Mohon tunggu...
Evi Yuniati
Evi Yuniati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Bermimpi, bercita-cita menjadi penulis...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pecundang

22 Agustus 2014   17:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:51 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Laki-laki usia 40 tahunan ini sekarang dalam kebingungan. Entah ingin memilih siapa dan dipilih siapa. Hatinya gamang tak tentu pilihan. Keseharian hanya diisi dengan isapan rokok, sesekali menenggak minuman dan bercinta dengan berganti-ganti perempuan. Rumah tangga hancur berantakan tak jelas arah. Dua buah hati terpisah jarak. Miris...ironi...terlalu banyak asa yang ingin dibagikan pada banyak perempuan.

Laki-laki usia 40 tahunan ini sekarang adalah seorang pecundang, kasihan bila melihat tingkah polahnya. Menebar pesona, kata-kata manis, rayuan-rayuan memabukkan ke telinga perempuan-perempuan yang akan ditidurinya. Bulshit!!! kelakuannya NOL!!! Tak ada kata lain selain kata PECUNDANG yang cocok untuk laki-laki yang tak punya prinsip ini.

Kasihan buah hati yang sudah dititipkan Tuhan padanya. Berharap melihat contoh yang baik apa lacur keburukan yang terus terlihat di depan mata. Hidup itu pilihan bung! Tapi, bila salah memilih neraka dunia yang tercipta.

Pernah mengeluh capek dan ingin menjadi manusia yang lebih baik, tapi semua hanya tinggal uraian kata-kata tak bermakna yang hilang terbawa angin. Hasrat birahi lebih bermain dibanding akal sehat dan nurani. Edan! Gila! Mataku semakin terbuka melihat ada pribadi yang berkelakuan seperti ini. Dunia memang panggung sandiwara, bermilyar manusia berperan dengan karakter masing-masing. Kehidupan nyata sebenarnya adalah film yang dimainkan tanpa naskah dan hanya perlu improvisasi.

Laki-laki usia 40 tahunan ini sedang berperan menjadi buaya darat, laki-laki hidung belang yang seakan amnesia bahwa karma itu ada. Saat inipun tanpa dia sadari sedang menabur badai yang akan dituai di masa tuanya. Mengaku beragama tapi tak berdoa, mengenal kata TUHAN tapi mengacuhkan.

Tak ada memang manusia yang sempurna di muka bumi ini, tapi paling tidak jadilah contoh untuk buah hati titipan Tuhan. Jangan hanya demi nafsu birahi segala usaha dihalalkan tanpa mengindahkan norma-norma yang ada, yang penting asas saling suka dan tanpa paksaan. Pernahkah terbayang olehnya bagaimana kalau Tuhan sudah menegur?

Nikmatilah wahai pecundang...hiduplah terus diantara banyak pilihan sampai muak dan muntah dalam kebingungan. Jangan pernah berhenti menjadi pecundang karena disitulah hidupmu dan hanya kamu lah pecundang sejati...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun