Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Motif di Balik Tuduhan Plagiarisme Penyair Taufik Ismail

3 April 2011   22:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:09 2340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kerendahan Hati Oleh Taufiq Ismail Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi danau. Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, Jadilah saja rumput, tetapi rumput yangmemperkuat tanggul pinggiran jalan. Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya Jadilah saja jalan kecil, Tetapi jalan setapak yang Membawa orang ke mata air Tidaklah semua menjadi kapten tentu harus ada awak kapalnya.... Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu Jadilah saja dirimu.... Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri.

Be the Best of Whatever You Are By Douglas Malloch If you can't be a pine on the top of the hill, Be a scrub in the valley - but be The best little scrub by the side of the rill; Be a bush if you can't be a tree. If you can't be a bush be a bit of the grass, And some highway happier make; If you can't be a muskie then just be a bass - But the liveliest bass in the lake! We can't all be captains, we've got to be crew, There's something for all of us here, There's big work to do, and there's lesser to do, And the task you must do is the near. If you can't be a highway then just be a trail, If you can't be the sun be a star; It isn't by size that you win or you fail - Be the best of whatever you are!

Coba perbandingkan kedua puisi di atas, dan siapapun yang membacanya akan mengambil kesimpulan yang sama: ada plagiarisme di sini. Tapi apa sesederhana itu persoalannya?

Saya juga tak lupa membaca tanggapan pembaca di media yang disarankan oleh BP. Salah seorang pembaca berinisial Win menulis di sebuah media menulis:

"Kalau menyimaki kedua karya puisi tersebut. Tidak disangsikan Taufik menjiplak Douglas Malloch. Aku sendiri engga pernah bersimpati pada sastrawan/budayawan yang satu ini. Ada kesan kepalsuan!Maaf saja kalau opini saya ini bersebrangan dengan kebanyakan orang."

Mengapa polemik di facebook dan pemberitaan media ini menjadi penting untuk disimak?

Pertama dan terpenting adalah, Taufik Ismail adalah seorang tokoh sastrawan besar yang apabila tuduhan itu terbukti maka akan menjadi tsunami bagi kesusastraan Indonesia, karena meskipun sejumlah sastrawan besar seperti halnya Chairal Anwar sebelumnya pernah dituding plagiat, namun apa yang dilakukan TI (jika ia benar-benar melakukannya) jauh lebih besar dari semua yang pernah ada. Selain itu, TI saat ini adalah salah satu ikon sastra di indonesia, terlepas dari banyak pula orang atau kelompok yang berseberangan dengannya dari segi ideologi dan genre sastra. Pertanyaannya, apakah memang TI melakukan plagiarisme?

Kedua, apakah tuduhan BP yang sangat keras ini berdiri sendiri sebagai sebuah bentuk kritik jernih atau memiliki konstruksi yang lebih rumit dari apa yang tampak di permukaan?

Ketiga, sejauhmana media bisa diandalkan sebagai penyampai berita yang andal, yang dapat memberi berita yang 'benar' dari segi meodologi pencarian informasi ataupun penyusunan berita.

Dan keempat adalah bagaimana audiance seharusnya bereaksi atas beragam informasi yang tak lengkap, yang jumlahnya tak terkira di dunia maya ataupun dunia realitas?

Kembali ke laptop. Jika kita membaca status BP beserta komentar-komentarnya atas berbagai komentar tamu, terlihat bahwa sebelum menulis status tersebut, BP sebenarnya telah memiliki preferensi atau penilaian tersendiri atas TI. Oleh BP cs TI dituduh sebagai sastrawan yang suka 'menekan-nekan' sastrawan muda serta terhadap ideologi TI yang berseberangan dengan LEKRA. Adanya selentingan informasi yang tampaknya menunjukkan 'sisi buruk' dari seorang TI (plagiarisme adalah kiamat bagi seorang penulis) seakan menegaskan bahwa TI tak kalah buruknya atau malah justru lebih buruk dari sastrawan yang dikritiknya (dicontohkan salah satunya penilaian TI terhadap Ayu Utami sebagai 'sastra selangkangan').

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun