Mohon tunggu...
Vibriana Wahyu Ningtyas Putri
Vibriana Wahyu Ningtyas Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi ASEAN Regional Forum dalam Menghadapi Perselisihan Laut China Selatan

8 Desember 2024   23:57 Diperbarui: 8 Desember 2024   23:57 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Strategi Asian Regional Forum dalam Menghadapi Perselisihan Laut China Selatan

Perselisihan Laut China Selatan (LCS) adalah salah satu isu geopolitik yang paling kompleks dan memprihatinkan di Asia Tenggara. Kawasan ini, yang melibatkan klaim teritorial yang tumpang tindih antara beberapa negara, termasuk China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, telah menjadi sumber ketegangan regional yang terus-menerus.

Meskipun upaya diplomatik telah dilakukan, perselisihan ini tetap menjadi tantangan besar bagi stabilitas dan perdamaian di Asia Pasifik. Dalam konteks ini, Asian Regional Forum (ARF) atau Forum Regional Asia, yang merupakan forum multilateral utama di kawasan Asia-Pasifik, memainkan peran yang sangat penting dalam mengelola dan mencari solusi terhadap perselisihan Laut China Selatan.

Laut China Selatan adalah salah satu jalur pelayaran yang paling sibuk di dunia, yang menghubungkan berbagai negara besar, seperti China, Jepang, dan negara-negara ASEAN. Laut ini juga kaya akan sumber daya alam, termasuk cadangan minyak dan gas yang melimpah, serta ekosistem perikanan yang sangat penting bagi negara-negara pesisir.

Karena faktor ini, beberapa negara memiliki klaim teritorial yang tumpang tindih terhadap wilayah-wilayah di Laut China Selatan. China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan "nine-dash line", sebuah garis yang ditarik dari peta sejarah yang menunjukkan klaim luas atas wilayah tersebut.

Klaim ini bertentangan dengan klaim negara-negara tetangga seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei. Perselisihan ini telah menyebabkan ketegangan antara negara-negara terkait, yang sering kali melibatkan insiden militer dan diplomatik, serta meningkatkan ketegangan antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan China.

Asian Regional Forum (ARF) adalah forum multilateral yang dibentuk pada tahun 1994 dengan tujuan utama untuk meningkatkan dialog dan kerja sama antara negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dalam masalah keamanan dan perdamaian. ARF beranggotakan 27 negara, termasuk negara-negara ASEAN, China, Jepang, India, dan Amerika Serikat.

Dalam konteks Laut China Selatan, ARF berperan penting dalam menciptakan saluran komunikasi untuk mengurangi ketegangan dan mendorong penyelesaian damai atas konflik yang ada. ARF telah mengadopsi berbagai strategi untuk mengatasi perselisihan ini, yang mencakup pendekatan diplomatik, peningkatan dialog multilateral, dan upaya untuk mendorong pemenuhan hukum internasional.

Salah satu pendekatan utama yang diterapkan oleh ARF adalah penguatan diplomasi multilateral antara negara-negara yang terlibat dalam perselisihan. Melalui pertemuan-pertemuan tahunan dan forum-forum bilateral dalam kerangka ARF, negara-negara yang terlibat dalam perselisihan Laut China Selatan dapat mendiskusikan permasalahan yang ada dengan cara yang konstruktif.

Dialog yang dilakukan dalam konteks ARF bertujuan untuk membangun saling pengertian dan mengurangi ketegangan yang muncul akibat klaim teritorial. ARF juga berfungsi sebagai tempat untuk memfasilitasi komunikasi langsung antara China dan negara-negara ASEAN.

Meskipun kedua belah pihak memiliki pandangan yang berbeda terkait klaim teritorial di Laut China Selatan, ARF menyediakan platform untuk mendiskusikan kepentingan bersama, seperti keamanan regional dan kebebasan navigasi. Hal ini sangat penting dalam menciptakan stabilitas jangka panjang di kawasan.

ARF secara konsisten mendukung penyelesaian sengketa Laut China Selatan berdasarkan hukum internasional, khususnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Negara-negara anggota ARF telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa wilayah ini melalui cara damai, tanpa menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Penyelesaian sengketa dengan menggunakan hukum internasional menjadi landasan utama bagi banyak negara di kawasan ini. Salah satu contoh penting dari dukungan ARF terhadap hukum internasional adalah putusan Pengadilan Permanen Arbitrase (PCA) pada tahun 2016, yang menolak klaim sepihak China atas hampir seluruh Laut China Selatan.

ARF mendukung keputusan tersebut, meskipun China menolaknya. Penyelesaian sengketa berdasarkan hukum internasional ini tetap menjadi fokus utama bagi ARF, meskipun tantangan dalam implementasinya tetap ada.

Salah satu kekhawatiran utama dalam perselisihan Laut China Selatan adalah potensi ancaman terhadap kebebasan navigasi dan perdagangan internasional. ARF memiliki peran penting dalam meningkatkan kerja sama di bidang keamanan maritim, untuk memastikan bahwa semua negara di kawasan ini dapat berlayar di Laut China Selatan tanpa hambatan.

Selain itu, ARF juga mendorong upaya untuk mengurangi ketegangan yang bisa menyebabkan konfrontasi militer melalui pengaturan prosedur komunikasi militer yang lebih baik antara negara-negara terlibat. Pada tingkat yang lebih luas, ARF mempromosikan pembentukan mekanisme untuk meningkatkan transparansi militer dan pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan.

Kerja sama ini bertujuan untuk mengurangi potensi konflik yang dapat timbul akibat ketidaksepahaman mengenai kegiatan militer di Laut China Selatan. Meskipun ARF memiliki peran yang penting, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian perselisihan Laut China Selatan.

Salah satu tantangan utama adalah perbedaan pandangan antara negara-negara besar seperti China dan negara-negara ASEAN terkait pendekatan penyelesaian konflik. China cenderung menolak intervensi pihak luar, termasuk ARF, dalam masalah ini, dan lebih memilih untuk menyelesaikan masalah ini secara bilateral dengan negara-negara yang terlibat.

Ini membuat diplomasi multilateral melalui ARF menjadi sulit diterapkan secara efektif. Selain itu, meskipun ARF mempromosikan penggunaan hukum internasional sebagai dasar penyelesaian sengketa, implementasi keputusan internasional, seperti putusan PCA, tidak selalu diikuti oleh semua pihak.

China, misalnya, terus melanjutkan kegiatan konstruksi dan militerisasi di wilayah yang disengketakan meskipun ada penentangan internasional. Asian Regional Forum (ARF) memainkan peran yang sangat penting dalam mengelola perselisihan Laut China Selatan.

Melalui diplomasi multilateral, penerapan hukum internasional, dan kerja sama dalam keamanan maritim, ARF berupaya untuk meredakan ketegangan di kawasan ini dan mencari solusi damai yang dapat diterima oleh semua pihak. Meskipun tantangan besar masih ada, ARF tetap menjadi platform yang penting untuk memastikan bahwa perselisihan ini tidak berkembang menjadi konflik yang lebih besar.

Keberhasilan strategi ARF akan sangat bergantung pada komitmen negara-negara anggota untuk bekerja sama dalam mengatasi ketegangan yang ada. Keberhasilan strategi ini juga mengutamakan penyelesaian damai di Laut China Selatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun