Mohon tunggu...
I PutuWisnu
I PutuWisnu Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Mahasiswa Farmasi UNMAS Denpasar(Jomblo)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kuliah Farmasi Kelewat Stres? But Your Mental Health Is Your Priority

1 Februari 2024   18:00 Diperbarui: 1 Februari 2024   19:54 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi apoteker memberi konseling kepada pasien (Sumber: pexels.com)

Kesehatan mental menjadi suatu aspek penting yang menentukan kesehatan seorang individu. Menurut WHO (2013), kesehatan mental merupakan kondisi kesejahteraan dimana individu dapat merealisasikan kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan kehidupan yang normal, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya. Seseorang memiliki kesehatan mental yang baik tidak hanya terhindar dari penyakit mental tetapi juga memiliki keadaan mental yang sejahtera.

WHO (2001) menyatakan bahwa satu dari empat orang di dunia akan dipengaruhi oleh gangguan mental atau neurologis di beberapa titik dalam kehidupan mereka. Salah satu contoh gangguan mental adalah depresi. WHO (2018) menunjukkan bahwa depresi adalah penyakit umum di seluruh dunia, dengan lebih dari 300 juta orang terkena dampaknya.

Seorang Farmasi memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan mental pasiennya. Tenaga kefarmasian atau apoteker mempunyai kewajiban memberikan informasi dan edukasi pasien tentang penggunaan obat psikiatri, mengenali adanya masalah gangguan mental melalui observasi dan skrining, menyediakan informasi dan referral bagi pasien yang membutuhkan penanganan, mengevaluasi penggunaan obat pasien, serta monitoring efek samping obat dan identifikasi gejala putus obat sebagai efek samping dari obat yang diresepkan untuk penderita gangguan mental.

Karena pentingnya peran apoteker untuk menjaga kesehatan pasien menyebabkan tingginya permintaan akan apoteker, ini adalah hal yang luar biasa. Namun, bagi mahasiswa yang mendedikasikan 4 tahun atau lebih hidupnya untuk mempelajari seluk beluk narkoba, efek samping (AE), dan mekanismenya, hal ini tentu tidaklah mudah.

Penelitian yang dilakukan oleh WHO dalam WHO World Mental Health International College Student project yang meneliti sembilan belas universitas di delapan negara ditemukan bahwa 35 persen mahasiswa seumur hidupnya mengalami setidaknya satu mental disorder DSM-IV yaitu anxiety, mood, atau substance disorder dimana dan 31,4 persen mengalaminya dalam rentang 12 bulan terakhir.

Mahasiswa farmasi menerima pendidikan yang sangat intens, penuh dengan informasi yang sangat banyak, berbulan-bulan tanpa tidur, dan hari-hari yang panjang dan berlarut-larut. 

Dengan meningkatnya tingkat kondisi kesehatan mental di kalangan mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi, mahasiswa farmasi mendapati diri mereka berada di bawah tekanan yang lebih besar untuk menghadapi stigma yang muncul akibat kondisi tersebut dan terapi yang mereka jalani.

Ilustrasi mahasiswa farmasi saat banyak tugas (Sumber: pexels.com)
Ilustrasi mahasiswa farmasi saat banyak tugas (Sumber: pexels.com)

Bagi mahasiswa farmasi, menghadapi stigma mengenai masalah kesehatan mental bisa jadi jauh lebih menantang daripada yang dibayangkan. Benzodiazepin, suatu golongan obat yang terutama menangani depresi dan kecemasan, adalah salah satu golongan obat yang paling mendapat stigma dalam kurikulum farmasi. 

Bagi siswa yang mungkin telah diberi resep benzodiazepin karena kecemasan atau depresinya, akan menjadi lebih memalukan dan sulit untuk berbicara tentang kesehatan mental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun