Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Decak Kagum

29 Maret 2018   21:14 Diperbarui: 29 Maret 2018   21:23 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.

/1/

aku merasa kesunyian ini terasa syahdu, saat detak jarum jam terdengar merdu. aku sendiri, dalam kesunyian hati dalam gundah gulana. bagaimana dengan kamu?

mencemaskanmu adalah suatu hal yang membuatku merasa sepi, lalu lain tempat di ujung sana, kau tertawa riang untuk kemenanganmu. aku gundah, atas sikapmu yang membuat ku tak berdaya menghadapinya. menggila atas kebaikanmu. menggila atas sentuhan senyummu.

sebentuk rindu berlalu lalang mengisi kalbuku. bertuliskan nama dan wajah sendumu. kamu berkata, "hei, hari ini aku tak bisa datang ya, lagi sibuk!" mestinya tak boleh begitu, karena rindu mengisi ruang. tapi jika aku rindu, tak bolehkah aku mengatakannya padamu?

***

/2/

waktu itu hujan turun, rinai ringan, pohon kembali basah. di antara dunia seakan berjalan pelan, aku menunggu lintasmu di tempat biasa. kabut pekat, tapi masih nampak dirimu berlari.

aku berkata, "mengapa kau tak beranjak cepat, saat aku sudah tak sabar?" lalu ucapmu berkata, "tunggu sebentar, aku merasa ada yang tertinggal." tapi mengapa aku terpaku diam, melihat dirimu pucat dan basah, bagai tak bernyawa?

decak kagum tak pernah habis, oleh wajah pucat dan basah, "tidak! bukan aku yang memberi isyarat itu." tapi dirimu hanya tak tenang saat harus bertemu denganku, "hatiku, hatiku, kau sembunyikan di sana," kau menunjuk tepat ke arah hatiku,

"aku, aku kehilangan hatiku, sedangkan dirimu, juga kehilangan sebagian hatimu."

begitu, ya? lalu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun