Terutama soal penyerangan Rusia di Syria, jelas ini bukan ingin menghancurkan Islam, ini adalah soal kekuasaan dan minyak, sehingga menjadi headline di mana-mana. Dan yang tergambar adalah penyerbuan yang “membabi buta” sehingga menurut berita orang-orang sipilpun menjadi sasaran. Benarkah demikian? Lagi-lagi soal berita, tergantung kepentingan masing-masing pemilik berita. Tak percaya? Coba saja kapan berita baik muncul? Atau kapan berita lawan politik ditulis baik oleh pemilik berita?
Berita “punya mata”, dan “matanya” suka diarahkan oleh pemiliknya, sehingga seringkali yang terjadi adalah keberpihakan. Tak percaya? Coba lihat berita tentang Islam yang dibuat oleh para pembenci Islam, yang melahirkan Islam phobia. Dan itu ada dalam sketsa raksasa yang berupa peta politik dunia, lebih khusus dibuat sketsa dunia Islam, uniknya dibuat di Rusia, namun kali ini menggunakan bahasa Inggris, bukan bahasa Rusia, sehingga pembacanya otomatis lebih meluas.
Dimana sketsa itu dipamerkan? Ada di salah satu gedung pameran WDNH Moskow, yang menariknya dalam sketsa raksasa yang berukuran kurang lebih 3x 6 meter, dengan warna hitam putih, saya melihatnya dengan pada tanggal 10 Oktober 2015 dengan tiket 300 rubel. Sketsa politik tadi membentang dari seluruh penjuru dunia Islam. Yang membuat saya mendekati sketsa tersebut, yang tepatnya disebut dengan peta geopolitik Islam di seluruh dunia.
Ada empat orang tokoh Indonesia yang masuk di dalam peta “ Map of The Third World” tersebut, yaitu Bung Karno, Sutan Syahril, Suharto dan DN Aidit. Yang dimasukan ke dalam “ Wetland of Political Islam”. Aneh juga, yang muncul dalam political Islam di nusantara menurut sketsa tersebut justru tokoh-tokoh nasional, bahkan gembong PKI, bukan benar-benar tokoh yang membawa aspirasi ummat Islam, seperti KH. Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asyari, H Agus Salim atau M.Natsir.
Bisa dimaklumi, mungkin ini yang disebut cara pandang yang berbeda atau sudut pandang yang berbeda. Yang lagi-lagi menarik perhatian adalah Suharto. Dalam peta political tersebut Suharto dimasukan ke dalam “rombongan” kepala negara yang otoriter bersama Sadam Husein. Sedangkan istilah-istilah yang muncul dalam peta tersebut adalah Islam radical, Islam moderat, Phobia Islam, Islam liberal dan lain sebagainya.
Dan kalau hal tersebut ditarik ke situasi kekinian, maka yang muncul di Indonesia, ya seperti yang ada dalam sketsa tersebut, Islam yang awalnya satu, seperti terpecah belah dengan berbagai macam istilah, yang paling sering adalah istilah Islam moderat, Islam radical, Islam liberal dan phobia Islam. Dan itu terjadi di Indonesia, dan alhamdulillahnya, Islam tetap tak mudah digoyangkan dengan bermacam isu adu domba dan lain sebagainya.
Masih tak percaya? Coba lihat di Youtube, dibuat sedemikian rupa istilah sehingga judulnya dalam tayangan yang mengadu domba itu dipadukan hal yang berlawanan, misalnya FPI versus NU, NU versus Muhammadiyah, Islam Radical versus Islam Moderat, Ahli Sunnah versus Islam Liberal, dan lain sebagainya. Jelas-jelasnya semacam rekayasa adu domba.
Alhamdulillahnya, walaupun vidio tersebut yang ditayangkan oleh Youtube, dalam tataran dunia nyatanya, tak terjadi perang fisik. Bolehlah perang gagasan, ide atau pemikiran, namun jangan sampai fisik ikut bicara. Coba anda lihat dalam tayangan vidio di Youtube, waduh… saya ngeliatnya pun “jengah”, masa antar tokoh yang jelas-jelas sebutannya para, “k” , dengan hurup kecil, yang keluar dari mulutnya adalah kata-kata kasar, yang saling membodoh-bodohi satu sama lain, dan diucapkan dengan kata, maaf, “ gob**k”.
Ya ampun… saya sampai geleng-geleng kepala, kalau para pimpinan puncak organisasi dan membawa-membawa nama Islam, sudah saling menghujat satu sama lain, gimana ummatnya, gimana para anggotanya, gimana para simpatisannya? Bukankah kalau sudah saling menggob***-gob.**kan, itu artinya keduanya juga, maaf, gob**k, dan sungguh memprihatikan, dan semoga saja saya salah atau vidio itu memamang salah tayang.
Tapi sudahlah, ayo berangkat dari satu misi yang sama, menjaring persaudaraan dengan cara damai. Silahkan pidato, ceramah dan lain sebagainya, namun jangan saling menyerang satu sama lain, apa lagi sesama Islam, seiman, dan sama-sama orang yang berilmu, yang semestinya saling menghormati, menjaga diri dan rendah hati, bukan saling mencaci maki dan menghina harga diri.
Mari ceramah atau pidato yang mengajak, bukan mengejek. Mengajak tersenyum bukan manyun. Mengajak dengan kelembutan bukan dengan amarah dan sumpah serapah. Mengajak dengan amanah bukan fitnah. Mengajak dengan kata-kata yang sopan dan santun, bukan menghina dan penuh ancaman. Mari kita kibarkan Islam yang rakhmatan lil alamin, Islam yang menjadi rakhmat bagi seluruh alam semesta.