Mohon tunggu...
Vinsensius SFil
Vinsensius SFil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Filsafat

Suka membaca dan menulis yang bermanfaat bagi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Paradigma Metafisik dari Pertanian Organik (Bagian 3)

28 Februari 2023   00:41 Diperbarui: 28 Februari 2023   00:49 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bila kita berbicara tentang alam, memang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dapat berdampak positif, maupun negatif pada alam. Hal ini tergantung pada manusia yang mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut. Dalam bagian ini, penulis terinspirasi dari filsafat alamnya Plotinus. Bagaimana cara Plotinus memandang alam sudah kita ketahui dalam kerangka teori di atas, namun di sini penulis akan memilah-milah pandangan tersebut, sesuai dengan konteks kita pada zaman sekarang.

Menurut Plotinus, alam merupakan emanasi (penyinaran) dari The One. Setelah Nous, maka terciptalah Soul (jiwa). Jiwa ini pun terbagi atas jiwa dunia dan jiwa individu (yang bergabung dengan materi). Di sini penulis, tidak terlalu memahami, apa yang dimaksud oleh Plotinus dengan jiwa yang bergabung dengan materi tersebut. Apakah hanya manusia, hewan, dan tumbuhan yang dapat bertumbuh dan berkembang? Atau juga ciptaan lain di luar ketiga kategori di atas?

Tetapi bila kita perhatikan dalam konsepnya mengenai materi, sebagai ciptaan yang paling jauh dan tak tersinari (total darkness), sepertinya ingin ditujukan kepada ciptaan material yang tidak dapat bertumbuh-kembang, seperti batu, air, tanah, udara, dan lainnya.

Konsep materi seperti ini yang menurut penulis tidak relevan lagi di zaman sekarang. Apabila kita memisahkan materi dari makhluk lainnya (makhluk hidup), maka hal ini berarti materi itu boleh digunakan dengan semena-mena. Apalagi, materi ini disebut sebagai ciptaan yang terendah dan tidak berguna. Maka, semakin amanlah orang-orang yang senang mengeksploitasi alam ini secara besar-besaran, demi keuntungannya sendiri.

Namun bukan berarti pandangan Plotinus tidak relevan sepenuhnya dan harus ditolak seluruhnya. Ada hal penting yang patut kita perhatikan dalam pemikiran Plotinus ini, yaitu kesatuan dan keharmonisan dari alam semesta. Kesatuan dan keharmonisan ini, dapat dianalogikan seperti kesatuan dalam tubuh manusia. Tubuh terdiri dari banyak bagiannya, seperti kepala, tangan, kaki, telinga, mata, dan lain-lain. Semua anggota ini saling berhubungan satu sama lain, misalnya: bila gigi sakit, maka kepala pun ikut merasa sakit. Maka, bagian-bagian ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dan perlu diperhatikan.

Memang, kita dapat berargumen, bahwa kesatuan dan keharmonisan dalam tubuh itu sudah pasti, karena memang secara fisik bagian-bagian ini takterpisahkan, baik secara sadar, maupun tidak sadar. Kalau begitu, berarti analogi ini salah? Kalau analogi ini salah, ada kemungkinan teori kesatuan dan keharmonisan dari alam semesta ini juga salah.

Kesatuan dan keharmonisan dari alam semesta di sini tidak hanya kesatuan benda-benda yang melekat secara fisik, misalnya: lengan dengan jari; dan berhubungan secara langsung, meskipun tidak disadari, contohnya: tangan yang memukul nyamuk ketika menggigit paha. Oleh karena kesatuan ini tidak hanya berkaitan dengan kesatuan yang memang melekat secara fisik, maka yang dimaksud di sini adalah kesatuan dan keharmonisan yang metafisis.

Metafisis di sini ingin menjelaskan bahwa kesatuan alam semesta ini tidak hanya sesuatu yang melekat secara fisik saja, misalnya: mata dengan wajah, atau daun dengan pohon. Tetapi semua yang ada di alam ini saling berkaitan dengan berhubungan satu sama lain. Paradigma metafisis ingin menyerukan bahwa manusia adalah bagian dari alam, dan alam adalah bagian dari manusia. Meskipun secara sadar, alam itu berada di luar diri manusia, namun bukan berarti alam itu tidak berkaitan sama sekali dengan manusia. Ada suatu kesatuan dari seluruh makhluk di alam ini, baik itu manusia, tanaman, hewan, maupun benda-benda material.

Paradigma metafisis juga ingin menjelaskan tentang keharmonisan. Keharmonisan terjadi, jika semua bagian yang ada di dalamnya dalam keadaan yang baik dan dapat berfungsi dengan baik pula. Contohnya: sebuah gitar dapat menciptakan bunyi yang harmonis, bila senar-senarnya lengkap, masih dalam kondisi yang baik, dan pas setemnya. Demikian pula dengan alam, dapat dikatakan harmonis jika semua makhluk yang tinggal di dalamnya berada dalam kondisi yang baik, dan tidak rusak.

Melalui paradigma metafisis, kita dapat mengkontemplasikan alam ini, sama seperti yang dilakukan oleh Plotinus, dari benda-benda material, hingga ke jiwa, Nous, dan The One sebagai sumber dari segala sesuatu. Kontemplasi ini disebut pemurnian. Dari konsep kontemplasi ini, kita dapat memahami bahwa alam ini tidak hanya material belaka yang boleh diekspoitasi dengan sewenang-wenang, juga tidak hanya sesuatu yang memiliki daya mekanistik saja, namun alam memiliki dimensi metafisisnya, yaitu sebagai partisipasi dari The One (sebab keberadaannya juga berasal dari The One yang menyinarinya).

Bagi para empiris radikal, mungkin paradigma metafisis ini tidak akan diterima begitu saja. Meskipun demikian, kita dapat melihat kesatuan dan keharmonisan alam semesta dari akibat yang terjadi bila tidak adanya kesatuan dan keharmonisan dari alam semesta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun