PENDAHULUAN
Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang kian pesat, organisasi saat ini menghadapi lanskap yang sangat dinamis dan tidak menentu. Istilah disrupsi kini tidak lagi menjadi wacana eksklusif dalam dunia teknologi, tetapi telah menjelma menjadi fenomena umum yang memengaruhi seluruh dimensi kehidupan organisasi. Disrupsi terjadi ketika muncul perubahan radikal yang menggantikan sistem, produk, atau layanan yang sudah mapan dengan solusi baru yang lebih efisien, cepat, dan mudah diakses. Kejadian ini menuntut organisasi untuk tidak hanya beradaptasi, tetapi juga mampu memimpin perubahan dengan strategi yang responsif dan inovatif. Teknologi.(Winardi, 2005, p. 1)
Menurut (Winardi, 2005, p. 2) dalam konteks ini, “perubahan organisasi bukan lagi pilihan tambahan, tetapi menjadi fondasi utama dalam strategi bertahan dan bertumbuh. Perubahan organisasi mencakup segala hal mulai dari restrukturisasi, transformasi digital, penyesuaian budaya kerja, hingga inovasi model bisnis”. Namun demikian, perubahan yang berhasil memerlukan pendekatan yang terencana dan berbasis data. Banyak penelitian menunjukkan bahwa resistensi terhadap perubahan menjadi penghambat utama transformasi organisasi. Hanya organisasi yang mampu mengelola ketidakpastian serta membangun budaya perubahan yang akan bertahan dalam jangka Panjang.
Keberhasilan suatu perusahaan dapat tercapai apabila sumber daya manusianya bekerja secara optimal. Peran kinerja mitra kerja sangat erat kaitannya dengan pencapaian kinerja perusahaan. Kinerja mitra kerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh mitra kerja,yang dipengaruhi oleh beberapa faktor (Asfiah, 2021). Setiap perusahaan perlu mengetahui sejauh mana kinerja telah dicapai sebagai cerminan keberhasilan. Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 269) “Salah satu cara yang dapat diterapkan dalam menjaga kinerja adalah dengan mempertimbangkan aspek fleksibilitas kerja, kompensasi dan kepuasan kerja”.
Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 269) “Kompensasi adalah segala bentuk pembayaran finansial dan nonfinansial yang diterima oleh seorang individu sebagai bagian dari hubungan kerja”. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan moral yang selanjutnya dapat membantu mereka mencapai target dan tujuan perusahaan, serta meningkatkan kinerja mereka.Selain untuk meningkatkan moral, kompensasi juga bertujuan untuk mempertahankan kinerja. Kompensasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Pemberian kompensasi mempengaruhi produktivitas sumber daya manusia yang memberikan manfaat yang sangat besar bagi perusahaan. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kompensasi tidak berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini terjadi karena ketidakpuasan pengemudi terhadap besaran kompensasi yang diterima. Sistem poin target yang tidak tercapai dapat menurunkan kepuasan kerja dan kinerja pengemudi.
Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 2569) “Fleksibilitas kerja adalah kebebasan untuk mengatur jadwal kerja yang lebih fleksibel terkait dengan kebijakan formal yang telah ditetapkan oleh Manajemen sumber daya suatu Perusahaan”. Fleksibilitas terdiri dari fleksibilitas jadwal terkait berapa lama bekerja (time fleksibilitas), kapan mulai bekerja (timing fleksibilitas) dan kebebasan memilih tempat bekerja (place fleksibilitas). Penerapan sistem jadwal kerja yang fleksibel diharapkan dapat membuat mitra kerja lebih nyaman dan produktif dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya berdampak pada kepuasan kerja.
PEMBAHASAN
Gren HRM dan Komitmen Aferktif
Green Human Resource Management (GHRM) semakin diakui sebagai praktik strategis yang dapat memengaruhi retensi karyawan secara positif, terutama di UKM yang bertujuan untuk kinerja yang berkelanjutan. Namun, studi mengungkapkan bahwa meskipun inisiatif GHRM seperti rekrutmen, pelatihan, dan pengembangan hijau dapat meningkatkan kepuasan karyawan dan menarik bakat, dampak langsungnya terhadap retensi tidak Terlepas dari potensi manfaatnya, hubungan antara GHRM dan retensi karyawan tetap kompleks.
Menurut (Retensi et al., 2025, p. 2) “Green Human Resource Management merupakan konsep pengelolaan sumber daya manusia yang berfokus pada praktik-praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan”. GHRM mendorong pembentukan tenaga kerja yang memiliki kesadaran, evaluasi, dan penerapan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan di dalam organisasi. GHRM telah menjadi strategi bisnis penting bagi organisasi, baik swasta maupun publik, dalam upaya mengurangi aktivitas operasional yang merusak lingkungan serta menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi saat ini dan mendatang. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa GHRM mencakup praktik-praktik SDM, seperti rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, manajemen kinerja, kompensasi dan penghargaan, pemberdayaan dan partisipasi, serta manajemen budaya organisasi. Menurut (Retensi et al., 2025, p. 2) “Green HRM dapat meningkatkan keterlibatan karyawan, kepuasan kerja, dan komitmen afektif, yang pada akhirnya berdampak pada pening-katan retensi karyawan”. Selain itu, dukungan organisasi yang dirasakan karyawan juga berperan penting dalam mempengaruhi keterlibatan, kepuasan kerja, dan komitmen afektif, yang kemudian akan meningkatkan retensi karyawan. Faktor lainnya yang mempengaruhi retensi karyawan adalah kepuasan kerja dan komitmen afektif.
Menurut (Retensi et al., 2025, p. 2) Kepuasan kerja karyawan yang tinggi akan mening-katkan kecenderungan mereka untuk tetap bekerja di organisasi, sedangkan komitmen afektif yang kuat akan membuat karyawan lebih termotivasi untuk tetap ber-gabung dengan organisasi. Keterlibatan karyawan juga memainkan peran penting dalam retensi karyawan. Karyawan yang merasa terlibat dan terintegrasi dengan pekerjaan dan organisasi mereka, cenderung akan bertahan lebih lama di organisasi tersebut.
Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 2570) “Fleksibilitas kerja merupakan suatu sistem kerja yang memberikan kebebasan bagi pekerja dalam mengatur jadwal kerjanya dengan tujuan untuk menanamkan moral, menghilangkan stres kerja, dan meningkatkan keterikatan pekerja dalam suatuorganisasi”. Fleksibilitas kerja merupakan kebebasan yang diberikan kepada sumber daya manusia dalam suatu perusahaan untuk menentukan jadwal kerja. Penerapan fleksibilitas kerja memudahkan sumber daya manusia untuk menemukan alternatif strategidalam lingkungan persaingan perusahaan karena pekerja yang fleksibel dapat beradaptasi lebih baik terhadap situasi dan tantangan perusahaan yang berubah dan tidak pasti. Oleh karena itu, fleksibilitas kerja sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 2570) “fleksibilitas
kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja kerja”. Hal ini juga berdampak pada kepuasan kerja. Selain itu, fleksibilitas kerja merupakan anteseden signifikan dalam membangun kepuasan kerja.
Kinerja Mitra
Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 2570) “Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditunjukkan oleh setiap individu sebagai hasil dari perannya di dalam Perusahaan”. Keberhasilan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kinerja mitra. Kinerja mitra dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh mitra. Kinerja mitra merupakan suatu pencapaian yang dihasilkan dari berbagai peran yang berjalan dalam suatu perusahaan. Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 2570) “Penilaian kinerja terhadap mitra akan memberikan manfaat bagi para manajer perusahaan dalam memberikan umpan balik untuk mengidentifikasi potensi permasalahan dan cara penyelesaiannya”. Kinerja mitra perlu diperhatikan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai dan untuk mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan kinerja.
Retensi Karyawan
Retensi karyawan merujuk pada kemampuan organisasi untuk mempertahankan karyawan dalam waktu yang lama. Retensi yang tinggi berhubungan dengan rendahnya tingkat turnover, yang berdampak positif pada efisiensi operasional dan pengurangan biaya rekrutmen ulang. Menurut (Retensi et al., 2025, p. 5) “Retensi karyawan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keterlibatan kerja, kepuasan kerja, dan dukungan organisasi”.
Komitmen Afektif
Komitmen afektif merujuk padaketerikatan emosional karyawan terhadap organisasi. Karyawan dengan komitmen afektif yang tinggi merasa bahwa mereka adalah bagian integral dari organisasi dan terikat secara emosional, yang membuat mereka lebih cenderung bertahan di Perusahaan.
Disrupsi
Menurut (Winardi, 2005, p. 5) “Disrupsi adalah sebuah istilah yang sangat relevan dan merujuk pada fenomena kompleks yang tidak hanya singkat dan sederhana, di mana terjadi perubahan radikal dan signifikan yang berdampak luas mempengaruhi berbagai aspek dari struktur, proses, serta budaya yang terdapat di dalam suatu organisasi maupun industry”. Disrupsi tidak hanya mencakup munculnya pesaing baru yang lebih inovatif serta agresif dalam memasarkan produk dan jasa, tetapi juga mencakup suatu transformasi yang lebih luas dan mendalam, di mana nilai-nilai inti serta tiang penopang yang terdapat dalam suatu organisasi atau industri mengalami perubahan yang sangat mendasar dan fundamental. Menurut (Winardi, 2005, p. 6) “Ciri-ciri disrupsi meliputi sejumlah hal yang secara signifikan membedakannya dari perubahan biasa yang mungkin terjadi dalam ranah bisnis”. Salah satu contoh yang paling mencolok dan mencuri perhatian merupakan kecepatan perubahan yang luar biasa disrupsi sering kali terjadi dengan cara yang sangat cepat dan tak terduga, memaksa organisasi untuk bergerak dengan cara yang efisien serta adaptif saat merespons situasi yang terus berubah dan tidak menentu. Keadaan yang dinamis ini sering kali menciptakan tekanan yang tinggi bagi perusahaan untuk segera beradaptasi agar tetap relevan dengan kebutuhan pasar yang berubah-ubah. Disrupsi cenderung mengganggu ketersediaan sumber daya yang ada dalam organisasi. Hal ini mendorong perusahaan untuk lebih dalam mengeksplorasi dan menerapkan berbagai cara baru serta kreatif dalam pengelolaan sumber daya yang ada, serta dalam menerapkan proses operasional yang lebih efektif dan efisien guna mendukung kelangsungan kegiatan bisnis mereka.
Kompensasi
Kompensasi mengacu pada penghargaan dan tunjangan material atau non-material sebagai imbalan atas layanan seseorang sebagai bagian dari hubungan
kerja. Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 2570) “Kompensasi bertujuan untuk membantu perusahaan dalam mencapai targetnya dan menjamin keadilan secara internal dan eksternal”. Kompensasi merupakan imbalan yang diterima karyawan atas kontribusi dan jasanya terhadap perusahaan. Kompensasi sangat penting dalam manajemen sumber daya manusia karena merupakan aspek yang sensitif dalam hubungan kerja. Sistem kompensasi membantu mengamankan nilai-nilai organisasi dan memfasilitasi pencapaian target perusahaan. Kompensasi yang diperoleh menunjukkan status dan pengakuan terhadap suatu jabatan di perusahaan. Jika karyawan mendapatkan manfaat dari status dan pemenuhan kebutuhan, maka kepuasan kerja akan meningkat. Kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja kerja. Kompensasi merupakan imbalan yang diterima karyawan atas kontribusi dan jasanya terhadap perusahaan .Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 2570) “Kompensasi sangat penting dalam manajemen sumber daya manusia karena merupakan aspek yang sensitif dalam hubungan kerja”. Sistem kompensasi membantu mengamankan nilai-nilai organisasi dan memfasilitasi pencapaian target perusahaan. Kompensasi yang diperoleh menunjukkan status dan pengakuan terhadap suatu jabatan di perusahaan. Jika karyawan mendapatkan manfaat dari status dan pemenuhan kebutuhan, maka kepuasan kerja akan meningkat. Kompensasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja kerja
Kepuasan Keja Sebagai Mediator
Menurut (Asfiah et al., 2022, p. 2570) “Kepuasan kerja merupakan perasaan bangga dan positif terhadap suatu pekerjaan yang telah diselesaikan yang dapat diamati melalui penilaian karakteristik
pekerjaan”. Kepuasan kerja dapat diartikan sebagai keadaan emosional seseorang dimana nilai imbalan yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan tingkat imbalan yang diharapkan. Tingkat imbalan tersebut sepadan dengan tingkat kepuasan kerja. Kepuasan kerja menunjukkan
rasa senang atau kecewa dan rasa puas atau tidak puas terhadap suatu tugas yang diberikan.
Perceived Organizational Support (POS) dan Retensi
Menurut (Retensi et al., 2025, p. 5) “Perceived Organizational Support (POS) mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menghargai kontribusi karyawan dan peduli terhadap kesejahteraannya”. Dukungan organisasi yang dirasakan sebagai tingkat dukungan dan kepedulian yang dimiliki suatu organisasi terhadap kesejahteraan karyawan dan kontribusi karyawan terhadap organisasi dalam memenuhi kebutuhan sosial-emosional. POS yang tinggi cenderung memotivasi karyawan untuk lebih terlibat dan berkomitmen terhadap perusahaan, serta meningkatkan retensi karyawan. Menurut (Retensi et al., 2025, p. 5) “POS juga merupakan bentuk kepedulian yang dibentuk oleh perusahaan pada pekerjanya.
Perubahan Organisasi sebagai Respons Strategis terhadap Disrupsi
Ketika kita berbicara tentang disrupsi, kita sebenarnya sedang menyentuh tema yang lebih mendalam mengenai menciptakan cara-cara baru dalam menjalankan bisnis yang jauh lebih efisien, lebih efektif, dan lebih responsif terhadap kebutuhan konsumen yang terus berubah. Menurut (Winardi, 2005, p. 5) “Disrupsi tidak hanya mencakup munculnya pesaing baru yang lebih inovatif serta agresif dalam memasarkan produk dan jasa, tetapi juga mencakup suatu transformasi yang lebih luas dan mendalam, di mana nilai-nilai inti serta tiang penopang yang terdapat dalam suatu organisasi atau industri mengalami perubahan yang sangat mendasar dan fundamental”. Disrupsi cenderung mengganggu ketersediaan sumber daya yang ada dalam organisasi. Hal ini mendorong perusahaan untuk lebih dalam mengeksplorasi dan menerapkan berbagai cara baru serta kreatif dalam pengelolaan sumber daya yang ada, serta dalam menerapkan proses operasional yang lebih efektif dan efisien guna mendukung kelangsungan kegiatan bisnis mereka. Karakteristik lainnya adalah dampaknya yang sangat luas di mana tidak hanya satu aspek bisnis tertentu yang terpengaruh, tetapi seluruh ekosistem industri dapat mengalami pengaruh besar yang signifikan dan bersifat permanen dalam jangka panjang. Dalam kondisi seperti itu, adaptasi dan inovasi menjadi semakin berguna bagi organisasi yang ingin bertahan dan berkembang di tengah tantangan disrupsi yang ada mereka perlu mengevaluasi ulang model bisnis yang sudah ada dan memperbarui strategi pemasaran yang digunakan, serta merefleksikan hubungan mereka dengan pelanggan untuk memastikan keberlangsungan dan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Upaya-upaya ini menjadi upaya vital dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang serta memastikan bahwa setiap organisasi dapat tetap bersaing di tengah perubahan yang kian cepat dan kompleks, sambil terus mencari peluang baru untuk meningkatkan daya saing dan inovasi di pasar.
Manajemen Risiko dalam Era Disrupsi
Dalam era disrupsi, manajemen risiko menjadi salah satu unsur vital yang harus dipahami dan diimplementasikan oleh organisasi. Disrupsi sering kali timbul dari kemajuan teknologi, perubahan perilaku konsumen, atau kondisi pasar yang tidak terduga. Salah satu tantangan tersulit dalam manajemen krisis kesehatan global atau fluktuasi ekonomi dapat muncul secara tiba- tiba dan mengganggu rantai pasokan serta produktivitas. Untuk mengatasi hal ini, organisasi harus menerapkan pendekatan berbasis proaktif dan analitis. Dengan menciptakan budaya yang mendorong kolaborasi dan komunikasi antara tim, serta memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat, organisasi akan lebih mampu menghadapi risiko dan meminimalkan dampaknya. Menurut (Winardi, 2005, p. 59) “Penciptaan risiko di era disrupsi adalah ketidakpastian yang meliputi banyak faktor eksternal. Misalnya, krisis kesehatan global atau fluktuasi ekonomi dapat muncul secara tiba- tiba dan mengganggu rantai pasokan serta produktivitas”. Untuk mengatasi hal ini, organisasi harus menerapkan pendekatan berbasis proaktif dan analitis. Dengan menciptakan budaya yang mendorong kolaborasi dan komunikasi antara tim, serta memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat, organisasi akan lebih mampu menghadapi risiko dan meminimalkan dampaknya. investasi dalam pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia juga menjadi komponen yang tidak bisa diabaikan. Sumber daya manusia yang tanggap dan terampil akan meningkatkan kemampuan organisasi untuk mengenali dan menangani risiko yang muncul. Organisasi sebaiknya tidak hanya fokus pada teknologi dan sistem, tetapi juga mendorong pengembangan keterampilan kritis dan kepemimpinan yang adaptif. Dengan integrasi yang seimbang antara teknologi informasi dan pengembangan sumber daya manusia, organisasi akan mampu mengembangkan manajemen risiko yang lebih kokoh dan relevan, menjamin keberlanjutan dan daya saing di tengah era disrupsi.
Mendeteksi Budaya yang Menghambat
Menurut (Winardi, 2005, p. 74) Budaya organisasi merupakan aspek mendasar yang membentuk cara berpikir, bertindak, dan berinteraksi di antara anggota organisasi. Dalam banyak kasus, budaya organisasi yang kuat dan positif dapat menjadi kekuatan pendorong bagi produktivitas, efisiensi, serta pencapaian tujuan strategis. Nilai-nilai bersama, norma, serta praktik yang konsisten dapat memperkuat identitas organisasi dan menciptakan lingkungan kerja yang kohesif. Namun demikian, tidak dapat diabaikan bahwa budaya organisasi juga dapat mengandung hal-hal yang bersifat negatif atau disfungsional.
SIMPULAN
Green Human Resource Management (GHRM) merupakan strategi penting dalam membangun keterlibatan dan komitmen afektif karyawan. GHRM mendorong kesadaran terhadap keberlanjutan lingkungan dalam praktik SDM, dan secara tidak langsung berdampak positif terhadap retensi karyawan melalui peningkatan kepuasan dan keterikatan emosional terhadap organisasi. GHRM terbukti dapat meningkatkan retensi bila dimediasi oleh komitmen afektif.Fleksibilitas kerja berperan penting dalam meningkatkan kenyamanan dan produktivitas mitra kerja. Sistem kerja yang fleksibel dapat menurunkan stres, menumbuhkan rasa memiliki, dan menciptakan kepuasan kerja yang tinggi. Fleksibilitas juga berpengaruh signifikan terhadap kinerja, karena memungkinkan karyawan menyesuaikan waktu dan cara kerja sesuai situasi yang berubah.Kompensasi menjadi faktor pendorong utama dalam peningkatan kinerja karyawan, baik secara langsung maupun melalui kepuasan kerja sebagai mediator. Kompensasi yang adil dan layak tidak hanya mempengaruhi produktivitas, tetapi juga menjadi indikator kepuasan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi.Kepuasan kerja menjadi faktor penentu penting yang mampu memediasi hubungan antara fleksibilitas kerja dan kompensasi terhadap kinerja. Tingkat kepuasan kerja yang tinggi mencerminkan kesesuaian antara harapan dan kenyataan kerja, serta berdampak pada kesediaan karyawan untuk terus berkontribusi secara optimal.
Perceived Organizational Support (POS) turut memberikan pengaruh signifikan terhadap retensi karyawan. Karyawan yang merasa didukung dan dihargai oleh organisasi akan menunjukkan tingkat keterlibatan dan komitmen afektif yang lebih tinggi, sehingga memperkuat retensi.Disrupsi organisasi tidak hanya bersifat cepat dan tak terduga, tetapi juga mengubah secara fundamental struktur, proses, dan nilai organisasi. Untuk dapat bertahan di tengah disrupsi, organisasi dituntut untuk melakukan perubahan strategis yang menyentuh seluruh aspek operasional dan budaya kerja.Manajemen risiko dan budaya organisasi juga menjadi elemen penting dalam menghadapi disrupsi. Organisasi perlu membangun sistem respons krisis yang tangguh, serta membentuk budaya yang mendukung inovasi, adaptasi, dan kolaborasi lintas tim.
Perubahan organisasi yang efektif harus dilakukan secara menyeluruh, melibatkan pembaruan struktur, proses kerja, budaya organisasi, serta pola kepemimpinan. Organisasi yang mampu beradaptasi dengan perubahan eksternal yang cepat akan lebih mampu bertahan dan bersaing di tengah disrupsi. Dalam konteks ini, transformasi digital tidak hanya menyentuh aspek teknologi, tetapi juga menuntut peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penguatan kolaborasi internal.Kepemimpinan visioner memegang peran penting dalam menyukseskan proses perubahan. Pemimpin yang adaptif dapat mendorong terciptanya budaya inovasi dan keterlibatan aktif dari seluruh elemen organisasi. Budaya kerja yang terbuka terhadap gagasan baru, pengambilan risiko, dan pembelajaran berkelanjutan menjadi fondasi utama dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan bisnis. Perubahan organisasi yang berorientasi keberlanjutan memerlukan dukungan sistemik, termasuk pengelolaan sumber daya manusia yang selaras dengan nilai-nilai hijau dan etika kerja yang adaptif. Praktik Green HRM menjadi pendekatan strategis untuk memperkuat kepuasan kerja, keterikatan karyawan, dan komitmen emosional terhadap organisasi. Karyawan yang merasa dihargai, fleksibel dalam bekerja, dan puas dengan peran serta kompensasinya akan lebih produktif dan loyal.Disrupsi telah memaksa organisasi untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga bertransformasi. Perubahan tidak lagi menjadi opsi, melainkan kebutuhan mendesak yang menentukan keberlangsungan organisasi. Oleh karena itu, perubahan organisasi harus dipahami sebagai proses strategis yang terencana, inklusif, dan terukur — bukan sebagai reaksi sesaat terhadap tekanan lingkungan.
STUDI KASUS
Dalam menghadapi tantangan dan ketidakpastian pasar, banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus mengevaluasi dan memodifikasi strategi bisnis mereka melalui proses yang dikenal sebagai pivot. Strategi pivot ini merujuk pada perubahan signifikan dalam arah bisnis untuk mengadaptasi produk, layanan, atau model bisnis dengan kebutuhan dan preferensi pelanggan yang terus berkembang. Proses ini tidak hanya melibatkan pengenalan inovasi baru, tetapi juga sering kali mencakup penyesuaian dalam cara operasional dan pemasaran, sehingga memungkinkan UMKM untuk tetap relevan dan bersaing dalam lanskap yang dinamis. selama periode pandemi COVID- 19 yang sangat berdampak ini, banyak UMKM yang berusaha keras untuk beralih dari model penjualan fisik yang tradisional menuju e- commerce yang lebih modern dan efisien. Proses perubahan yang signifikan ini memerlukan pengembangan platform digital yang jauh lebih canggih dan penyesuaian yang tepat dalam strategi pemasaran untuk dapat menarik perhatian konsumen yang kini cenderung berbelanja secara online, dibandingkan dengan offline. Beberapa UMKM juga melakukan diversifikasi produk dengan memperkenalkan atribut baru yang lebih menarik atau bahkan mengubah saluran distribusi mereka guna menjangkau konsumen di segmen pasar yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa pivot yang efektif tidak hanya sekadar bereaksi terhadap situasi yang ada dan sulit ini, tetapi juga mencakup pendekatan yang jauh lebih proaktif untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi berbagai peluang baru yang mungkin muncul di pasar yang terus berubah dan bergerak dinamis ini. Dengan segala tantangan yang ada, UMKM dituntut untuk memiliki kreativitas dan ketahanan yang tinggi dalam menghadapi situasi yang tidak terduga, sehingga mereka mampu bertahan dan bahkan berkembang meskipun di tengah kesulitan yang luar biasa Implementasi strategi pivot pada UMKM menuntut sejumlah hal yang tidak bisa diabaikan, termasuk analisis pasar yang mendalam dan menyeluruh, serta pemahaman yang kuat dan komprehensif terhadap berbagai segmen pelanggan yang ada. Kemampuan untuk beradaptasi dengan teknologi baru yang selalu berkembang menjadi faktor yang inti. Di samping itu, adanya dukungan yang solid dari berbagai stakeholder, seperti pemerintah dan komunitas lokal, dapat memperkuat posisi UMKM dalam mengolah strategi pivot yang berkelanjutan dan efektif. Hal ini akan memungkinkan UMKM untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan pasar dan kebutuhan konsumen. Kolaborasi dengan lembaga pendidikan dan penelitian dapat membantu UMKM dalam mengembangkan inovasi yang relevan. Untuk memaksimalkan potensi keberhasilan, UMKM juga perlu mengembangkan dan membangun budaya inovasi yang kuat, serta melaksanakan program pelatihan yang bermanfaat bagi karyawan. Hal ini bertujuan agar mereka dapat berpikir kreatif dan responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di pasar. Dengan membangun fondasi yang tangguh ini, UMKM tidak hanya dapat bertahan dalam situasi sulit, tetapi juga mampu memanfaatkan pivot sebagai upaya strategis untuk mencapai pertumbuhan dan pengembangan jangka panjang yang diinginkan.(Winardi, 2005, p. 143)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI