jika orang tua bertukang, anak ikut memegang palu. Jika orang tua memasak, anak ikut mencampur adonan atau memotong sayur.
Apakah itu salah? Tidak. Children see, children do. Anak ingin menyentuh, merasakan, mencoba, dan mengalami apa yang orang tua lakukan. Apalagi jika benda itu bisa bersuara, berubah warna, muncrat. Yang dilihat orang tua: kotor, berantakan, berbahaya. Yang dilihat anak: percikan kembang api.
Imajinasi anak bakal berkembang ideal jika mereka memakai panca inderanya. Sejalan dengan perkembangan saraf-saraf di otaknya. Sebaliknya, jika anak hanya menonton video di gawai, otaknya bakal tumpul, imajinasinya mati muda.
Pemilik Otoritas
Orang tua memegang otoritas terhadap anaknya, khususnya jika masih balita. Di masa ini orang tua memegang peranan penting. Jika otoritas digunakan dengan benar, anak akan tahu hak dan kewajibannya.
Misalnya, tren memberikan HP pada anaknya populer hari-hari ini. Alasannya beragam. Supaya anak anteng saat ikut suatu pertemuan, sampai gengsi.
Berikutnya, orang tua kebakaran jenggot saat anaknya kecanduan HP, tidak disiplin, dan tidak menyahut saat dipanggil. Lalu nilai ujiannya anjlok. Orang tua pun curhat kepada guru. Lho, siapa yang memberikan HP kepada anak?
Jika hal ini dibiarkan, dikhawatirkan orang tua bakal kehilangan otoritasnya. Anak jadi penuntut. Orang tua tak berkutik. Jika tak dituruti, anak tantrum, mengancam tak mau sekolah. Wah, ngeri ya...
Aku tidak mengatakan bermain HP adalah mutlak hal negatif. Mirip halnya, pisau diciptakan untuk kebaikan, bukan? Namun, di tangan orang yang salah, pisau justru bisa melukai.