Mohon tunggu...
Vio Alfian Zein
Vio Alfian Zein Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Hanya seorang mahasiswa yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Analisis Sosiologi dalam Gelombang Penolakan UU Cipta Kerja oleh Masyarakat

14 November 2020   18:18 Diperbarui: 14 November 2020   18:25 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satunya adalah akun Instagram yang bernama Bangsa Mahasiswa yang aktif menyebarkan tentang RUU Cipta Kerja mulai dari pasal-pasal yang bermasalah hingga elit-elit politik yang melatarbelakangi pembentukan dan pengesahan undang-undang tersebut, sehingga tercipta nilai-nilai baru untuk melawan rencana undang-undang tersebut merupakan suatu keharusan, bahkan pelajar yang notabene masih tidak mengetahui isi maupun substansi dari RUU Cipta Kerja ikut memiliki kesadaran kolektif untuk sama-sama menolak RUU Cipta Kerja. Semakin menguatnya kesadaran kolektif masyarkat maka semakin kuat juga untuk melakukan resistensi.

Aliansi dari gabungan berbagai elemen masyarakat dan berbagai latar belakang tujuan memilih melakukan resistensi sebagai upaya mereka dalam memperjuangkan apa yang mereka miliki. Para buruh melakukan resistensi demi melindungi hak-hak para buruh seperti pesangon dan yang seharusnya sudah menjadi hak para buruh, sedangkan aktivis lingkungan dan masyarakat adat melakukan resistensi untuk melindungi alamnya dari proses kapitalisasi oleh para investor. 

Kita dapat meminjam teori dari Georg Simmel bahwa uang dapat mendekatkan diri serta menciptakan relasi dari objek tersebut kepada pemilik uang tersebut. Jika Undang-Undang Cipta Kerja tersebut terlaksana maka investor bisa membayar sejumlah uang atas nama investasi untuk memiliki relasi dengan hutan adat milik masyarakat.

Selain substansi dari RUU Cipta Kerja, masyarakat melakukan resistensi karena kurangnya informasi yang disampaikan pemerintah kepada masyarakat tentang RUU Cipta Kerja, kerena pembuatan RUU tersebut terkesan dilakukan secara tersembunyi dan terburu-buru.

Ketua BEM Seluruh Indonesia Remi Hastian dalam wawancaranya di program tayangan Mata Najwa yang berjudul Cipta Kerja: Mana Fakta Mana Dusta menyatakan bahwa masyarakat meyampaikan penolakan-penolakan Undang-Undang Cipta Kerja menyampaikan dengan tegas bahwasanya penolakan-penolakan ini terjadi ketika pemerintah tidak mampu menginformasi secara jelas, terbuka, dan akuntabel.

Hal tersebut terbukti dari pasca disahkannya RUU Cipta Kerja. Setelah disahkannya RUU Cipta Kerja Omnibus Law oleh DPR RI, publik masih kebingungan untuk menemukan draft mana yang sudah final, terdapat beragam versi yang beredar di masyarakat, mulai dari 812 halaman hingga berjumlah 1.035 halaman.


Pemerintah sendiri dinilai lalai dalam memberikan informasi tentang RUU Cipta Kerja, pemerintah tidak pernah mengoreksi sesuatu yang dianggap disinformasi oleh pemerintah, dan hanya melabeli sebagai hoax tanpa memberitahu masyarakat mana yang benar menurut pemerintah. 

Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G. Plate menyampaikan dalam program tayangan Mata Najwa dalam episode yang sama bahwa apa yang menurut pemerintah hoax ya hoax, yang dimana menurut Michael Focault merupakan salah satu bentuk dari kekuasaan yang dinamakan rezim wacana. Wacana tersebut dapat diartikan sebagai yang memiliki otonomi dan klaim atas keberanan dan kontekstualisasi sebuah pengetahuan. Klaim kebenaran itu merupakan operasional dari kekuasaan sebagai wacana yang mempengaruhi institusi-insitusi sosial dan praktik-praktik sosial.

Pemerintah juga dinilai keliru dalam menyampaikan sosialisasi undang-undang tersebut kepada masyarakat. Pemerintah malah menggunakan apa yang disebut oleh Louis Althusser sebagai Ideological State Apparatus (ISA) dengan menggunakan jasa influencer, media massa, pendidikan artis, atau orang-orang yang tidak diketahui latar belakangnya apa yang biasa dikenal sebagai buzzer yang sama sekali tidak tahu tentang substansi undang-undang tersebut. untuk menaikan tagar atau meraih simpati masyarakat tentang RUU Cipta Kerja tersebut. 

Melalui hal tersebut mereka menanamkan pemikiran bahwa RUU Cipta Kerja ini baik, menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Tidak jarang juga mereka menutupi semua yang berbau RUU Cipta Kerja dengan tagar lain yang mendukung pemerintah. Seperti yang dilansir di laman Instagram akun Bangsa Mahasiswa, terdapat 3,3 juta tagar tandingan, dua diantaranya yang mencolok adalah #TolakDemoLanggarProkes serta #PercayaJokowi.

Dan untuk publik figur sendiri ada Ardhito Pranomo seorang musisi dalam negeri yang sempat meminta maaf kepada publik melalui akun twitternya, ia menuliskan permintaan maafnya dan mengaku telah menerima bayaran untuk menaikan tagar #indonesiabutuhkerja dengan media sosial miliknya yang disinyalir berhubungan dengan dukungan terhadap RUU Cipta Kerja. Ardhito sendiri menambahkan bahwa ia hanyalah musisi yang tidak tahu tentang isu tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun