Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan Tak Semarak Tanpamu, Kolak

30 April 2020   13:44 Diperbarui: 30 April 2020   14:01 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bermacam-macam kolak, foto: Kompas.com/SRI ANINDIATI NURSASTRI

Ramadan tiba, Ramadan tiba, Ramadan tiba... Apa yang paling anda nantikan di bulan Ramadan?

Kota kuliner yang terkenal di Jawa Tengah, ya Salatiga! Tak percaya? Jika Kompasianer melintasi Jawa Tengah mampirlah ke kota mungil ini. Mau cari makanan jenis apa pun ada. Dari yang halal sampai non-halal, tersedia. Mau yang tradisional sampai fast food, ready. Mau bermanja di bangku empuk ala restoran atau merakyat di dingklik khas angkringan, siap.

Untuk kuliner (me)rakyat sebutlah soto, tumpang koyor, nasi kucing (kucingan), bubur ayam, nasi goreng ayam-pete-babat iso-ruwet, olahan berbagai unggas, modifikasi dedaunan, olahan kulit dan jeroan, olahan tahu beserta ampasnya (gembus), semua ada. Singkong, makanan khas wong ndeso pun di Salatiga bisa disulap menjadi banyak macam penganan, dari yang kering hingga basah, mulai kelas "ekonomi" sampai "bisnis". Suatu pengakuan bahwa manusia Salatiga memang kreatif.

Jangan lupakan wedang ronde (sekoteng) yang manjur menghangatkan pencernaan, cocok diseruput di malam dingin kota ini. Di balik gempuran minuman kekinian es kopi susu atau "teh gajah", pesona cendol dawet tak lekang oleh zaman. Sampai didendangkan oleh pedangdut sohor Didi Kempot, "Cendol dawe seger, limang atusan..." (Sambil tanpa sadar kedua jempol diangkat ke langit) Maka, tak ada ceritanya anda bakal kelaparan jika berada di Salatiga.

Salah satu kuliner yang bagiku unik adalah kolak. Mengapa unik? Meski dikenal sebagai kuliner pasar, kolak---ibarat buah yang adanya musiman---jarang ditemukan kecuali di bulan puasa. Kudapan berbahan dasar santan dan gula merah ini lincah berkolaborasi dengan pisang, labu maupun singkong serta ubi mewujud sajian menggoda. Apalagi ditambahkan es batu, aduhai... Nikmat mana yang kau dustakan.

Setiap datang bulan puasa di Jalan Jensud (Jenderal Sudirman), dan Jalan Pemuda Salatiga berjajar penjaja kolak dan aneka bubur. Menu takjil ini cocok untuk mereka yang baru pulang kantor, yang tak sempat memasak di rumah, ataupun anda yang memang doyan jajan.

Harganya berkisar antara Rp.5.000-Rp.10.000,- Semarak ini menciptakan atmosfer bagi kaum muda---khususnya---untuk menceburkan diri dalam lautan kuliner untuk kepentingan ngabuburit berfaedah. Tapi, itu dulu...

Suasana sore hari di Jalan Jendral Sudirman Salatiga, foto: dokpri
Suasana sore hari di Jalan Jendral Sudirman Salatiga, foto: dokpri

Dalam sepanjang sejarah perkulineran kota yang terletak di bawah lereng Gunung Merbabu, baru tahun ini jalanan tersebut lengang melebihi hari-hari biasa. Tiga hari sebelumnya, saat saya berlalu di ruas jalan utama tak ada satu pun display kudapan nan khas ini. Tidak ada tanda-tanda kalau bulan ini memasuki Ramadan, tak ada gereget untuk menyambut jam berbuka puasa. Barangkali mereka masih takut atau memang gigih untuk berjuang #dirumahaja. Rupanya saya sedikit salah. Kemarin saat saya kembali melintas, mereka sudah melapak dengan tetap menjaga jarak.

Ada yang membuka pintu belakang mobilnya menjadi meja lapak, ada pula yang memakai gerobak dengan berbagai orneman, entah untuk memikat pengunjung atau sekedar sebagai identitas. Tidak seramai tahun sebelumnya memang. Namun di sinilah eksistensi Kota Salatiga, tanpa kuliner jadi kurang populer. Tanpa kolak, Ramadan takkan semarak.

Mereka, para pejuang takjil ini mayoritas adalah para pemuda lokal yang kreatif dan responsif memanfaatkan momen Ramadan untuk meraup nafkah. Hanya satu dua ibu-ibu muda yang ikut nimbrung. Di antara barisan kolak, ada juga yang tak ingin kalah menjajakan penganan ringan mainstream, seperti bakso bakar, kentang goreng, sosis bakar hingga baby cumi. Tak hanya di pusat kota, di pinggiran pun para pemuda ini membuka lapak. Begitulah euforia Ramadan. Mau sepi atau ramai, mau di pusat kota atau pinggiran, kuliner adalah menu wajib!

Rugi besar jika anda lewat Salatiga tanpa mencicipi kulinernya. Oleh pemerintah daerah yang bekerja sama dengan pedagang dan penggiat UKM, dibuatlah program street food secara periodik di Jalan Raden Patah, dan ditetapkan lokasi khusus kuliner di Jalan Seruni. Pemerintah cukup serius mendukung kemajuan kuliner di Salatiga.

Ada satu cerita unik. Terdapatlah dua pemuda berhati tulus nan iklhas, hendak menguji mental menjajakan kolak. Di balik hobi perang di dalam game online, tak ada kata malu dalam kamus mereka. Bersiaplah mereka dengan dua puluh gelas kolak yang ditata rapi di sebuah nampan. Tanpa mengurangi rasa hormat, saya tahu mereka bukan juru kolak. Entah membaca resep dari mana, tiba-tiba mereka bisa meracik seberapa kental santannya, semanis apa kuahnya, dan berapa potong pisang yang diisikan ke dalam gelas. Beranjaklah sekawan itu dua jam sebelum magrib, waktu ideal untuk melapak.

Tips bagi pedagang pemula. Sebelum membuka lapak, lakukan survei untuk melihat potensi daya beli masyarakat.

Survei sudah, dagangan siap. Dengan cekatan keduanya berhenti di satu trotoar di sudut alun-alun kota, tempat persimpangan pengendara dari berbagai penjuru. Itulah kekuatan sebuah survei. Hanya mereka satu-satunya penjual kolak di tempat itu. Bahkan, mereka itulah satu-satunya pedagang! Menurut analisa, ancaman persaingannya NOL. Jadi dengan teramat rela mereka siap menyambut rezeki. Masalahnya, tak ada pesaing, tak ada juga pembelinya, hahaha.

Antara kasihan dan ingin menertawakan. Bagaimana pun mereka telah belajar, urusan menjajakan kolak pun bukan hal sepele. Butuh strategi dan perhitungan bisnis yang akurat, perlu tim promosi dan publikasi, butuh kecermatan membaca peluang pasar; bukan sekedar mencampur bahan dan mengemas dan lalu membuka lapak. Setidak-tidaknya mereka telah berkontribusi menyemarakkan Ramadan dengan kolak.

Kalau Ramadan di kota tempat tinggalmu seberapa semarak, guys?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun