Bagaimana AI Mengubah Keuangan Konservasi?
Konsep pendanaan konservasi terus berkembang. Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP16) Cali tahun 2024 menekankan urgensi pendanaan konservasi dalam skala besar. PBB memperkirakan bahwa $300 miliar per tahun diperlukan untuk solusi berbasis alam (Nature-based Solutions/NbS). AI dapat menjadi terobosan untuk memastikan pendanaan sampai ke wilayah biodiversitas yang paling terpencil di Indonesia.
Teknologi seperti pemetaan satelit, pelacakan eDNA, dan keuangan berbasis blockchain telah menciptakan model baru untuk konservasi. Perusahaan Inggris, NatureMetrics, telah mengumpulkan dana $37 juta untuk mengembangkan teknologi AI berbasis e-DNA guna verifikasi keanekaragaman hayati.
Sementara itu, platform seperti Regen Network di AS dan Landbanking Group di Jerman menggunakan AI dan blockchain untuk melacak, memverifikasi, dan menjual jasa ekosistem. Indonesia dapat mengadaptasi model ini untuk membangun kerangka keuangan biodiversitas berbasis AI.
Setidaknya ada tiga strategi bagaimana AI dapat membuka peluang ekonomi berbasis alam di Indonesia. Pertama, Kredit keanekaragaman hayati berbasis satelit. Berbeda dengan kredit karbon, kredit keanekaragaman hayati berfokus pada pelestarian ekosistem dan satwa liar.
AI dan pemantauan satelit dapat melacak kesehatan keanekaragaman hayati secara real-time, memastikan bahwa pendanaan benar-benar diarahkan ke kawasan konservasi yang efektif. Perusahaan yang ingin mencapai target keberlanjutan dapat membeli kredit ini, menciptakan sumber pendanaan jangka panjang bagi hutan Indonesia tanpa harus berutang.
Kedua, skema tukar utang (debt swap) untuk konservasi berbasis AI. Indonesia telah mengeksplorasi skema tukar utang untuk konservasi, di mana sebagian utang nasional dihapus dengan komitmen perlindungan lingkungan.
AI dapat meningkatkan transparansi dan efektivitas skema ini dengan menggunakan data real-time untuk memantau dampak konservasi. Dengan mengintegrasikan penilaian risiko berbasis AI, Indonesia dapat memperoleh syarat keuangan yang lebih baik tanpa memperbesar utang.
Ketiga, dana perwalian (trust fund) konservasi berbasis AI. Optimalisasi pengelolaan dana perwalian konservasi melalui AI dapat dilakukan dengan menganalisis data ekologi, efisiensi pendanaan, dan keberlanjutan proyek jangka panjang. Misalnya, model machine learning dapat memprediksi program konservasi mana yang memiliki pengembalian finansial tertinggi melalui ekowisata, kehutanan berkelanjutan, atau pasar keanekaragaman hayati, sehingga alokasi dana lebih efektif.
Lebih jauh, peralihan ke investasi yang beriorientasi pada alam dapat mendefinisikan kembali ekonomi hutan Indonesia tanpa terjebak dalam pola ekstraksi sumber daya tradisional. Indonesia dapat mengambil tiga langkah kebijakan untuk menarik investasi berbasis alam: Menyusun kerangka regulasi untuk pasar keanekaragaman hayati berbasis AI, memperkuat kemitraan publik-privat, dan memprioritaskan masyarakat adat dan komunitas lokal.