Mohon tunggu...
Wahid kurniawan
Wahid kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Pengarang

Insya Alloh akan jadi seorang writer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jalanan pada Satu Malam di Bulan Juni

1 Juli 2019   01:29 Diperbarui: 1 Juli 2019   01:39 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ya, setelah ini kauberharap mendapati setan atau pohon berjalan yang menyapa dan menanyai mau ke mana dengan riang. Kau terkikik sendiri, tersadar akan harapan konyol tak masuk akalmu. Eh, bagaimana kalau aku bertemu Kuntilanak? Hmmm, mungkin aku bisa mengajaknya mengobrol dan curhat, aku kira kami bernasib sama. Lalu terus berjalan, sementara waktu membangkitkan dingin yang menggigit lehermu.

Aku yakin ada yang mengikuti, gumammu, menoleh ke belakang, dan sama sekali tak mendapati siapa-siapa selain jalanan yang diam. Oh, perasaanku saja. Aneh, belakangan ini aku sering merasa diikuti seseorang, atau diawasi mata-mata misterius. Kau ingat perkataan temanmu, itu hanya halusinasimu saja.

Tidak, kau jawab, aku bener-bener merasakannya. Hmmm, itu sebabnya kau butuh pacar. Pacar? Kau tersenyum geli. Sama sekali tak menemukan hubungan antara perasaan takut dengan memiliki pacar. Tapi, mungkin ia benar! Ya, barangkali saja. Sebab kausendiri menyadari, bahwa sudah lama kau tak pacaran. Terakhir kali kau pacaran adalah dua tahun yang lalu. Dua tahun! Itu waktu yang lama bila disandingkan dengan teman sebayamu untuk menyandang status jomblo. Akan tetapi, tidak! Kau sudah bertekad untuk tak menyandang status pacaran setelah tragedi itu.

Setelah wanita itu menepis perasaanmu itu! Hmmm, dia apa kabar, ya? serta-merta ingatanmu melayang ke masa tiga tahun itu, ingatan tentangnya. Dia, wanita cantik yang menurut teman satu sekolahmu berkulit terlalu putih bahkan tidak normal itu, di mana dia sekarang? Kau mengingat, kapan kali terakhir kau bertemu dengannya. Hmm, aku rasa setahun yang lalu. Seperti apa dia sekarang? Berani taruhan, dia pasti tambah cantik. Kamu terkikik geli, lagi. Merasa lucu akan duganmu dan, teringat tepat di tahun ketiga sekolahmu, kau duduk sebangku dengannya.

Kau terkikik lagi, bahkan sampai hampir terbahak. Mengingat bagaimana saban hari kalian selalu memiliki hal untuk diributkan, pendapat atau jalan pikiran yang tak pernah sama. Hubungan yang aneh, kau menggumam, dan, sialnya, aku merindukannya! Terdiam, kakimu lelah, bajumu banjir oleh peluh. Lalu, kau duduk sejenak di bangku semen di pinggir jalan, sendirian, melanjutkan sesi mengingat kenangan. Kau merindukan saat bertengkar atau berdebat dengannya, mengingat betapa lucunya wajah putih itu ketika ia kalah berdebat denganmu. Ia akan cemberut, diam selama beberapa saat, tapi pada akhirnya kembali tertawa entah menertawakan hal apa denganmu.

Apa ia baik-baik saja sekarang? Kabar, keadaan, seperti apa seseorang, itu ketiga hal yang seringkali membuatmu canggung untuk menanyakannya. Tak terkecuali terhadap wanita itu, kau masih terlampau canggung, ah, atau bahkan kelewat malu, sehingga pertanyaan-pertannyaan itu selalu berakhir dengan keyakinan, bahwa ia atau mereka tengah dalam keadaan baik-baik saja sambil meletakkan kata 'semoga' di ujung kalimat. Ya, semoga ia sedang berbahagia di sana, kau menggumam, menghela napas, kemudian bangkit berdiri. Sudah saatnya kau melanjutkan perjalananmu.

Menyusuri jalanan lengang nan temaram sebab lampu di jalan itu ternyata semakin jauh jaraknya kian sedikit jumlahnya. Merapatkan jaket hitammu, menggumam, aku harus pulang. Dan kau memang berniat kembali, pulang ke titik semula kau memulai perjalananmu malam ini. Sekarang sudah hampir dini hari, jalanan yang kaulalui tak seramai tadi.

Kau merasa lebih tenang, sekaligus menyadari perasaan itu kian menggigit. Apa aku salah tetap merahasiakannya? Ini sudah Juni yang ketiga sejak perasaan itu berbenih, tumbuh, dan berkembang seiring waktu. Sehari lagi Juni berakhir, bulan paling keramat bagi pecinta puisi dan hujan yang jarang-jarang, esok akan melambaikan tangan. Selamat tinggal, Juni, gumammu, untuk kesekian kali. Sampai bertemu tahun depan, matamu memanas, perasaan itu semakin menggigit. Semoga ketika kita bertemu lagi, aku tak lagi menikmati malammu seperti ini, dadamu bergejolak, langkah menuju pulang teramat berat. Bagaimana Juni tahun ini, Ra? Kau terdiam, sama sekali tak mengira pertanyaan itu muncul, nama itu kausebut. Ya, selalu saja, pada akhirnya aku teringat akanmu, batinmu.

Terbayang sosok lain yang spesialnya melebihi wanita yang kelewat putih itu. Ah, membuang napas, menyadari bahwa wanita itu masih bercokol di benakmu, masih menancapkan jangkarnya di palung terdalam hatimu. Kau meringis, perasaan itu kian menggigit. Dalam, tak berubah sejak dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun