3. Upaya Pencegahan dan Deradikalisasi
Dalam konteks kebijakan nasional, upaya pencegahan radikalisme telah dilakukan oleh pemerintah melalui Program Deradikalisasi BNPT dan Moderasi Beragama oleh Kementerian Agama. Program ini menitikberatkan pada tiga aspek utama: (1) rekonstruksi pemahaman keagamaan, (2) penguatan nasionalisme, dan (3) pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat.
Namun, efektivitas program tersebut bergantung pada keterlibatan masyarakat secara aktif. Kolaborasi antara lembaga pendidikan, tokoh agama, dan komunitas lokal menjadi kunci dalam membangun ketahanan sosial terhadap paham ekstrem. Hidayat (2020) menegaskan bahwa pendidikan karakter dan dialog lintas iman merupakan dua pendekatan strategis yang terbukti mampu menekan potensi radikalisasi di tingkat akar rumput.
Selain itu, penggunaan media sosial untuk menyebarkan pesan damai juga terbukti efektif. Beberapa organisasi keagamaan dan komunitas muda kini memanfaatkan platform digital untuk menyebarkan nilai-nilai toleransi dan kebangsaan, seperti gerakan #IndonesiaDamai dan #BijakBersosmed.
4. Implikasi terhadap Kehidupan Sosial
Radikalisme agama tidak hanya berdampak pada keamanan nasional, tetapi juga pada harmoni sosial dan keutuhan bangsa. Peningkatan tindakan intoleransi dapat menurunkan kepercayaan antarwarga dan memperlemah rasa persaudaraan. Oleh karena itu, langkah pencegahan radikalisme harus bersifat menyeluruh, mencakup dimensi teologis, sosial, ekonomi, dan digital.
Pendidikan moderasi beragama menjadi strategi jangka panjang yang efektif untuk membentuk masyarakat yang terbuka terhadap perbedaan. Hal ini sejalan dengan visi Kementerian Agama (2023) bahwa moderasi beragama harus menjadi nilai dasar dalam sistem pendidikan nasional, bukan sekadar materi tambahan
SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa radikalisme agama di era modernisasi merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh faktor ideologis, sosial, ekonomi, dan teknologi. Akar permasalahan radikalisme tidak hanya terletak pada pemahaman agama yang sempit, tetapi juga pada kesenjangan sosial, ketimpangan pendidikan, serta lemahnya literasi digital masyarakat. Perkembangan teknologi informasi, meskipun memberikan banyak manfaat, juga telah dimanfaatkan oleh kelompok ekstrem untuk menyebarkan ideologi intoleran secara masif di ruang digital.
Pencegahan terhadap gerakan radikal tidak dapat dilakukan melalui pendekatan represif semata, melainkan harus bersifat edukatif, dialogis, dan kolaboratif. Pendidikan moderasi beragama, penguatan literasi digital, dan peningkatan kesejahteraan sosial merupakan langkah strategis yang harus diimplementasikan secara berkelanjutan. Peran pemerintah, lembaga pendidikan, tokoh agama, serta masyarakat sipil menjadi faktor kunci dalam membangun ketahanan nasional terhadap ancaman radikalisme.
Keterbatasan penelitian ini terletak pada sifatnya yang berbasis studi pustaka, sehingga belum melibatkan data empiris lapangan secara langsung. Oleh karena itu, penelitian lanjutan disarankan untuk menggunakan pendekatan mixed methods atau survei lapangan guna memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terkait pola penyebaran dan pencegahan radikalisme agama di tingkat masyarakat.