Mohon tunggu...
Vina Fitrotun Nisa
Vina Fitrotun Nisa Mohon Tunggu... Penulis - Pegawai Pemerintah Non PNS

Tertarik pada isu-isu pembangunan. Berjuang untuk perubahan positif

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Regenerasi Petani dan Wacana Ketahanan Pangan

12 Juni 2020   16:05 Diperbarui: 14 Juni 2020   13:55 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menurut penelitian Susilowati (2016) alasannya adalah bekerja sebagai petani dianggap kurang menguntungkan dan penuh dengan ketidakpastian. Namun tren penurunan minat tersebut ternyata bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi terjadi juga di negara agraris lainnya.

Chaudary (2015) misalnya melakukan pengamatan di India mengenai alasan para petani masih bertahan disebabkan karena dukungan dari pemerintah. studi lain yang dilakukan Sri Heri Susilowati (2016) mengungkapkan bahwa petani yang didominasi oleh mereka yang berusia tua bukan hanya terjadi di Indonesia. 

Di Amerika, Eropa dan Australia pun hampir mengalami fenomena serupa di negara Asia tenggara Lainnya seperti Thailand dan Vietnam yang juga regenerasi petaninya mengalami penurunan

Regenerasi petani menjadi sangat penting diwacanakan, manakala teknologi pertanian masih minim digunakan, oleh karenanya sektor prtanian harus dibuat menarik dan menguntungkan. 

Saat ini kebanyakan petani masalahnya masih menguasai lahan pertanian yang kecil sehingga mereka tak dapat menjual hasilnya untuk memenuhi kebutuhan lain. pola hidup subsisten ini tidak hanya terjadi di Indonesia. 

Di Vietnam yang sama-sama negara agraris pun hampir mengalami masalah serupa. Sempitnya lahan yang dikuasai menurunkan petani mengkomersilkan hasil pertaniannya

Permasalahan umum lainnya yang  terjadi di Indonesia adalah, kebanyakan yang bekerja sebagai petani berstatus sebagai buruh tani. Terdapat pula pola pembayaran upah yang masih tradisional. 

Di wilayah Jawa misalnya sudah menjadi hal umum dengan istilah kedokan yaitu pemilik lahan mennyapakati perjanjian dengan buruh tani tentang pengurusan padi dan hasil panen yang kelak akan dibagi dengan pemilik lahan. 

Selain itu terdapat pola pembayaran tradisional lain seperti upah bawon yaitu para buruh tani yang ikut serta mengurus dan memanen padi dibayarkan dengan hasil panen yang dibagi rata

Dengan metode pembayaran upah yang masih kultural, maka wajarlah bila kehidupan para buruh tani jauh dari kesejahteraan, dan bahkan petani sendiri pun tidak ingin meregenerasi kepada anak-anaknya. 

Kultur seperti ini sangat sulit dihilangkan karena barangkali pemilik lahan dan buruh tani sama-sama diuntungkan dan keadaan tersebut dilakukan dengan terpaksa atau sukarela karena tak punya pilihan lain, kecuali para buruh tani diberikan lahan atau diikutkan dalam program transmigrasi untuk mengelola lahan kosong, upaya-upaya untuk menyejahterakan petani harus didukung oleh masyarakat dan digalakan oleh pemerintah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun