Cara apapun yang dilakukan seseorang dalam menulis, tentu harus disertai tujuan. Ingin produktif menulis setiap hari, ini saja sudah tujuan. Ingin menjadi saksi dari satu zaman melalui tulisan, ini sudah tujuan.
Ingin berbagi pengalaman melalui tulisan... ingin menulis karena menulis itu membahagiakan.... dst. Bahkan ingin dikenal sebagai penulis ternama, ini adalah tujuan yang sah-sah saja.
Tanpa menetapkan arah dan tujuan, seseorang akan sangat mudah kehabisan ide dan tidak tertarik lagi untuk menulis.
Dengan arah dan tujuan yang jelas, serta bisa menjadikan menulis sebagai kegiatan membahagiakan tanpa memaksa diri... ini artinya seseorang sudah menciptakan koneksi dengan dunia tulis-menulis.Â
Dan kalau koneksi itu sudah tercipta, seorang penulis akan bisa menemukan jalan untuk membuat keterampilan menulisnya semakin terasah dan semakin matang.
Mungkinkah kebiasaan menulis setiap hari bisa meningkatkan keterampilan menulis? Mestinya mungkin, selama penulisnya menyadari bahwa ia melakukannya dengan sengaja sebagai salah satu cara mengasah keterampilan menulis.
Tetapi menulis setiap hari bisa juga menjadi sesuatu yang paradoksal. Yaitu akibat menulis setiap hari, penulisnya malah kehilangan hari-hari yang berharga, ketika ia tak lagi punya waktu untuk meningkatkan keterampilan menulisnya. Atau tak lagi merasa perlu untuk berlatih. Karena ia menulis semata-mata demi menulis itu sendiri.
Belajar dari KesalahanÂ
Membaca buku-buku yang sudah banyak diakui mutunya, hanya salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan menulis. Cara ini sudah begitu banyak disebut, sehingga dianggap tips basi. Dan karena dianggap basi, sehingga luput dari perhatian. Padahal tips basi inilah salah satu kunci utama untuk meningkatkan keterampilan menulis.
Membaca buku-buku menarik, akan membuat kita tergugah. Misalnya, mengamati bagaimana bisa Ernest Hemingway menulis karya buku yang begitu bagus. Dan karena begitu bagusnya bukunya, kadang buku itu sampai dibaca berulang-ulang.
Karena membaca berulang, akhirnya akan ditemukan teknik-teknik tertentu yang digunakan oleh penulis buku itu. Ini saja sudah merupakan salah satu proses belajar. Ini tidak berarti si penulis lalu mengimitasi gaya orang lain, dengan menanggalkan ciri khas sendiri.