Tanggapan dari peserta dan masyarakat umum terhadap program Bimwin sangat bervariasi, yang tampaknya sangat dipengaruhi oleh kualitas implementasi lokal dan pola pikir individu. Di satu sisi, banyak laporan yang menunjukkan pengalaman positif. Para peserta di beberapa KUA dilaporkan sangat antusias, aktif berdiskusi, dan menganggap materi yang disampaikan bermanfaat, terutama topik-topik praktis seperti mengelola keuangan keluarga dan mempersiapkan generasi berkualitas. Bagi sebagian peserta, program ini menjadi pengalaman berharga yang membuka wawasan baru sebelum memasuki gerbang pernikahan.
Di sisi lain, terdapat kendala praktis seperti jadwal kerja yang tidak fleksibel dan jarak tempuh ke KUA yang menjadi penghalang nyata bagi partisipasi, memaksa beberapa calon pengantin untuk tidak hadir atau mengikuti dengan setengah hati. Pengalaman peserta, oleh karena itu, sangat subjektif; program ini berhasil ketika disajikan secara menarik dan relevan.
Bagian V: Arah Masa Depan: Revitalisasi dan Inovasi Program Bimbingan Perkawinan
Bagian akhir ini berorientasi ke masa depan, mengkaji potensi transformasi digital dan menguraikan serangkaian rekomendasi strategis untuk mengatasi tantangan inti program serta meningkatkan dampaknya di masa mendatang.
5.1. Transformasi Digital: Potensi dan Tantangan E-Bimwin
Terdapat dorongan strategis yang jelas ke arah digitalisasi layanan Bimwin. Inovasi ini mencakup pengembangan platform daring, model bimbingan virtual, dan integrasi dengan sistem pendaftaran nikah online (Simkah Web). Model E-Bimwin menawarkan solusi atas banyak masalah logistik dan aksesibilitas yang dihadapi program konvensional, seperti keterbatasan waktu dan jarak. Melalui situs web dan aplikasi seluler, calon pengantin dapat mengakses materi kapan saja dan di mana saja, yang dapat disajikan dalam format yang lebih menarik seperti modul video interaktif, ujian online, dan sesi konsultasi virtual.
Digitalisasi berpotensi menstandarisasi kualitas konten dan memperluas jangkauan program secara signifikan. Namun, transformasi ini juga membawa tantangan baru, terutama kesenjangan digital. Tidak semua calon pengantin memiliki akses yang setara terhadap perangkat dan koneksi internet yang stabil. Selain itu, model daring berisiko menghilangkan manfaat interaksi interpersonal dan diskusi kelompok yang menjadi keunggulan sesi tatap muka. Oleh karena itu, pengembangan model hibrida yang mengkombinasikan fleksibilitas digital dengan kedalaman interaksi tatap muka dapat menjadi jalan ke depan yang paling efektif.
5.2. Penguatan Ekosistem Pendukung Keluarga
Para ahli dan berbagai laporan menyarankan bahwa untuk membangun ketahanan keluarga yang tangguh, intervensi tidak boleh berhenti pada kursus pranikah semata. Diperlukan sebuah ekosistem pendukung yang komprehensif dan berkelanjutan. Salah satu langkah penting adalah memperluas basis fasilitator di luar Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenag, dengan melibatkan para ahli dari masyarakat seperti psikolog, konselor keluarga, dan tokoh masyarakat yang memiliki kualifikasi.
Selain itu, perlu dikembangkan layanan pasca-pernikahan (after marriage service) untuk memberikan pendampingan berkelanjutan bagi pasangan suami-istri dalam menghadapi tantangan rumah tangga. Intervensi juga perlu diperluas ke hulu dengan menyasar kelompok usia yang lebih muda melalui program seperti Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS). Dengan demikian, Bimwin tidak lagi dilihat sebagai satu-satunya solusi, melainkan sebagai gerbang masuk menuju sebuah ekosistem layanan yang mendukung keluarga di setiap tahap perkembangannya.
5.3. Rekomendasi Kebijakan Strategis