Sebagai contoh, untuk mengetahui penyebab kematian, maka harus dilakukan  otopsi terhadap mayat. Selain itu tidak dapat ditentukan penyebab kematian, meskipun ada bagian-bagian yang diambil sebagai sample untuk menentukan penyebab kematian atau mencari sesuatu yang diyakini sebagai penyebab kematian.Â
Maka dalam hal ini harus ditentukan dulu standard prosedurnya, yaitu: otopsi adalah wajib untuk mencari tahu penyebab kematian dalam kasus kematian tidak wajar. Selain itu, maka prosedurnya salah. Atau bisa juga sebaliknya. Tergantung mana prosedur yang sah mana yang tidak sah namun terjadi. Â
Demikian kepakaran yang dimiliki seorang ahli diterjemahkan menjadi suatu sistem yang menjadi panduan bagi yang membutuhkan, misalnya dalam kasus kopi sianida, maka sistem tersebut dapat dipakai dalam pengadilan.
Namun, bukankah dalam implementasinya tidak sesederhana itu? Karena jika sesederhana itu, maka tidak akan ada pengadilan, karena semuanya sudah jelas benar salahnya dimana, tinggal ditentukan saja pasal-pasal yang sesuai untuk menentukan hukumannya.
Maka dalam hal ini, perlu juga diterapkan teknologi Artificial Intelligence untuk membantu hakim dalam menimbang-nimbang keputusan yang akan diambil, jika keterangan ahli berperan penting untuk membuktikan sesuatu.
Dengan membandingkan keterangan para ahli dengan standar prosedur  dan sistem kepakaran yang sah, keterangan-keterangan pendukung, keberadaan barang bukti, serta logika-logika yang berlaku, maka sebuah sistem Artificial Intelligence dapat membantu hakim melihat sesuatu secara lengkap.
Seperti chatGPT yang dapat "berbincang" dengan penggunanya untuk menghasilkan output yang diinginkan, maka seorang hakim pun dapat memiliki tool yang dapat diajak "berdiskusi" mengenai apa yang sudah terjadi selama penyelidikan dan persidangan.
Tentunya data-data yang dipakai dalam teknologi Artificial Intelligence untuk pengadilan ini bukan data-data umum seperti pada ChatGPT. Data yang di-training dalam Artificial Intelligence untuk pengadilan pada suatu saat, tentunya berasal dari kumpulan data selama persidangan, yang dihubungkan dengan sistem kepakaran.
Apakah pada akhirnya saksi ahli, hakim, pengacara, jaksa  dalam persidangan akan digantikan oleh Artificial Intelligence? Tentu tidak! Karena suatu kasus biasanya cukup komplek, sehingga tetap diperlukan pemaparan tentang sesuatu hal dari berbagai sisi.Â
Namun, teknologi Artificial Intelligence dapat membantu mendokumentasikan berbagai keterangan yang didapat selama persidangan, membandingkan keterangan para ahli, membandingkan dengan fakta-fakta terkait yang didapat selama persidangan, membandingkan keterangan ahli dengan barang bukti, dan sebagainya, hingga akhirnya kemudian menarik kesimpulan.Â
Dengan demikian keyakinan seorang hakim dalam memutuskan sesuatu, ada dasarnya yang dapat dijelaskan dengan logika, karena dengan bantuan Artificial Intelligence, hakim dapat melihat segala sesuatunya dengan lengkap. Istilahnya, Artificial Intelligence dapat membantu menyusun puzzle yang tadinya berantakan menjadi suatu gambar yang lengkap.