Ia masih terkesima dengan sejumlah tumpukan berwarna merah muda yang begitu menjulang.
"Baik, akan saya lakukan."
"Kamu tahu resikonya?"
Ia mengangguk. Transaksi haram itu berjalan mulus. Dan setumpuk uang masuk dalam tasnya.
Tetapi ketika apes, maka akan apes saja. Langkah pengiriman tak pernah bisa terjadi. Praktik haram tercium aparat.
Memang ia tidak berbakat dengan hal-hal yang menyerempet bahaya dan jahat. Karena sesungguhnya jiwanya adalah orang baik. Ketamakan membuat ia terperdaya. Aksi yang akan menyelundupkan benda haram, gagal.
Beruntung ia hanya sebagai saksi. Harusnya bisa saja ia menjadi tersangka. Tetapi nasib baik masih melindunginya. Ia harus membayar kerugian negara. Dan itu cukup menguras kantongnya, bahkan tabungan yang ia simpan selama bertahun-tahun.
Istrinya menangis sejadinya. Meski masih bersyukur, bahwa suami yang dicintai masih bisa selamat dari jeratan hukum.
"Gendhis, maafkan aku,"
Istrinya mengangguk.
"Sementara aku akan tetirah. Menyendiri. Kamu tahu tempatnya. Kau bisa menghubungiku sewaktu-waktu."